Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UNEP dan "Lompatan Peradaban"

Kompas.com - 20/03/2013, 03:15 WIB

Teknologi yang diciptakan untuk memudahkan hidup dan membuat nyaman manusia pada suatu ketika bisa berbalik menjadi bencana yang mematikan. Masih ingat gempa bumi dan tsunami, 11 Maret 2011, di Sendai, Jepang? Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima rusak akibat gempa. Lebih dari 200.000 warga yang tinggal pada radius sekitar 30 kilometer dievakuasi.

Bukan itu saja. Menjelang akhir tahun lalu, Badai Sandy menghantam AS. Sebanyak 17 negara bagian, nyaris 30 persen dari jumlah negara bagian AS, terkena terjang. Sekitar 8,5 juta orang, sekitar 7 persen penduduk AS, mengalami pemadaman listrik. Kerugian ekonomi tak terelakkan karena banyaknya aktivitas ekonomi yang terhenti. Kerugian material mencapai 50 miliar dollar AS—setara Rp 480 triliun dengan kurs 1 dollar AS sama dengan Rp 9.600—Kompas, 3/11/2012.

Badai Sandy adalah salah satu indikasi perubahan iklim yang terjadi akibat eksploitasi Bumi secara cepat, besar-besaran, dan mengalami percepatan berlipat sejalan dengan kemajuan teknologi. Teknologi pun menjadi ”arak” yang memabukkan.

Inilah buah dari sejarah peradaban manusia modern yang berawal di Mesopotamia dan Mesir—disebut Timur Dekat—sekitar 5.000 tahun lalu. Ketika itu terjadi ”lompatan” teknologi dari zaman batu tua atau zaman Paleoliti—sekitar tiga juta tahun mundur dari sekarang—saat manusia mulai mengenal peralatan primitif.

Awal peradaban ditandai bertumbuhnya kota dan meningkatnya teknik-teknik pertanian. Manusia zaman itu mulai mengenal api dan mampu mengendalikannya. Mereka memiliki pengetahuan sistem pemerintahan yang lebih terorganisasi, mengenal hukum, dan mengatur perbatasan mereka.

Puncak peradaban

Bahasa dan tulisan bisa dikatakan merupakan puncak perkembangan peradaban. Adanya bahasa dan tulisan memungkinkan pendokumentasian dan pencatatan yang sekaligus berfungsi sebagai alat memperluas ilmu pengetahuan serta menyebarluaskan teknologi. Bahasa, ilmu pengetahuan, dan teknologi bersinergi secara positif.

Pada perkembangan pemikiran akan alam, lahirlah cara pandang baru terhadap alam semesta. Alam semesta yang semula dikonsepkan terdiri dari dunia bawah dan dunia yang lebih tinggi kemudian berubah. Alam semesta kemudian dipandang sebagai mesin raksasa yang beroperasi mengikuti hukum-hukum universal yang dapat diungkapkan secara matematis. Konsep itu melahirkan pandangan baru, alam dapat dikuasai (Sejarah Peradaban, Marvin Perry, 2012). Teknologi memungkinkan manusia menguasai alam dengan cara terburuk: eksploitasi dan ekstraksi.

Dari Nairobi, sejumlah bangsa dari berbagai belahan Bumi berkutat, berupaya mencari ”peradaban alternatif”, dan UNEP jadi ujung tombak membawa dunia melakukan ”lompatan peradaban”. Disebut ”lompatan” karena meski teknologi tersedia, ciri peradaban yang eksploitatif-ekstraktif masih harus dibelokkan menjadi sikap keberadaban baru yang mengedepankan relasi manusia-alam demi kelangsungan Bumi. Namun, siapkah kita meninggalkan keserakahan?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com