Sikap agresifnya selama karier militer dan politiknya, sementara itu, mengamankan kepercayaan publik atas kemampuannya membuat konsesi tanpa mengorbankan keamanan negara.
Pada Februari 1992, dalam pemungutan suara nasional oleh anggota Partai Buruh, Dia mendapatkan kembali kepemimpinan partai dari Shimon Peres.
Rabin lalu memimpin partai tersebut menuju kemenangan dalam pemilihan umum Juni 1992.
Dia segera membentuk pemerintahan dengan mandat untuk mengejar perdamaian. Agenda ini menjadi salah satu kuncinya dalam pemilu yang memutar suara berpihak mendukung Partai Buruh.
Begitu menjabat, ia langsung fokus pada prospek kesepakatan damai dengan Palestina, sebagai prioritas utamanya.
Meskipun negosiasi rahasia antara Israel dan Palestina di Washington gagal, pada akhir tahun 1992 dan awal 1993 negosiasi lebih lanjut mendapatkan momentum di Oslo.
Pada 20 Agustus 1993, penandatanganan Kesepakatan Oslo akhirnya terjadi di Norwegia.
Baca juga: Perjanjian Oslo: Jejak Upaya Damai Atas Konflik Israel dan Palestina yang Terus Dilanggar
Pada 13 September 1993, Deklarasi Prinsip Israel-Palestina yang bersejarah ditandatangani di Gedung Putih di Washington DC. Ini dikenal sebagai Perjanjian Oslo-A, serta "Gaza Jericho First."
Deklarasi tersebut menjamin pemerintahan sendiri Palestina di wilayah tersebut, untuk jangka waktu lima tahun.
Pada fase pertama, Israel akan menarik diri dari Jalur Gaza dan kota Jericho, dan kemudian akan meninggalkan daerah yang telah disepakati di Tepi Barat, dan Palestina akan mengadakan pemilihan.
Perjanjian Gaza-Jericho, yang memberikan otonomi Palestina di Gaza dan Jericho,
ditandatangani pada 4 Mei 1994. IDF akan mengevakuasi daerah yang disepakati.
Pertemuan tripartit di Washington antara Yitzhak Rabin, Raja Husain dari Yordania, dan Presiden AS Bill Clinton, di Washington pada 25 Juli 1994, menghasilkan Deklarasi Washington.
Deklarasi ini menandai berakhirnya permusuhan antara Israel dan Yordania. Penandatanganan perjanjian perdamaian komprehensif antara kedua negara dilakukan pada 12 Oktober 1994, di perbatasan Arava.
Pada 10 Desember 1994, Hadiah Nobel Perdamaian dianugerahkan kepada Yitzhak Rabin, Shimon Peres,dan Yasser Arafat.
Penandatanganan Perjanjian Oslo-B oleh Israel dan Front Pembebasan Palestina di Washington pada September 1995. Ini memperluas wilayah Tepi Barat di bawah kendali Otoritas Palestina yang baru.
Kesepakatan itu sangat memecah citranya di masyarakat Israel. Beberapa melihat langkah itu sebagai tindakan pahlawan untuk memajukan tujuan perdamaian.
Lainnya melihat Rabin sebagai pengkhianat, karena memberikan tanah yang mereka anggap sebagai hak milik Israel.
Baca juga: Kronologi Bentrok Israel dan Palestina di Masjid Al-Aqsa, Terparah sejak 2017
Pada November 1995, penutupan aksi damai di Lapangan Raja Israel di Tel Aviv dihadiri oleh puluhan ribu.
Rabin ditembak saat akan meninggalkan perayaan itu.
Pelakunya adalah Yigal Amir, seorang aktivis sayap kanan yang dengan keras menentang penandatanganan Kesepakatan Oslo oleh Rabin.
Empat ribu pejabat diundang dalam pemakamannya. Rabin diistilahkan sebagai "martir untuk perdamaian," dan dipuji oleh para pemimpin dunia, termasuk orang Arab.
Karena dia, bangsa Arab lainnya berjanji bahwa upaya untuk mengakhiri pertumpahan darah karena alasan agama dan etnis di Timur Tengah, akan terus berlanjut, meskipun perdana menteri Israel telah dibunuh.
Hosni Mubarak dari Mesir dan Raja Hussein dari Yordania juga memberikan penghormatan, kepada orang yang memimpin pasukan Israel dalam Perang Timur Tengah 1967, dan kemudian mencari perdamaian abadi dengan orang-orang Arab tersebut.
"Anda hidup sebagai tentara, Anda mati sebagai tentara perdamaian," kata pemimpin Yordania itu. Mubarak menyebut Rabin sebagai "pahlawan yang tumbang untuk perdamaian".
Kata-kata terakhir Rabin untuk mereka yang mengabdi pada perdamaian adalah warisannya.
Berbicara kepada mereka yang berkumpul di rapat umum perdamaian tidak lama sebelum dia dibunuh, perdana menteri berkata: "Kedamaian adalah pintu terbuka untuk kemajuan ekonomi dan sosial. Kedamaian tidak hanya dalam doa tetapi juga keinginan sejati orang-orang Yahudi.”
“Ada musuh dalam proses perdamaian, dan mereka mencoba menyakiti kami untuk menghancurkannya (proses perdamaian). Saya ingin mengatakan kami telah menemukan mitra dalam perdamaian di antara orang-orang Palestina. Tanpa mitra untuk perdamaian, perdamaian tidak akan ada."
Baca juga: Ini Penyebab Bentrok Israel dan Palestina di Masjid Al-Aqsa
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.