Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Koin Sastra untuk PDS HB Jassin!!

Kompas.com - 21/03/2011, 14:06 WIB

Saya berkemas. Hajat hari ini adalah bertandang ke PDS HB Jassin, mengajak teman-teman sejawat untuk berbincang tentang Gerakan #koinsastra di TIM. Saya pun mengirim pesan pendek ke beberapa teman. Gayung bersambut, semuanya menjawab pesan pendek yang saya kirim.

Ketika jarum jam sudah bertengger di angka 08:30, saya pun bergegas ke Jln. Taman Margasatwa. Rencananya mau naik taksi (karena ingin tiba di TIM sebelum pukul 10:00), tapi ketika sebuah bus KOPAJA melintas dengan aksi pengamen di sela penumpang yang berdesakan, saya pun membatalkan niat mencegat taksi. Dan, sebuah ide "aneh" menyesaki benak saya. Ketika bus KOPAJA berikutnya tiba di hadapan saya, buru-buru saya melompat naik. Dan....

"Mohon maaf penumpang yang budiman, supir dan kenek yang baik hati, karena saya pastilah akan menyita waktu dan kenyamanan Anda dalam perjalanan ini. Oh ya, belakangan ini kita akrab dengan dunia perbukuan. Setiap hari media mengabarkan buku, yakni bom buku."

Saya berhenti sejenak, menelan ludah. Mencoba membaca apa yang kira-kira berkelindan di benak para penumpang.

"Akan tetapi, ada kabar lain yang jauh lebih mematikan ketimbang bom buku. Kabar itu adalah ancaman ditutupnya PDS HB Jassin karena kekurangan dana operasional. Saya yakin, kita semua peduli pada peradaban bangsa. Saya juga yakin, kita semua peduli pada generasi setelah kita. Dan, jika PDS HB Jassin ditutup hanya karena alasan tak masuk akal, kekurangan dana, maka generasi mendatanglah yang akan menderita akibatnya."

Perlahan berpasang-pasang mata terpusat ke wajah saya. Ternyata begini rasanya dulu ketika Imam Ma'arif bertualang di Jakarta, mengamen baca puisi di bus kota. Dan, dengan irama khas "appitoto Turatea", saya pun membaca puisi "Suatu Malam Ketika Aku Merindumu".  Sesudahnya, mengalir air mata saya ketika banyak penumpang bertepuk tangan. Maka, saya hadiahkan puisi kedua, "Tuhan Punya Musuh". Kemudiaan, seusai dua puisi saya bacakan, saya pun mengedarkan topi yang saya kenakan ke setiap penumpang. Ada yang menyumbang Rp 20.000, ada yang Rp 10.000, ada yang Rp 1.000, ada yang Rp 500. Ada yang pura-pura tidur, ada juga yang melambaikan tangan dengan senyum di bibirnya. Bus pertama saya meraup Rp 87.500. Lalu, saya turun. Pindah ke bus kedua mengulang proses yang sama, lantas berpindah lagi ke bus ketiga untuk mengamen baca puisi lagi.

Keringatan, bahagia, gemetaran: setelah menghitung hasil ngamen sebesar Rp 215.500.

19 Maret 2011, 10.35

Saya takut terlambat, tapi setiba di PDS, suasana masih sepi. Saya pun beranjak ke Rumah Makan Nikmat di TIM. Memesan es teh manis sambil memuaskan mulut dan hidung saya dengan asap rokok. Tak lama berselang, datanglah Mas Gemi Mohawk. Lalu disusul Shinta Miranda dan Agustinus Abraham De Fretes. Disusul lagi oleh kedatangan Mas Imam Ma'arif. Selanjutnya adalah Pringadi Abdi Surya. Dan akhirnya ditutup oleh kehadiran Bamby Cahyadi.

Kami bersepakat untuk membentuk Tim Kecil Jakarta untuk Gerakan #koinsastra Peduli PDS HB Jassin, menyusun langkah yang hendak dilakukan, merancang berbagai strategi pengumpulan dana dan penyebaran informasi, dan menentukan koordinator Jakarta yang dipercayakan ke pundak saya. 19 Maret 2011, 18.02

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com