Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Negara dengan Sejarah Gagal Bayar Utang (Default)

Kompas.com - 02/10/2021, 15:10 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

KOMPAS.com - Ada beberapa negara di dunia ini telah memiliki sejarah gagal bayar hutang atau default, yang masih dikenang hingga sekarang sebagai mimpi buruk.

Melansir World Finance, kondisi gagal bayar utang diduga pertama kali dialami oleh Yunani pada 377 SM. Kemudian, Spanyol gagal bayar utang 6 kali pada 1700-an dan 7 kali pada 1800-an.

Sementara, disebutkann bahwa kondisi gagal bayar utang terparah dalam sejarah sejauh ini dialami oleh Islandia pada 2008. Menyebabkan banyak bank bangkrut dan terjadi resesi secara luas.

Berikut beberapa ringkasan peristiwa dari negara-negara yang pernah mengalami kondisi gagal bayar utang terparah dalam sejarah, yang melansir dari World Finance. Dimulai pada 180-an tahun yang lalu di AS...

Baca juga: 5 Negara yang Tenggelam dalam Utang Terbesar pada 2021

1. AS gagal bayar utang pada 1840-an

Kondisi gagal bayar utang yang dialami AS pada 1840-an adalah contoh kasus yang menarik.

Pada 1840-an, AS baru saja pulih dari "Panic of 1837", peristiwa krisis keuangan yang dialami oleh Amerika Serikat yang memicu depresi ekonomi bertahun-tahun.

Di saat itu ada 19 dari 26 negara bagian AS yang mengalami kondisi gagal bayar utang pada awal 1840-an. Diperkirakan hal itu didorong oleh pembangunan kanal.

Pembangunan kanal besar-besaran menyebabkan hutang menggunung mencapai 80 juta dollar AS (Rp 1,1 triliun), setelah lonjakan proyek infrastruktur lainnya juga, dan perlombaan meningkatkan modal untuk membuka bank baru.

Saat itu disebutkan bahwa kreditur tidak dapat menggunakan kekuatan militer dan enggan menjatuhkan sanksi perdagangan ke AS untuk mendapatkan kembali modal yang hilang.

Pada akhir 1840-an, sebagian besar utang telah dilunasi, meskipun faktanya tidak ada sanksi langsung yang diberlakukan kepada AS.

Ini salah satu contoh untuk menyangkal kepercayaan populer mengenai efektivitas pemberian sanksi perdagangan pada pelunasan utang.

Sebagai catatan, di antara 19 negara bagian yang mengalami gagal bayar utang, Illinois, Pennsylvania, dan wilayah Florida, saat itu belum menjadi negara bagian sampai 1845.

Baca juga: Negara Miskin Utang ke China Rp 5,5 Kuadriliun, Proyek Infrastruktur Jebakan Terselubung?

2. Meksiko gagal bayar utang pada 1994

Pada 1994, Meksiko mengalami devaluasi mata uang peso terhadap dollar AS sebesar 15 persen yang tidak terduga oleh pemerintah, sehingga mendorong negara ini masuk dalam krisis keuangan.

Presiden saat itu, Ernesto Zedillo, mengatakan setelah pidato pelantikannya bahwa nilai peso tidak akan turun. Namun, sepekan kemudian nilai peso anjlok.

Devaluasi memicu pelarian investor asing yang dengan cepat menarik modal dan menjual saham, saat Bursa Efek Meksiko menukik.

Bank sentral harus membayar obligasi yang didominasi peso dengan membeli dolar AS (tesobonos) dengan mata uang yang sangat terdevaluasi, dan menghadapi kondisi gagal bayar utang negara.

Dampak dari krisis keuangan Meksiko dialami juga oleh negera tetangga, seperti Southern Cone dan Brasil, yang kemudian peristiwa itu dikenal sebagai "Efek Tequila".

PDB Meksiko turun 5 persen selama krisis dan hanya diselamatkan oleh kumpulan pinjaman sebesar 80 miliar dollar AS (Rp 1,141 triliun).

