Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perang Saudara Amerika: Pemicu Konflik hingga Hasil Akhirnya

Kompas.com - 08/11/2021, 21:00 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Pada 1860, 84 persen dari modal di negara-negara bagian Utara yang bebas (bukan pemilik budak), diinvestasikan dalam manufaktur. Namun, bagi orang Selatan, hingga akhir 1860, tampaknya berinvestasi pada budak lebih dinilai menguntungkan.

Adapun pada 1860, kekayaan per kapita kulit putih Selatan sudah dua kali lipat dari orang Utara. Ketika itu, tiga perlima individu terkaya di AS adalah orang Selatan.

Baca juga: Biografi Tokoh Dunia: Abraham Lincoln, Presiden Anti-perbudakan AS yang Tewas sebagai Martir

Pecah perang bersenjata

Selama dekade tersebut, kedua belah pihak menjadi semakin terpolarisasi dan politisi kurang mampu menahan perselisihan melalui kompromi.

Ketika Abraham Lincoln, kandidat dari Partai Republik yang secara eksplisit anti-perbudakan, memenangkan pemilihan presiden 1860, tujuh negara bagian Selatan (Carolina Selatan, Mississippi, Florida, Alabama, Georgia, Louisiana, dan Texas) melakukan ancaman mereka dan memisahkan diri.

Mereka berorganisasi sebagai Konfederasi Amerika Serikat.

Kemudian pada dini hari 12 April 1861, pemberontak itu melepaskan tembakan ke Benteng Sumter, pintu masuk pelabuhan Charleston, Carolina Selatan. Anehnya, pertemuan pertama yang akan menjadi perang paling berdarah dalam sejarah Amerika Serikat ini tidak memakan korban.

Setelah pengeboman selama 34 jam, Mayor Robert Anderson menyerahkan komandonya yang terdiri dari sekitar 85 tentara kepada sekitar 5.500 pasukan Konfederasi yang mengepung di bawah PGT Beauregard.

Baca juga: Konflik Afghanistan: Perang Saudara Bisa Pecah Kapan Saja

Dalam beberapa minggu, empat negara bagian Selatan (Virginia, Arkansas, Tennessee, dan North Carolina) meninggalkan pemerintah Federal Amerika untuk bergabung dengan Konfederasi.

Dengan pecahnya perang, Presiden Lincoln awalnya menyerukan 75.000 milisi untuk bertempur selama tiga bulan. Jumlah ini terus bertambah dengan perang yang berkepanjangan.

Dia memproklamasikan blokade terhadap pasukan negara-negara Konfederasi, meskipun bersikeras bahwa mereka secara hukum merupakan bukan negara berdaulat, tetapi sebagai pemberontak.

Pemerintah Konfederasi sebelumnya telah mengizinkan panggilan untuk 100.000 tentara untuk tugas setidaknya enam bulan, dan angka ini segera meningkat menjadi 400.000 prajurit.

Baca juga: Biografi Tokoh Dunia: Alexander Hamilton, Bapak Pendiri AS yang Gagal Berkuasa karena Tersandung Skandal

Akhir Perang Saudara Amerika

Diperkirakan 752.000 hingga 851.000 orang tewas selama Perang Saudara Amerika, yang juga disebut Perang Antar Negara Bagian. Angka ini mewakili sekitar 2 persen dari populasi Amerika pada 1860.

Pertempuran Gettysburg merupakan salah satu pertempuran paling berdarah selama Perang Saudara Amerika. Sekitar 7.000 kematian dan total 51.000 orang terluka dalam konflik ini.

Perang secara efektif berakhir pada April 1865 ketika Jenderal Konfederasi Robert E Lee menyerahkan pasukannya ke Federal General Ulysses S. Grant di Appomattox Court House di Virginia.

Penyerahan terakhir pasukan Konfederasi di pinggiran barat terjadi di Galveston, Texas, pada 2 Juni 1865.

Baca juga: Karena Perbuatan Anaknya, Pria yang Bawa Bendera Konfederasi di Demo Capitol Ditangkap

Penggunaan simbol Konfederasi, terutama Bendera Pertempuran Konfederasi dan patung pemimpin Konfederasi, dianggap kontroversial sampai saat ini.

Pasalnya, banyak yang mengaitkan simbol tersebut dengan rasisme, perbudakan, dan supremasi kulit putih.

Peragaan Perang Saudara Amerika 1861-1865 saat pasukan Union mendekati garis depan tentara Konfederasi. Reka ulang dilakukan di Hale Farm & Village, Bath, Amerika Serikat.UNSPLASH/CHRIS CHOW Peragaan Perang Saudara Amerika 1861-1865 saat pasukan Union mendekati garis depan tentara Konfederasi. Reka ulang dilakukan di Hale Farm & Village, Bath, Amerika Serikat.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Genosida Armenia, Apa Itu?

Genosida Armenia, Apa Itu?

Internasional
Mengapa Persia Berubah Nama Menjadi Iran

Mengapa Persia Berubah Nama Menjadi Iran

Internasional
Sejarah Panjang Hubungan Korea Utara dan Iran

Sejarah Panjang Hubungan Korea Utara dan Iran

Internasional
Mengapa Ukraina Ingin Bergabung dengan Uni Eropa?

Mengapa Ukraina Ingin Bergabung dengan Uni Eropa?

Internasional
Siapa Kelompok-kelompok Pro-Israel di AS?

Siapa Kelompok-kelompok Pro-Israel di AS?

Internasional
Mengenal Kelompok-kelompok Pro-Palestina di AS

Mengenal Kelompok-kelompok Pro-Palestina di AS

Internasional
Secara Ekonomi, Cukup Kuatkah Iran Menghadapi Perang dengan Israel?

Secara Ekonomi, Cukup Kuatkah Iran Menghadapi Perang dengan Israel?

Internasional
Mengapa Israel Menyerang Kota Isfahan di Iran?

Mengapa Israel Menyerang Kota Isfahan di Iran?

Internasional
Apa Status Palestina di PBB?

Apa Status Palestina di PBB?

Internasional
Alasan Mogok Kerja Para Dokter di Kenya

Alasan Mogok Kerja Para Dokter di Kenya

Internasional
Posisi Yordania Terjepit Setelah Ikut Tembak Jatuh Rudal Iran

Posisi Yordania Terjepit Setelah Ikut Tembak Jatuh Rudal Iran

Internasional
Asia Tenggara Jadi Tujuan Utama Perdagangan Sampah Impor Ilegal

Asia Tenggara Jadi Tujuan Utama Perdagangan Sampah Impor Ilegal

Internasional
Junta Myanmar Dituding Pakai Warga Rohingya sebagai “Perisai Manusia”

Junta Myanmar Dituding Pakai Warga Rohingya sebagai “Perisai Manusia”

Internasional
Mengapa Banyak Sekali Tentara Rusia Tewas di Ukraina?

Mengapa Banyak Sekali Tentara Rusia Tewas di Ukraina?

Internasional
Kecerdikan dan Kegigihan Hamas dalam Memperoleh Senjata

Kecerdikan dan Kegigihan Hamas dalam Memperoleh Senjata

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com