Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Krisis Dokter Korea Selatan, Ada Apa Sebenarnya?

Kompas.com - 01/03/2024, 06:00 WIB
Paramita Amaranggana,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

RIBUAN dokter muda di Korea Selatan menolak untuk menangani pasien dan melakukan operasi sejak mereka menggelar aksi mogok kerja bersama pada 20 Februari 2024. Hingga Selasa (27/2/2024), sebanyak 8.940 dokter magang dan dokter muda telah meninggalkan tempat kerjanya sebagai bentuk protes.

Hal itu menghambat operasi di berbagai rumah sakit besar serta mengancam kestabilan layanan kesehatan di negara tersebut.

Sebanyak 10.000 dokter bahkan mengajukan pengunduran diri dari ratusan rumah sakit di seluruh penjuru Korea Selatan.

Baca juga: Korea Selatan Minta Para Dokter Kembali Bekerja Paling Lambat Akhir Februari, jika Tidak...

Untuk pertama kalinya, pemerintah Korea Selatan mengeluarkan peringatan level tinggi pada sektor kesehatan masyarakat.

Mogok kerja besar-besaran itu didorong oleh rencana pemerintah untuk meningkatkan kuota penerimaan mahasiswa kedokteran tahunan di Korea Selatan sebanyak 2.000 orang. Saat ini kuotanya hanya 3.058 orang. Jika nanti ditambah, kuotanya menjadi 5.058 orang per tahun.

Rencana penambahan kuota itu dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah dokter di Korea Selatan hingga setidaknya 10.000 dokter pada tahun 2035 guna mengatasi penuaan penduduk yang cepat. Pemerintah memperkirakan bahwa pada tahun 2025, lebih dari seperlima penduduk Korea Selatan akan berusia di atas 64 tahun.

Adapun bidang-bidang yang menjadi fokus utama pemerintah dalam rencana perluasan kuota ini mencakup pediatri, kebidanan, dan perawatan darurat.

Alasan Penolakan

Para dokter yang mogok kerja keberatan terhadap rencana pemerintah meningkatkan kuota mahasiswa kedokteran dengan alasan bahwa sudah cukup banyak dokter di Korea Selatan. Para dokter ini juga menambahkan bahwa perluasan perekrutan justru akan membahayakan kualitas perawatan medis di negara itu.

Para dokter itu memprediksi bahwa dokter yang bersaing dengan lebih banyak orang akan melakukan perawatan yang berlebihan sehingga meningkatkan pengeluaran medis negara.

Selain itu, sama seperti mahasiswa kedokteran saat ini, sebagian besar mahasiswa kedokteran yang direkrut kemungkinan besar juga akan bekerja di profesi yang populer dan berbayaran tinggi seperti bedah plastik dan dermatologi. Hal ini berarti masalah kekurangan dokter di bidang penting tetapi berbayaran rendah seperti pediatri, obstetri, dan departemen gawat darurat akan tetap tidak berubah.

Selain menyampaikan keberatan, para dokter juga menuntut adanya penambahan upah dan pengurangan beban kerja. Para dokter itu mengaku, alasan utama mereka mogok kerja adalah perihal upah dan beban kerja, bukan menentang rencana kuota mahasiswa kedokteran.

Laporan pemerintah Korea Selatan mengatakan, setiap 1.000 orang di negara itu hanya ditangani oleh 2,1 dokter. Angka tersebut masih terhitung rendah dibandingkan dengan rata-rata negara maju yang mencapai 3,7 dokter per 1.000 orang.

Dengan adanya penambahan kuota mahasiswa kedokteran, pemerintah berharap angka ini dapat segera diperbaiki. Namun siapa sangka, rencana itu justru mendorong krisis yang lebih parah.

Baca juga: Demo Dokter Magang di Korea Selatan, Sejumlah Operasi Pasien Ditunda

Dampak

Semenjak berjalannya mogok kerja, beberapa rumah sakit besar terpaksa membatalkan 50 persen jadwal operasi bahkan terpaksa menolak melayani warga yang membutuhkan penanganan medis segera.

Di beberapa rumah sakit besar, jumlah dokter muda mencapai 30 persen sampai dengan 40 persen dari total keseluruhan dokter. Para dokter muda ini juga memegang peranan penting sebagai asisten dokter senior selama operasi serta menangani pasien rawat inap.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Minim Perlindungan, Tahanan di AS yang Jadi Buruh Rawan Kecelakaan Kerja

Minim Perlindungan, Tahanan di AS yang Jadi Buruh Rawan Kecelakaan Kerja

Internasional
Siapa 'Si Lalat' Mohamed Amra, Napi yang Kabur dalam Penyergapan Mobil Penjara di Prancis?

Siapa "Si Lalat" Mohamed Amra, Napi yang Kabur dalam Penyergapan Mobil Penjara di Prancis?

Internasional
Pemungutan Suara di Paris Bikin Pulau Milik Perancis di Pasifik Mencekam, Mengapa?

Pemungutan Suara di Paris Bikin Pulau Milik Perancis di Pasifik Mencekam, Mengapa?

Internasional
Perjalanan Hubungan Rusia-China dari Era Soviet sampai Saat Ini

Perjalanan Hubungan Rusia-China dari Era Soviet sampai Saat Ini

Internasional
Pertemanan Rusia-China Makin Erat di Tengah Tekanan Barat

Pertemanan Rusia-China Makin Erat di Tengah Tekanan Barat

Internasional
Praktik 'Deepfake' di China Marak, Youtuber Asal Ukraina Jadi Korban

Praktik "Deepfake" di China Marak, Youtuber Asal Ukraina Jadi Korban

Internasional
Mengenal Peristiwa Nakba, Hilangnya Tanah Air Palestina

Mengenal Peristiwa Nakba, Hilangnya Tanah Air Palestina

Internasional
Apa Itu UU ‘Agen Asing’ Georgia dan Mengapa Eropa Sangat Khawatir?

Apa Itu UU ‘Agen Asing’ Georgia dan Mengapa Eropa Sangat Khawatir?

Internasional
Mengapa Presiden Putin Ganti Menteri Pertahanannya?

Mengapa Presiden Putin Ganti Menteri Pertahanannya?

Internasional
Lebanon Cemas di Tengah Meningkatnya Ketegangan Hezbollah-Israel

Lebanon Cemas di Tengah Meningkatnya Ketegangan Hezbollah-Israel

Internasional
Ramai soal Pengguna Media Sosial Blokir Artis-artis Ternama, Ada Apa?

Ramai soal Pengguna Media Sosial Blokir Artis-artis Ternama, Ada Apa?

Internasional
Jutaan Migran Tak Bisa Memilih dalam Pemilu Terbesar di Dunia

Jutaan Migran Tak Bisa Memilih dalam Pemilu Terbesar di Dunia

Internasional
Nasib Migran dan Pengungsi Afrika Sub-Sahara yang Terjebak di Tunisia

Nasib Migran dan Pengungsi Afrika Sub-Sahara yang Terjebak di Tunisia

Internasional
9 Mei, Hari Rusia Memperingati Kemenangan Soviet atas Nazi Jerman

9 Mei, Hari Rusia Memperingati Kemenangan Soviet atas Nazi Jerman

Internasional
Gelombang Panas Mengakibatkan Kesenjangan Pendidikan

Gelombang Panas Mengakibatkan Kesenjangan Pendidikan

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com