Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bencana Intelijen Pembawa Hikmah

Kompas.com - 20/12/2010, 16:27 WIB

Oleh Simon Saragih

"Tidak ada kejutan. Isi kawat-kawat diplomatik itu hanya mengukuhkan opini yang sudah kita tahu sejak lama," demikian kata pengamat politik Bara Hasibuan soal bocornya sekitar 250.000 kabel para diplomat Amerika Serikat lewat WikiLeaks. Opini yang dimaksud adalah AS memang seperti itu, bergaya ala "Rambo", juga menekan, mengancam, atau mengintimidasi pihak-pihak yang tak mudah tunduk.

Meski demikian, bocoran dokumen itu tetaplah sebuah bencana terbesar sepanjang abad yang mungkin tidak akan pernah terulang lagi. Sampai-sampai mantan Kepala Badan Intelijen Negara AM Hendropriyono sendiri pun heran, bagaimana AS, sang adidaya teknologi, bisa kebobolan.

Mengapa bocor? Perdana Menteri Rusia Vladimir Putin berbicara berdasarkan kajian para intelijen. "Ada pihak-pihak dari politisi yang sengaja melakukan itu demi kepentingan politiknya," kata Putin soal bencana intelijen tersebut.

Ada juga pihak di AS, Glenn Beck, seorang komentator politik AS, yang berani menyebutkan George Soros, si pemilik lembaga Open Society Institue pendamba keterbukaan, di balik sepak terjang WikiLeaks.

Di media-media AS, seorang mantan tentara AS yang pernah bertugas di Irak, analis intelijen Angkatan Darat AS, Bradley Manning, dituduh sebagai pembocor dokumen itu. Juga ada pernyataan bahwa hal tersebut juga didukung para kampiun teknologi informasi yang bisa meretas situs-situs rahasia AS, yang dianggap rawan, karena ditangani terlalu banyak orang dan lembaga.

Presiden AS George W Bush pun langsung chatting di Facebook soal bocoran itu. Sarah Palin, capres AS dari Republik yang dikalahkan Obama pada pemilu 2008 lalu, pun mengambil kesempatan. "Pemerintah kita tidak bisa diandalkan untuk melindungi dokumen-dokumen rahasia," katanya.

Banyak Hikmah

Apa pun di balik semua itu, sebenarnya dunia sangat beruntung dengan durian runtuh dari bocoran kawat-kawat itu. Bencana bagi AS, tetapi bak durian runtuh bagi dunia, termasuk Indonesia. Secara tak sadar, kita mendapatkan janji penuh dari Presiden Barack Obama, yang berjanji melakukan perubahan, dengan menangani "the corrupt White House", sebuah janji kampanyenya menjelang pemilu.

Obama memang mengecam keras WikiLeaks, tetapi esensi dari kampanyenya telah terpenuhi, membongkar cara-cara pemerintahan AS yang tidak dialogis, menekan, korup, dan bersekutu dengan Wall Sreet.

Dengan bocoran WikiLeaks, kita seperti disuguhi tontonan, misalnya bagaimana AS dan Uni Eropa (UE) memaksa 115 negara berkembang meneken kesepakatan untuk mengurangi emisi, sementara AS dan UE mencampakkan Protokol Kyoto, yang mewajibkan negara-negara maju mengurangi emisi. Padahal, di sisi lain, 70 persen lebih dari total emisi global diciptakan di negara-negara maju.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com