Dalam seminggu terakhir, kekerasan di kota Jenin dan kamp setempat terus meningkat.
Tujuh warga Palestina tewas dalam serangan Israel di Jenin pada 20 Juni, saat sebuah helikopter perang dikerahkan.
Keesokan harinya, dua pasukan Hamas menembak mati empat warga Israel di pom bensin dan restoran dekat permukiman warga Eli, yang letaknya 40 kilometer sebelah selatan dari Jenin.
Setelah insiden itu, ratusan warga Israel menyerang rumah-rumah, dan mobil-mobil di kota Palestina, Turmusaya. Seorang pria Palestina tewas ditembak dalam bentrokan itu.
Seminggu kemudian, tiga tentara Palestina dari Jenin dibunuh oleh serangan dron Israel, setelah mereka diduga melakukan penembakan di titik pos dekat kota itu.
Serangan terbaru ini dinilai sebagai salah satu operasi militer terbesar yang pernah dijalankan Israel di Tepi Barat dalam beberapa tahun terakhir.
Ratusan pasukan, didukung oleh dron tempur dan buldoser lapis baja turut ikut serta dalam apa yang disebut Pemerintah Israel sebagai “upaya melawan terorisme yang ekstensif”.
Mereka mengeklaim sedang berupaya agar Jenin tidak lagi menjadi “tempat berlindung bagi teroris”.
Namun, Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh mengatakan, operasi itu merupakan "upaya terbaru untuk menghancurkan kamp dan menggusur warganya”.
Baca juga: Pasukan Israel Serbu Kamp Pengungsi Jenin, Tembak Mati Pria Palestina
Kamp ini adalah rumah bagi Brigade Jenin.
Kamp ini berisi kumpulan petempur dari pelbagai kelompok militan Palestina, termasuk Hamas, dan Brigade Jihad Islam Palestina, Al Quds.
Setidaknya ada 420 pasukan bersenjata di dalam kamp, menurut Pasukan Pertahanan Israel (IDF).
Mereka beroperasi di wilayah setempat, dan mengatakan mereka bagian dari "perlawanan" terhadap Israel.
Jenin, adalah sebuah generasi baru petempur Palestina, kata koresponden diplomatik BBC, Paul Adams.
"Para pemuda bersenjata api ini tak pernah mengenal proses perdamaian," katanya. "Mereka tidak punya prospek apa pun mengenai resolusi diplomasi terhadap konflik.