Meksiko dibantu dengan dana bailout yang berasal dari IMF, Kanada, sejumlah negara Amerika Latin, dan khususnya pinjaman 50 miliar dollar AS (Rp 713,3 triliun) yang diberikan oleh Presiden AS saat itu Bill Clinton.

Dana itu menyelamatkan Meksiko, dan sebagian besar Amerika Latin, dari kemungkinan krisis keuangan yang lebih besar.

Baca juga: 5 Negara Pemberi Utang Terbesar ke AS

3. Rusia gagal bayar utang pada 1998

Pada 1998, Rusia dan Bank Sentral Rusia (CBR) mengalami mendevaluasi mata uang, dan gagal bayar cadangan utang besar-besaran.

Setelah 6 tahun reformasi dan berlangsung upaya stabilisasi ekonomi, CBR mencatat pertumbuhan positif Rusia sejak jatuhnya Uni Soviet.

Namun, Rusia terpaksa gagal bayar utang setelah CBR mempertahankan rubel di pasar modal, kehilangan 5 miliar dollar AS (Rp 71,3 triliun) dalam cadangan devisanya.

Disebutkan pasar saham terpaksa ditutup selama 35 menit karena saham jatuh pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya di Rusia.

Efek internasional dari krisis keuangan itu kemudian dikenal sebagai "Flu Rusia", tersebar luas dan mempengaruhi pasar di AS, negara-negara Asia, Baltik serta Eropa.

Setelahnya, Bank Dunia mengungkap bahwa pinjaman senilai 5 miliar dollar AS (Rp 71,3 triliun), yang disediakan oleh Bank Dunia dan IMF, dicuri pada malam krisis keuangan Rusia.

Disebutkan bahwa menarik hal positif dari kehancuran ekonomi Rusia itu sulit. Apa yang dipetik Eropa dari krisis Rusia adalah bagaimana mengelola pengaruh buruk keuangan, sebuah pelajaran yang akan terbukti sangat berharga di masa depan.

Baca juga: Terancam Gagal Bayar, AS Rupanya Utang ke China Rp 15.256 Triliun

4. Islandia gagal bayar utang pada 2008

Islandia pada 2008, yang memiliki populasi sekitar 320.000 mengalami salah satu krisis keuangan terbesar dalam sejarah dunia.

Negara bagian Nordik itu gagal bayar utang lebih dari 85 miliar dollar AS (Rp 1.212 triliun) setelah tiga bank terbesarnya, yaitu Glitnir, Kaupthing, dan Landsbanki, bangkrut bergiliran karena kesulitan untuk melunasi utang jangka pendek.

Kondisi gagal bayar utang itu menyebabkan pemerintah mengundurkan diri, mengorbankan tabungan lebih dari 50.000 deposan dan ekonomi internasional menjadi tidak stabil.

Kebangkrutan Islandia telah dikaitkan dengan segala hal, mulai dari prinsip neoliberal dan bankir yang sembrono hingga regulasi sektor keuangan yang tidak memadai.

Terlepas dari itu semua, disebutkan bahwa lingkungan keuangan yang diciptakan memungkinkan bank swasta tumbuh begitu cepat dengan mengumpulkan lebih banyak utang dari pada yang bisa mereka tangani.

Alih-alih menyelamatkan bank menggunakan dana pembayar pajak, seperti yang dilakukan AS pada 1840, Islandia memilih untuk memotong kakayaan deposan.

Ekonom seperti Joseph Stiglitz mengatakan bahwa membiarkan bank menerima pukulan adalah pilihan yang tepat. Hipotesis ini terbukti benar pada 2013 karena PDB Islandia tumbuh sebesar 3 persen.

Baca juga: AS Terancam Gagal Bayar Utang, Menkeu Minta Bantuan Perusahaan Besar

5. Yunani gagal bayar utang pada 2012

Yunani mengadopsi euro pada 2001, tetapi ekonomi berada dalam kondisi yang bermasalah.

