Sebelum kesediaan berunding itu dinyatakan, sejumlah helikopter tempur PBB dan Perancis turut membakar pangkalan militer kubu Gbagbo. Ini adalah buntut dari kisruh politik setelah Gbagbo melawan tekanan internasional untuk menyerahkan jabatan presiden setelah hasil pemilu November 2010 keluar.
Pemilu itu dimenangi Ouattara. Lebih dari 1.500 orang tewas sejak krisis politik merebak. Jumlah korban sebenarnya kemungkinan jauh lebih besar. Gbagbo menolak hasil pemilu dengan mengatakan ada kecurangan dan menuduh PBB berat sebelah terhadap Ouattara.
Aksi baku tembak terdengar mulai Senin lalu sampai Selasa pagi dari arah istana di ibu kota niaga Abijan. Ini merupakan pertempuran paling sengit sejak tentara pendukung Ouattara memasuki kota itu lima hari lalu.
Bunyi tembakan dan ledakan juga terdengar di dekat kediaman resmi Gbagbo di kawasan Cocody, Selasa dini hari. Hal serupa terjadi di Adjame, lokasi pangkalan militer terbesar Gbagbo.
”Kami melewatkan sepanjang malam dengan posisi tiarap di lantai rumah dengan tangan menutupi telinga karena bunyi bising,” kata Jacques Djoble, warga Cocody.
Pasukan penjaga perdamaian PBB di Pantai Gading, yang didukung militer Perancis, turut menyerang markas persenjataan Gbagbo dengan serangan helikopter tempur. Serangan-serangan berpusat di pangkalan-pangkalan militer di Adjame. ”Sasaran lain adalah lokasi peluncuran roket di dekat kediaman Gbagbo di Cocody,” kata Kepala Pasukan Penjaga Perdamaian PBB Alain Le Roy.
Seorang jubir pemerintahan Ouattara, Senin, mengatakan, pasukannya—yang berada di kota itu sejak Kamis pekan lalu—telah menguasai kediaman Gbagbo.
Setelah pertempuran sengit itu, pasukan Gbagbo diberitakan kalah telak. Keluarga Gbagbo tersudut di bungker di bawah rumahnya. Setelah itu tak ada lagi perlawanan dari pasukannya.