Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Holodomor, Bencana Kelaparan akibat Kebijakan Stalin yang Tewaskan 3,9 Juta Warga Ukraina

Kompas.com - 26/01/2024, 11:00 WIB
Egidius Patnistik

Penulis

HOLODOMOR merupakan bencana kelaparan tragis dan traumatis akibat ulah manusia yang melanda Ukraina tahun 1932 hingga 1933. Sebanyak 3,9 juta warga Ukraina tewas akibat kelaparan itu dan kasus tersebut ditutup rapat Uni Soviet selama lebih dari lima dekade.

Bencana itu sebetulnya merupakan bagian dari kelaparan hebat yang melanda Uni Soviet (tahun 1931–34). Bencana serupa juga menyebabkan kelaparan massal di daerah penghasil biji-bijian Soviet yang lain, yaitu Rusia dan Kazakhstan. Namun, kelaparan di Ukraina menjadi lebih mematikan karena serangkaian dekrit dan keputusan politik yang sebagian besar atau hanya ditujukan kepada Ukraina.

Karena skalanya, kelaparan itu sering disebut holodomor (pembunuhan oleh kelaparan), sebuah istilah yang berasal dari kata bahasa Ukraina untuk kelaparan (holod) dan pemusnahan (mor).

Baca juga: Rangkuman Hari Ke-276 Serangan Rusia ke Ukraina: Ukraina Peringati Holodomor, Pemimpin Negara Eropa Ramai-ramai ke Kyiv

Kebijakan Kolektivisasi Pertanian Stalin

Kelaparan terjadi akibat keputusan pemimpin Soviet, Joseph Stalin, untuk melakukan kolektivisasi pertanian pada tahun 1929. Stalin memulai program radikal untuk memodernisasi ekonomi agraris negaranya. Proses itulah yang dikenal sebagai kolektivisasi pertanian.

Tujuan utamanya adalah mengganti model peternakan dan pertanian individu dengan pertanian kolektif dan komunal agar menjadi lebih efisien dan skalanya menjadi lebih besar. Stalin percaya, langkah itu akan meningkatkan produksi pangan dan mempercepat industrialisasi.

Untuk itu, tim agitator Partai Komunis memaksa para petani menyerahkan tanah, harta pribadi, dan terkadang rumah mereka ke pertanian kolektif. Pemerintah Soviet mereka mendeportasi mereka yang disebut kulak (petani-petani kaya) dan petani yang menolak kolektivisasi.

Kolektivisasi pertanian itu secara signifikan mengubah lanskap produksi pangan di Uni Soviet. Walau tujuannya untuk meningkatkan efisiensi dan output pertanian melalui penggunaan teknologi dan metode pertanian modern, realitanya di lapangan berbeda. Hasil pertanian kontras dengan tujuan awal. Banyak petani yang tidak memiliki pengalaman atau motivasi untuk bekerja di dalam sistem yang kolektif, dan hal ini menyebabkan penurunan produktivitas.

Baca juga: Profil Joseph Stalin, Pemimpin Brutal Uni Soviet

Kenyataan di lapangan adalah kolektivisasi menyebabkan penurunan produksi, disorganisasi perekonomian pedesaan, dan kekurangan pangan.

Hal itu juga memicu serangkaian pemberontakan petani, termasuk pemberontakan bersenjata, di beberapa wilayah Ukraina.

Pemberontakan itu membuat Stalin khawatir. Pasalnya, pemberontakan terjadi di provinsi-provinsi yang satu dekade sebelumnya pernah berperang melawan Tentara Merah selama Perang Saudara Rusia.

Stalin juga cemas dengan kemarahan dan penolakan terhadap kebijakan pertanian negara di dalam Partai Komunis Ukraina.

“Jika kita tidak melakukan upaya sekarang untuk memperbaiki situasi di Ukraina, kita mungkin kehilangan Ukraina,” tulis Stalin kepada rekannya, Lazar Kaganovich, pada Agustus 1932.

Pada musim gugur itu, Politbiro Soviet, pimpinan elite Partai Komunis Soviet, mengambil serangkaian keputusan yang memperluas dan memperparah kelaparan di pedesaan Ukraina. Daerah pertanian, desa, dan seluruh kota di Ukraina dimasukkan ke dalam daftar hitam dan dilarang menerima bahan pagan.

Para petani dilarang meninggalkan Ukraina untuk mencari makanan. Walau kelaparan meningkat, pengambilan bahan pangan dari para petani ditingkatkan dan bantuan tidak diberikan dalam jumlah yang cukup.

Krisis itu mencapai puncaknya pada musim dingin tahun 1932–1933, ketika polisi dan aparat komunis yang terorganisir menggeledah rumah para petani dan mengambil segala sesuatu yang dapat dimakan, mulai dari hasil panen, persediaan makanan pribadi, hingga hewan peliharaan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Internasional
Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Internasional
Genosida Armenia, Apa Itu?

Genosida Armenia, Apa Itu?

Internasional
Mengapa Persia Berubah Nama Menjadi Iran

Mengapa Persia Berubah Nama Menjadi Iran

Internasional
Sejarah Panjang Hubungan Korea Utara dan Iran

Sejarah Panjang Hubungan Korea Utara dan Iran

Internasional
Mengapa Ukraina Ingin Bergabung dengan Uni Eropa?

Mengapa Ukraina Ingin Bergabung dengan Uni Eropa?

Internasional
Siapa Kelompok-kelompok Pro-Israel di AS?

Siapa Kelompok-kelompok Pro-Israel di AS?

Internasional
Mengenal Kelompok-kelompok Pro-Palestina di AS

Mengenal Kelompok-kelompok Pro-Palestina di AS

Internasional
Secara Ekonomi, Cukup Kuatkah Iran Menghadapi Perang dengan Israel?

Secara Ekonomi, Cukup Kuatkah Iran Menghadapi Perang dengan Israel?

Internasional
Mengapa Israel Menyerang Kota Isfahan di Iran?

Mengapa Israel Menyerang Kota Isfahan di Iran?

Internasional
Apa Status Palestina di PBB?

Apa Status Palestina di PBB?

Internasional
Alasan Mogok Kerja Para Dokter di Kenya

Alasan Mogok Kerja Para Dokter di Kenya

Internasional
Posisi Yordania Terjepit Setelah Ikut Tembak Jatuh Rudal Iran

Posisi Yordania Terjepit Setelah Ikut Tembak Jatuh Rudal Iran

Internasional
Asia Tenggara Jadi Tujuan Utama Perdagangan Sampah Impor Ilegal

Asia Tenggara Jadi Tujuan Utama Perdagangan Sampah Impor Ilegal

Internasional
Junta Myanmar Dituding Pakai Warga Rohingya sebagai “Perisai Manusia”

Junta Myanmar Dituding Pakai Warga Rohingya sebagai “Perisai Manusia”

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com