Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belahan Jiwa Wartawan Tiga Zaman

Kompas.com - 22/05/2011, 04:04 WIB

Sebagaimana judulnya, buku ini merupakan coretan rekaman berbagai hal. Ajip Rosidi, kakak Mang Ayat (meninggal 18 Februari 2006), sengaja menyajikan memoar ini persis seperti yang tertulis. Demi keotentikan dokumen, tulisan asli tanpa editan tetap dipertahankan, walaupun berpotensi membuat beberapa pihak kurang berkenan.

Salah satu tulisan yang menarik adalah cerita ketika Ayat mendapat tugas rahasia, konon dari R1. Ia diminta untuk menemukan sebuah tempat di Trowulan, di mana disebut-sebut dalam Kitab Negarakertagama karya Mpu Prapanca (1365) sebagai tempat Mahapatih Gajah Mada mengucap Sumpah Palapa. Konon pula, R1 itu ingin menginap di wilayah Jawa Timur, namun gurunya berpesan bahwa R1 baru boleh menginap jika sudah dipastikan di mana Gajah Mada mengucapkan sumpah saktinya.

Ayat melaksanakan tugas tersebut, tapi kembali dengan tangan hampa. Padahal, ia sampai harus meminjam foto udara wilayah Trowulan untuk membandingkan uraian Prapanca mengenai ibu kota Majapahit dengan Trowulan dan foto udara. Akibatnya, menurut Ayat, hingga R1 itu lengser, beliau tak berani bermalam di wilayah Jawa Timur. Sering kali terlintas dalam benaknya, apakah lengsernya R1 itu ada kaitannya dengan kegagalan dirinya menemukan Wisma Panangkilan, tempat Gajah Mada mengucap sumpah. (RPS/Litbang Kompas)

***

Dinamika Keagamaan di Manado

• Judul: Kota Seribu Gereja: Dinamika Keagamaan dan Penggunaan Ruang di Kota Manado 
• Penulis: Ilham Daeng Makkelo 
• Penerbit: Ombak, 2010 
• Tebal: xxxiv + 223 halaman 
• ISBN: 978-602-8335-56-0

Manado adalah kota yang memiliki hubungan yang khas dengan agama Kristen. Gedung gereja banyak dijumpai nyaris di semua jalan utama maupun pelosok kota. Publikasi ini sendiri mencoba menyoroti dinamika keagamaan di Manado, dengan mengungkap perubahan sosial dan penggunaan ruang keagamaan di era 1919-1972.

Masa kolonial menjadi gerbang utama dan pusat penyebaran agama Kristen. Dinamika keagamaan ditandai oleh sibuknya usaha pengkristenan orang-orang Minahasa. Agama Kristen terlembaga dalam ”Gereja Negara” yang pengelolaannya dikontrol oleh pemerintah sehingga tidak bebas mengembangkan simbol-simbol agama.

Lain lagi dengan dinamika keagamaan pascakolonial. Meningkatnya aktivitas keagamaan mendorong semaraknya pendirian rumah ibadah dan fasilitas keagamaan untuk menggantikan simbol kolonial. Atribut kolonial diganti dengan simbol agama atau lokal, terutama bangunan gereja. Fungsi gereja juga menjadi ajang aktivitas sosial atau tempat pertemuan.

Maraknya bangunan gereja terjadi antara lain karena denominasi dalam Kristen berkembang pesat seiring dengan masuknya pekabar Injil dari berbagai aliran. Selain itu, pola penyebarannya yang tumbuh seiring dengan perluasan misi pendidikan dan kesehatan, seperti yang dilakukan Gereja Masehi Injili Minahasa atau GMIM pada 1966. (YOG/Litbang Kompas)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com