Pemilihan nama "Iran" juga dimaksudkan untuk mencerminkan keragaman budaya dan etnik yang lebih besar di dalam negara tersebut. Iran tidak hanya rumah bagi orang Persia, tetapi juga bagi banyak suku dan kelompok etnis lain seperti Azeri, Kurd, Lur, Baloch, dan Arab. Reza Shah berharap bahwa dengan mengadopsi nama yang lebih inklusif, ia dapat memperkuat integrasi nasional dan mengurangi fokus pada Persia sebagai entitas budaya dominan.
Di panggung internasional, penggunaan nama "Iran" segera diadopsi dan dipromosikan melalui diplomasi dan komunikasi resmi. Keputusan itu pada awalnya mengejutkan banyak negara yang terbiasa dengan nama "Persia". Namun, dengan berjalannya waktu, nama baru ini membantu menegaskan kembali posisi Iran sebagai pemain global yang aktif dengan sejarah kuno dan kompleksitas etno-kultural yang luas.
Di dalam negeri, reaksi terhadap perubahan nama itu beragam. Beberapa menerima perubahan itu sebagai simbol modernisasi dan kebangkitan nasional, sementara yang lain, terutama kalangan intelektual dan sejarawan, merasa bahwa nama "Persia" memiliki konotasi sejarah dan budaya yang lebih kaya dan lebih mendalam. Meski begitu, sejak dekret tersebut, nama "Iran" telah menjadi identitas resmi negara tersebut.
Ada narasi yang mengaitkan perubahan nama Persia menjadi Iran sebagai bagian dari upaya Reza Shah Pahlavi untuk menarik simpati Nazi Jerman yang sedang naik daun saat itu. Nazi Jerman mengagung-agungkan keunggulan ras Arya.
Namun hal itu masih menjadi topik perdebatan di kalangan sejarawan dan merupakan bagian dari interpretasi yang lebih luas terhadap kebijakan luar negeri dan domestik Reza Shah Pahlavi. Persepsi itu tidak sepenuhnya tanpa dasar, tetapi penting untuk memandangnya dalam konteks yang lebih luas.
Pada tahun 1930-an, Reza Shah memang mencari cara untuk memodernisasi Iran dan mengurangi pengaruh kolonial Barat, khususnya Inggris dan Rusia, di negaranya. Di saat yang sama, Jerman muncul sebagai kekuatan ekonomi dan militer yang signifikan di Eropa.
Menurut Nikki R. Keddie dalam "Modern Iran: Roots and Results of Revolution" (1981), keterlibatan ekonomi dan aktivitas teknis Jerman di Iran meningkat selama tahun-tahun ini, dan Jerman dianggap sebagai model alternatif untuk modernisasi yang tidak terikat dengan kepentingan kolonial.
Baca juga: Nazi Pernah Kirim Tim ke Tibet untuk Selidiki Asal-usul Ras Arya
Ideologi Nazi yang mengagungkan ras Arya dan menarik garis hubungan dengan bangsa Iran memang dimanfaatkan oleh propaganda Jerman. Namun, ini tidak berarti bahwa keputusan Reza Shah untuk mengubah nama negara adalah dorongan langsung atau semata-mata untuk mendekatkan Iran dengan Nazi Jerman.
Menurut Stephanie Cronin dalam "The Making of Modern Iran: State and Society under Riza Shah, 1921–1941" (2003), meskipun ada unsur-unsur simpati dan pemanfaatan narasi Aryan dalam diplomasi Iran, langkah itu lebih kompleks dan melibatkan faktor-faktor domestik seperti nasionalisme, identitas etnis, dan keinginan untuk memperkuat kedaulatan nasional.
Dengan demikian, narasi yang menyatakan bahwa perubahan nama tersebut adalah upaya untuk menyenangkan Nazi Jerman adalah simplifikasi dari realitas yang lebih kompleks. Meskipun ada elemen-elemen yang mungkin tumpang tindih dengan kepentingan Jerman, tidak ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa ini adalah alasan utama atau satu-satunya untuk perubahan tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.