Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan-jalan ke Kampung Orang Arab

Kompas.com - 14/12/2010, 10:44 WIB
Ni Luh Made Pertiwi F

Penulis

Bandingkan dengan kondisi sekarang, yang walau sudah mengunakan pengeras suara pun adzan terdengar sayup-sayup. Kalah bersaing dengan polusi suara dari kendaraan Ibu Kota. Jika beruntung, Anda bisa naik ke menara tersebut dan melihat pemandangan kota Jakarta.

Keunikan lain dari masjid ini adalah 33 tiang yang terdapat di ruangan shalat sebagai simbol wirid setelah shalat lima waktu. Anda juga bisa menemukan makam Syarifah Fatmah binti Husein Alaydrus yang mendapat julukan "Jide" atau nenek kecil. Banyak orang datang khusus untuk berziarah ke makam tersebut. Di bagian mihrab masjid terdapat mimbar berukir dari kayu yang merupakan hadiah dari Sultan Pontianak pada abad ke-18.

Jembatan Kambing

Jembatan sempit ini membelah Kali Angke. Namanya terdengar aneh, tapi nama ini merupakan pemberian warga setempat sejak zaman dulu. Menurut cerita, kambing-kambing yang akan dikurbankan atau dibawa ke tempat penjagalan akan melewati jembatan ini terlebih dahulu. Anda bisa menemukan sebuah jalan bernama Jalan Pejagalan yang berada di dekat Pekojan. Sampai saat ini di samping kali masih terdapat pedagang yang berjualan kambing.

Masjid Langgar Tinggi

Jika berjalan sedikit dari Jembatan Kambing dengan menyusuri tepi Kali Angke, Anda akan menemukan Masjid Langgar Tinggi. Masjid tua ini terbuat dari kayu dan dibangun tahun 1829. Masjid sederhana dengan bentuk memanjang tersebut berada di lantai dua. Sementara di bawahnya terdapat deretan toko minyak wangi. Menurut Kartum, toko minyak wangi ini sudah ada sejak masa kolonial Belanda. Pada masa itu para jemaah mengambil air wudu dari Kali Angke. Tentu saja saat itu airnya masih jernih.

Pada masa kolonial Belanda, di Pekojan hanya terdapat segelintir orang Tionghoa. Namun, kini mayoritas penghuninya malahan berasal dari etnis Tionghoa. Sebagian besar orang Arab sudah berpindah ke selatan, seperti daerah Tanah Abang dan Kwitang. Beberapa rumah di kawasan ini memang sudah bergaya modern. Tapi, ada pula rumah-rumah yang masih bergaya perpaduan Arab, Betawi, dan kolonial Belanda. Di dekat Masjid An Nawier terdapat deretan rumah-rumah yang masih bergaya Arab dan penghuninya berasal dari etnis Arab.

Salah satu peserta rombongan Komunitas Jelajah Budaya bernama Anna Anita mengaku tahu acara jalan-jalan tersebut dari Kompas.com. "Favorit saya sewaktu di Masjid An Nawier. Sayang tidak bisa naik ke menara," katanya.

Selain ikut dalam rombongan komunitas sejarah, Anda bisa juga berjalan kaki sendiri. Tapi, siapkan fisik Anda karena total perjalanan bisa mencapai 3 kilometer. Pilihan lain adalah dengan menyewa sepeda onthel yang banyak ditemukan di Fatahillah. Para pemilik onthel bisa menjelaskan sejarah tempat-tempat tersebut atau Anda bisa bertanya-tanya ke warga sekitar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com