Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU Kewarganegaraan India Dinilai Diskriminatif, Perpecahan Mengancam

Kompas.com - 13/03/2024, 10:29 WIB
Paramita Amaranggana,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

SENIN (11/3/2024), pemerintah India mengumumkan, Citizenship Amendment Act (CAA) atau undang-undang (UU) kewarganegaraan yang telah telah disahkan tahun 2019 akan segera diimplementasikan. UU Kewarganegaraan itu akan diberlakukan beberapa minggu sebelum India mengadakan pemilihan umum.

Namun UU itu dinilai diskriminatif terhadap orang muslim. CAA mengatur tentang jaminan pemberian status kewarganegaraan kepada para pengungsi dari Afghanistan, Banglades, dan Pakistan yang datang ke India sebelum 31 Desember 2014.

Namun, CAA membatasi jaminannya hanya kepada para pengungsi yang beragama Hindu, Parsis, Sikhs, Buddha, Jainisme, dan Kristen. Pendatang beragama Islam dari tiga negara itu tidak termasuk yang dijamin UU tersebut.

Baca juga: UU Kewarganegaraan Baru India Dinilai Mendiskriminasi Agama Tertentu

UU itu gagal diterapkan tahun 2019 karena kerusuhan yang ditimbulkan usai pengesahannya. Masyarakat melakukan protes besar-besaran di New Delhi. Sepanjang protes, banyak dari mereka terluka hingga tewas.

UU tersebut mengancam nilai sekular yang dipegang India dari awal kemerdekaannya.

Islam merupakan agama kedua terbesar di negara itu, kurang lebih jumlah penganutnya 211,16 juta orang. Umat Islam India khawatir, UU tersebut merupakan awal dari pencatatan warga negara secara nasional yang dapat membuat mereka tidak memiliki kewarganegaraan di negara berpenduduk 1,4 miliar jiwa tersebut. Banyak warga miskin India tidak memiliki dokumen yang membuktikan kewarganegaraan mereka.

Namun Perdana Menteri India, Narendra Modi, membantah skenario itu. Dia mengatakan, umat Islam tidak dilindungi UU baru itu karena mereka memang tidak membutuhkan perlindungan India.

Trauma Sejarah Partisi

Faktor-faktor dominan dalam praktik diskriminasi di India adalah sejarah Partisi India dan hadirnya kaum nasionalis Hindu. Beberapa tahun sebelum Partisi India, partai Kongres Nasional India, di bawah pimpinan Mahatma Gandhi dan Jawaharlal Nehru, mengupayakan kemerdekaan dengan mengorganisir perlawanan sipil dan protes massal melawan penjajahan dari pemerintahan Inggris.

Sementara itu, kelompok politik Liga Muslim India, di bawah pimpinan Muhammad Ali Jinnah, menuntut pembentukan negara terpisah bagi umat Islam.

Sebagai respon, seorang hakim Inggris akhirnya menentukan batas antara India (yang mayoritas Hindu) dan Pakistan (yang mayoritas Muslim, termasuk yang sekarang menjadi Bangladesh). Pembagian itu memicu kerusuhan mematikan, kekerasan komunal yang mengerikan, dan migrasi massal ke Pakistan dari India serta sebaliknya dari Pakistan ke India.

Para korban selamat dari insiden tersebut mengingat kereta yang berlumuran darah membawa pengungsi dari satu negara ke negara lain, kota-kota terbakar habis, dan mayat-mayat yang tergeletak di jalanan. Para sejarawan memperkirakan antara dua ratus ribu hingga dua juta orang tewas dalam tragedi itu.

Baca juga: Ada Apa di Balik Kasus Pemerkosaan yang Tinggi di India?

Setelah insiden Partisi usai dan India resmi merdeka, para pemimpin partai Kongres yang dahulu berjuang pada kemerdekaan India mulai berfokus pada perjuangan kesetaraan agama. Inilah juga yang menjadi cikal bakal ditambahkannya kata “sekuler” pada pembukaan konstitusi India tahun 1976.

Perdana menteri India yang pertama, Jawaharlal Nehru, bahkan berpendapat bahwa nilai sekuler penting untuk membangun komunitas yang damai serta menghindari insiden serupa dengan Partisi terjadi lagi.

Nilai Sekuler Memudar

Nilai-nilai sekuler di India akhirnya mulai mengalami kemunduran tahun 1980-an setelah lahirnya Partai Bharatiya Janata (BJP). Akar dari BJP dapat ditelusuri hingga ke Bharatiya Jana Sangh (BJS) yang didirikan tahun 1951 sebagai sayap politik dari kelompok pro-Hindu Rashtriya Swayamsevak Sangh (RSS) oleh Shyama Prasad Mukherjee. BJS menganjurkan pembangunan kembali India sesuai dengan budaya Hindu dan mendukung pembentukan negara yang kuat dan bersatu.

Tahun 1967, BJS mendapatkan pijakan yang substansial di wilayah berbahasa Hindi di India utara. Sepuluh tahun kemudian, partai tersebut, yang dipimpin Atal Bihari Vajpayee, bergabung dengan tiga partai politik lainnya untuk membentuk Partai Janata dan mengambil alih kendali pemerintahan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Internasional
Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Internasional
Genosida Armenia, Apa Itu?

Genosida Armenia, Apa Itu?

Internasional
Mengapa Persia Berubah Nama Menjadi Iran

Mengapa Persia Berubah Nama Menjadi Iran

Internasional
Sejarah Panjang Hubungan Korea Utara dan Iran

Sejarah Panjang Hubungan Korea Utara dan Iran

Internasional
Mengapa Ukraina Ingin Bergabung dengan Uni Eropa?

Mengapa Ukraina Ingin Bergabung dengan Uni Eropa?

Internasional
Siapa Kelompok-kelompok Pro-Israel di AS?

Siapa Kelompok-kelompok Pro-Israel di AS?

Internasional
Mengenal Kelompok-kelompok Pro-Palestina di AS

Mengenal Kelompok-kelompok Pro-Palestina di AS

Internasional
Secara Ekonomi, Cukup Kuatkah Iran Menghadapi Perang dengan Israel?

Secara Ekonomi, Cukup Kuatkah Iran Menghadapi Perang dengan Israel?

Internasional
Mengapa Israel Menyerang Kota Isfahan di Iran?

Mengapa Israel Menyerang Kota Isfahan di Iran?

Internasional
Apa Status Palestina di PBB?

Apa Status Palestina di PBB?

Internasional
Alasan Mogok Kerja Para Dokter di Kenya

Alasan Mogok Kerja Para Dokter di Kenya

Internasional
Posisi Yordania Terjepit Setelah Ikut Tembak Jatuh Rudal Iran

Posisi Yordania Terjepit Setelah Ikut Tembak Jatuh Rudal Iran

Internasional
Asia Tenggara Jadi Tujuan Utama Perdagangan Sampah Impor Ilegal

Asia Tenggara Jadi Tujuan Utama Perdagangan Sampah Impor Ilegal

Internasional
Junta Myanmar Dituding Pakai Warga Rohingya sebagai “Perisai Manusia”

Junta Myanmar Dituding Pakai Warga Rohingya sebagai “Perisai Manusia”

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com