Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sentimen Sektarian Mengancam Demokrasi

Kompas.com - 18/06/2012, 19:04 WIB
Wisnu Dewabrata

Penulis

Ribuan warga Rohingya lain yang ketakutan, kebanyakan perempuan dan anak-anak, melarikan diri ke Banglades dengan menumpang perahu menyeberangi Sungai Naf.

Namun mereka diusir kembali ke Myanmar oleh pemerintah Banglades. Dhaka berkilah, mereka tidak mau ketempatan lantaran kemampuan mereka pun terbatas.

Langkah itu dikecam sejumlah organisasi kemanusiaan dunia seperti Human Right Watch (HRW) dan Perserikatan Bangsa Bangsa.

Terlepas dari semua itu, kerusuhan berdarah diyakini tidak perlu sampai terjadi dan menyulut sentimen ras dan agama, yang memang sejak lama sudah menjadi "api dalam sekam".

Kekacauan tak perlu terjadi, kalau saja aparat kepolisian Myanmar bekerja cepat menangkap tiga kriminal pelaku pemerkosaan dan pembunuhan atas seorang perempuan lokal pada Mei lalu. Peristiwa kriminal itulah yang diyakini menjadi akar persoalan.

Polisi baru berhasil menangkap ketiga pelaku, yang kebetulan berasal dari warga Muslim Rohingya, setelah jatuh korban jiwa tak perlu. Sebanyak 10 orang warga Muslim Rohingya tewas dihakimi ratusan massa warga Buddhis, yang marah dan mencegat sebuah bus yang tengah melaju ke Yangon di Distrik Taungup.

Warga yang marah merasa yakin, tiga pelaku pembunuhan dan perkosaan ada di antara kesepuluh orang tersebut. Ditambah lagi mereka tepicu selebaran gelap, berisi sentimen dilatari peristiwa kriminal tadi. Tak terelakkan, kerusuhan berlanjut dan merambat ke mana-mana.

Kedua kubu saling serang dan saling menyalahkan satu sama lain, sebagai pemicu masalah.

Presiden Thein Sein menerapkan status darurat di Rakhine. Sayang langkah itu dinilai banyak kalangan justru bakal memicu persoalan baru. Status darurat hanya memberi jalan bagi militer untuk turun tangan. Padahal dari rekam jejak mereka, militer justru menjadi sumber persoalan terutama di masa lalu.

Setelah relatif tak berkomentar banyak, pejuang demokrasi Myanmar, Aung San Suu Kyi, dari Eropa mengingatkan langkah penyelesaian politis dan penegakan hukum adalah satu-satunya cara menyelesaikan masalah secara permanen.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com