Mereka menyebut diri mereka sebagai bagian dari "poros perlawanan" bersama Hamas dan Hezbollah, yang dipimpin oleh Iran melawan Israel, AS, dan negara-negara Barat.
Pakar Yaman di Institut Perdamaian Eropa, Hisham Al Omeisy mengatakan, inilah mengapa Houthi kini menyerang kapal-kapal yang bertujuan ke Israel di kawasan Teluk.
Houthi mendapat dukungan politik yang kuat di Yaman pada awal 2014, ketika mereka bangkit untuk melawan Abdrabbuh Mansour Hadi, yang menjabat sebagai presiden setelah Ali Abdullah Saleh.
Mereka membentuk kesepakatan dengan Saleh, yang merupakan mantan musuh mereka, untuk mengembalikan Saleh ke puncak kekuasaan.
Houthi kemudian menguasai Provinsi Saada di utara Yaman. Pada awal 2015, mereka merebut ibu kota Yaman, Sana'a, sehingga memaksa Presiden Hadi melarikan diri ke luar negeri.
Arab Saudi, sebagai negara tetangga, kemudian melakukan intervensi militer ke Yaman dalam upaya menggulingkan Houthi dan mengembalikan kekuasaan Presiden Hadi. Upaya ini juga didukung oleh Uni Emirat Arab (UAE) dan Bahrain.
Kelompok Houthi berhasil melawan serangan-serangan terhadap mereka dan terus menguasai sebagian besar wilayah Yaman.
Mereka membunuh Ali Abdullah Saleh pada tahun 2017 ketika dia mencoba beralih ke pihak Saudi.
Baca juga: Siapa Hezbollah dan Kenapa Terlibat Perang Israel-Hamas?
Houthi berpanutan pada kelompok bersenjata di Lebanon, Hezbollah.
Menurut lembaga penelitian AS, Combating Terrorism Center, Hezbollah telah membekali mereka dengan keahlian dan pelatihan militer sejak tahun 2014.
Houthi juga menganggap Iran sebagai sekutu mereka, dan Arab Saudi adalah musuh bersama mereka. Iran juga diduga memasok senjata kepada pemberontak Houthi.
Saudi juga menyalahkan Iran karena memasok rudal jelajah dan drone yang digunakan Houthi untuk menyerang instalasi minyak Saudi pada tahun 2019.
Houthi telah menembakkan 10.000 rudal jarak pendek ke Saudi dan UEA.
Memasok senjata ke Houthi berarti melanggar embargo senjata PBB. Namun Iran membantah melakukan hal tersebut.