Meski dokter tersebut melakukan pernapasan buatan selama 45 menit, Stevens tewas karena sesak napas akibat mengirup asap. Mayatnya kemudian diserahkan kepada AS.
Seorang diri
Fahd Al-Bakoush, aktivis muda yang mengambil video tersebut, mengatakan ia melihat duta besar "menggerakkan bibirnya, matanya bergerak, dan badannya menghitam karena asap."
Bakoush memberi tahu Reuters bahwa penyerbuan ke kedutaan terjadi tak lama setelah beberapa penjaga Libya yang bersenjata di pintu masuk menolak permintaan pemrotes untuk masuk ke dalam kompleks dan menurunkan bendera AS.
Ia mengatakan bahwa kekerasan terjadi setelah tembakan—yang diluncurkan dari kompleks tersebut untuk menakut-nakuti para demonstran itu—mengompori pemrotes yang marah di luar, menyebabkan kelompok garis keras di dalam kerumunan melemparkan granat buatan tangan dan granat roket.
Tak lama kemudian, hampir 100 demonstran merangsek ke dalam kompleks yang luas, hampir tanpa perlawanan dari petugas keamanan. Mereka bebas memasuki kompleks di daerah Al-Hawari yang mewah.
Bakoush mengatakan, ia baru sadar esok harinya bahwa yang mereka temukan adalah duta besar, dan terkejut karena ia dibiarkan seorang diri di dalam vila tersebut tanpa penjagaan seorang pun.
"Saya tidak menyangka Duta Besar akan sendirian, dan saya pikir Duta Besar akan menjadi orang pertama yang melarikan diri," ujarnya.
Al Qaeda di Semenanjung Arab mengatakan dalam pernyataan bahwa serangan pada hari Selasa tersebut sebagian dipicu oleh kematian Abu Yahya al-Libi, pemimpin Al Qaeda Libya di Pakistan yang tewas karena serangan AS.
Juru bicara Presiden AS Barack Obama mengatakan pada minggu lalu bahwa para pejabat pemerintah tidak memiliki bukti bahwa serangan itu telah direncanakan sebelumnya, sebuah pernyataan yang menambah kebingungan atas insiden tersebut. Tak lama setelah serangan tersebut, para pejabat AS yang minta dirahasiakan namanya dikutip secara luas menyampaikan bahwa mereka yakin serangan itu telah direncanakan dan diorganisasikan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.