Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Krisis Eropa dan Kita

Kompas.com - 01/06/2012, 02:03 WIB

Penurunan tingkat bunga dan tersedianya dana pinjaman dari negara anggota zona euro lain setelah adanya integrasi pasar keuangan telah mendorong ekspansi kredit besar-besaran di negara yang tengah menghadapi krisis. Bank-bank Jerman membiayai ekspansi kredit di Spanyol, sedangkan Perancis membelanjai ekspansi kredit di Yunani. Ekspansi kredit di Irlandia, Portugal, Yunani, dan Spanyol terutama untuk membelanjai kredit konsumsi dan pembangunan di sektor non-traded yang kurang produktif.

Sektor non-traded menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa yang hanya di konsumsi di pasar lokal dan tak diekspor ataupun diimpor. Sektor non-traded termasuk real estat dan jasa-jasa pemerintahan. Krisis perbankan terjadi karena terlalu banyak real estat didirikan. Karena kesulitan likuiditas, Mei 2012 Pemerintah Spanyol menginjeksikan modal 19 miliar euro pada Bankia sehingga menguasai 90 persen dari modal. Bankia, hasil merger tujuh bank tabungan dan pembangunan perumahan, adalah bank kedua terbesar Spanyol dalam pengumpulan deposito.

Untuk menyediakan bantuan likuiditas sementara kepada negara-negara anggota yang mengalami krisis, pada 2010 UE mendirikan European Financial Stability Facility (EFSF) dengan modal ?440 miliar euro. Mulai 1 Juli 2012, EFSF akan digantikan oleh European Stability Mechanism (ESM) yang bersifat permanen dengan modal ?500 miliar euro. Namun, EFSF dan ESM tak didesain untuk membelanjai penarikan deposito dari perbankan (bank runs) dan dananya pun tak mencukupi untuk memenuhi keperluan pembiayaan krisis di negara besar, seperti Spanyol dan Italia. Sementara ECB memberikan pinjaman lunak berjangka tiga tahun kepada bank sentral negara-negara anggota. Bank sentral negara anggota yang mengalami krisis menggunakan sebagian dana itu untuk membeli obligasi negaranya.

Sebagian lain dari kredit likuiditas ECB digunakan untuk mengatasi likuiditas perbankan yang terus-menerus mengalami erosi karena para pemilik simpanan mulai menarik simpanannya dari bank-bank di negara-negara yang mengalami krisis dan memindahkannya ke bank negara kaya (seperti Jerman) atau disimpan di safety deposits. Obligasi pun sudah dipindahkan dari negara-negara yang mengalami krisis ke negara-negara yang dianggap aman, termasuk AS, Inggris, dan Jerman. Perpindahan dana antarnegara itu telah meningkatkan harga obligasi dan menurunkan tingkat suku bunga di negara-negara yang dianggap aman dan melemahkan nilai tukar euro terhadap dollar AS.

Ketidakpastian ekonomi-politik di Yunani telah membuat kian besarnya spekulasi akan keluarnya negara itu dari zona euro, meninggalkan euro dan kembali ke drachma. Dengan kembali menggunakan drachma, Yunani akan dapat menggunakan devaluasi sebagai instrumen kebijakan untuk meningkatkan daya saing perekonomiannya di pasar dunia.

Dalam jangka pendek, keluarnya Yunani dari zona euro (Grexit) akan menimbulkan masalah bagi perekonomian Yunani sendiri ataupun kreditor di lingkungan zona euro. Nilai aktiva ataupun pasiva perbankan, dunia usaha, dan sektor negara perlu diredenominasikan ke mata uang baru, drachma. Demikian juga kontrak antar-sesama pelaku ekonomi ataupun penetapan tingkat upah dan harga yang berlaku di dalam negeri. Kreditor yang memberikan pinjaman ke Pemerintah Yunani akan mengalami kerugian dari hair cut utang negara.

Tingkat bunga di negara-negara krisis meningkat tajam dan harga obligasi negara merosot drastis, sementara nilai tukar euro terhadap dollar AS kian melemah. Proses penyesuaian ini akan menimbulkan resesi lebih dalam, kebangkrutan dunia usaha, pengangguran, inflasi, dan utang luar negeri melambung tinggi, terutama di Yunani. Resesi akan kian dalam karena keluar dari zona euro sama saja menutup akses ke pasar bersama Eropa.

Belajar dari krisis Asia 1997 (Thailand, Malaysia, Indonesia, Korsel) ataupun Rusia dan Argentina, krisis Eropa akan dapat diatasi 1-3 tahun. Devaluasi drachma akan memacu peningkatan ekspor dan mengubah sebagian sektor non-traded yang kurang efisien ke traded yang lebih efisien.

Asalkan penularan krisis Yunani ke negara anggota zona euro lain dapat dikendalikan, keluarnya Yunani dari EMU tak akan banyak menimbulkan masalah pada perekonomian zona euro secara keseluruhan. Salah satu pengaman, tersedianya pembelanjaan penanganan krisis, seperti ESM, untuk mencegah perluasan krisis. Pada 2011, PDB Yunani hanya 2,3 persen dari total PDB zona euro. Karena eratnya hubungan ekonomi Yunani dan negara-negara itu, krisis Yunani dapat menular cepat ke Siprus, Spanyol, dan Perancis.

Pengaruh pada Indonesia

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com