Antara 1997 dan 2007, upah untuk pegawai sektor publik naik 50 persen dan pemerintah mengeluarkan utang besar untuk mendanai Olimpiade Athena 2004, yang menelan biaya 9 miliar euro (Rp 148,9 triliun), menurut Bloomberg Businessweek.

Pada 2012, Yunani mengalami restrukturisasi utang negara terbesar dalam sejarah. Sebelumnya pada 2001, dipegang oleh Argentina yang memegang rekor krisis keuangan sehingga gagal bayar utang dengan nilai sebesar 94 miliar dollar AS (Rp 1,341 triliun).

Kondisi gagal bayar utang di Yunani terjadi setelah 2 tahun mengalami kesulitan ekonomi, dipengaruhi oleh resesi global pada 2008, dan tingkat utang terhadap PDB yang tinggi.

Yunani hanya mewakili 2,5 persen dari ekonomi UE, sehingga krisis negara tersebut hanya menimbulkan sedikit ancaman bagi stabilitas keuangan Eropa.

Namun demikian, negara ini tetap memberikan konsekuensi internasional karena menghalangi pertumbuhan ekonomi jangka pendek di seluruh benua dan membuat euro tetap lemah terhadap dolar AS.

Pada Maret 2012, kesepakatan terjadi antara Yunani dan pemegang obligasi pemerintah.

Dengan enggan, pemegang obligasi setuju untuk menukarkan obligasi lama mereka dengan obligasi yang jatuh temponya lebih lama, dan setengah dari nilai aslinya.

Kesepakatan obligasi itu memungkinkan Yunani untuk memotong bagian yang cukup besar dari utang negara 350 miliar euro (Rp 5.790 triliun), tapi itu belum membebaskannya dari kondisi gagal bayar utang.

Para menteri keuangan UE telah memberi waktu kepada Yunani hingga 2016 untuk mengurangi defisitnya, suatu kondisi yang disepakati ketika pinjaman bailout pertama kali dikeluarkan.

Baca juga: AS Terancam Tak Bisa Bayar Utang Rp 400.000 Triliun, Bahaya Besar Mengintai

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Internasional
Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Internasional
Genosida Armenia, Apa Itu?

Genosida Armenia, Apa Itu?

Internasional
Mengapa Persia Berubah Nama Menjadi Iran

Mengapa Persia Berubah Nama Menjadi Iran

Internasional
Sejarah Panjang Hubungan Korea Utara dan Iran

Sejarah Panjang Hubungan Korea Utara dan Iran

Internasional
Mengapa Ukraina Ingin Bergabung dengan Uni Eropa?

Mengapa Ukraina Ingin Bergabung dengan Uni Eropa?

Internasional
Siapa Kelompok-kelompok Pro-Israel di AS?

Siapa Kelompok-kelompok Pro-Israel di AS?

Internasional
Mengenal Kelompok-kelompok Pro-Palestina di AS

Mengenal Kelompok-kelompok Pro-Palestina di AS

Internasional
Secara Ekonomi, Cukup Kuatkah Iran Menghadapi Perang dengan Israel?

Secara Ekonomi, Cukup Kuatkah Iran Menghadapi Perang dengan Israel?

Internasional
Mengapa Israel Menyerang Kota Isfahan di Iran?

Mengapa Israel Menyerang Kota Isfahan di Iran?

Internasional
Apa Status Palestina di PBB?

Apa Status Palestina di PBB?

Internasional
Alasan Mogok Kerja Para Dokter di Kenya

Alasan Mogok Kerja Para Dokter di Kenya

Internasional
Posisi Yordania Terjepit Setelah Ikut Tembak Jatuh Rudal Iran

Posisi Yordania Terjepit Setelah Ikut Tembak Jatuh Rudal Iran

Internasional
Asia Tenggara Jadi Tujuan Utama Perdagangan Sampah Impor Ilegal

Asia Tenggara Jadi Tujuan Utama Perdagangan Sampah Impor Ilegal

Internasional
Junta Myanmar Dituding Pakai Warga Rohingya sebagai “Perisai Manusia”

Junta Myanmar Dituding Pakai Warga Rohingya sebagai “Perisai Manusia”

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com