Detik-detik tragedi Tiananmen terjadi setelah hampir tiga minggu para demonstran terus berunjuk rasa setiap hari, memadati jalanan dan berteriak.
Pada 20 Mei 1989 Pemerintah China menetapkan darurat militer di Beijing, seiring jumlah massa yang semakin besar.
Pemerintah China mengerahkan tentara dan tank ke ibu kota untuk membubarkan aksi demonstran.
Sebanyak 30 divisi tentara dari tujuh wilayah atau sekitar 250.000 pasukan militer dikirim ke Beijing melalui udara atau kereta api.
Akan tetapi, ketika tentara ingin masuk ke pusat kota, mereka diadang oleh para demonstran dengan cara memblokir jalan utama.
Demonstran juga mengelilingi kendaraan militer sehingga aparat kesulitan bergerak.
Tak hanya itu, pengunjuk rasa bahkan membujuk tentara untuk bergabung dalam aksi demonstrasi.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Dimulainya Pembantaian Tiananmen 30 Tahun Lalu
Pada 23 Mei 1989 akibat tidak adanya akses jalan untuk maju, pasukan tentara berhasil dipukul mundur ke pinggiran kota Beijing oleh para demonstran.
Tindakan penarikan mundur itu dirasa sebagai pertanda baik bagi aksi demonstrasi, tetapi gerakan mahasiswa tidak sadar bahwa sebenarnya pihak militer sedang memobilisasi serangan mematikan.
Di kalangan pengunjuk rasa sendiri terjadi perpecahan, karena tidak adanya kepemimpinan dan tujuan yang jelas dari aksi itu.
Salah satu aktivis mahasiswa, Wang Dan, juga mulai menyadari adanya bahaya aksi militer.
Ia menyarankan agar para mahasiswa mundur sementara sambil menyusun strategi yang lebih baik.
Sayangnya, saran Wang Dan ditolak para aktivis radikal yang bersikukuh ingin mempertahankan Lapangan Tiananmen.
Tanggal 3 Juni 1989 para mahasiswa menemukan sejumlah tentara berpakaian sipil yang mencoba menyelundupkan senjata. Senjata itu berhasil disita dan diserahkan kepada polisi Beijing.
Pada hari yang sama Pemerintah China melalui siaran televisi menyarankan kepada masayarakat untuk tetap berada di dalam rumah, tapi warga tetap berada di jalanan dan melakukan aksi pemblokiran.