Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UNEP dan "Lompatan Peradaban"

Kompas.com - 20/03/2013, 03:15 WIB

Pertengahan bulan lalu, Badan Program Lingkungan PBB (UNEP) di Nairobi, Kenya, meresmikan Pusat Teknologi Iklim dan Jaringan (The Climate Technology Centre and Network/CTCN). Pusat teknologi ini bertugas mempercepat transfer teknologi dengan mengirim para ahli ke negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, memperkuat daya tahan pada perubahan pola cuaca, kekeringan, erosi tanah, dan berbagai dampak perubahan iklim lain.

Peresmian CTCN hanya salah satu jawaban terhadap sejumlah isu yang menjadi tantangan Bumi ke depan. Tantangan itu rentang isunya sedemikian luas, dari menyusutnya kualitas lingkungan, berkurangnya keragaman hayati, hingga suhu Bumi yang terus meningkat.

Kini, 20 persen hewan bertulang belakang terancam punah (laporan Geo-5 UNEP). Perluasan lahan pertanian hingga 30 persen permukaan Bumi menciutkan luas habitat sejak 1980. Sementara kenaikan suhu Bumi berdampak pada cuaca dan bencana yang ekstrem. Manusia lupa, alam dan ekosistemnya adalah tempat berpijak segala pembangunan ekonomi dan sosial pada masa lalu, kini, dan masa datang.

Di Nairobi, dalam pertemuan dewan pengatur, UNEP antara lain memikirkan strategi untuk mengubah pola konsumsi dan produksi, serta mendorong implementasi hukum-hukum lingkungan di sejumlah negara.

Ketika itu, Sekjen PBB Ban Ki-moon menegaskan perlunya ”peradaban baru” dalam menjalankan mesin pembangunan. Mulai disadari, peradaban berbasis teknologi yang menyuburkan kerakusan manusia itu kini telah lepas dari tali kekangnya dan justru menciptakan ironi serta lingkaran setan.

Segala kegilaan pembangunan tersebut bermuara pada kemiskinan dan ketimpangan di berbagai dimensi. Lalu, warga dunia kini sibuk mencari jalan untuk mengatasi persoalan tersebut, antara lain dengan menyusun target-target baru untuk menggantikan target Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) yang berakhir pada 2015. Minggu depan, di Bali, akan berlangsung konsultasi untuk menyusun target-target Agenda Pembangunan Pasca-2015.

Teknologi telah lama menjadi panglima dalam keseharian kita, dari rumah ke tingkat komunitas, negara, hingga tingkat global. Teknologi berkembang seiring peradaban manusia. Karena itu, teknologi menjadi salah satu tolok ukur tingkat keberadaban.

Salah satu definisi teknologi adalah ilmu pengetahuan terapan atau keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia.

Posisi strategis

Seiring dengan banyaknya kemudahan, kenyamanan, dan kemampuan memperpanjang hidup manusia, teknologi mendapat tempat terhormat dalam keseharian, terlebih pada masyarakat modern. Teknologi menempati posisi sedemikian penting sehingga dunia seakan ”kiamat” tanpa teknologi.

Teknologi yang diciptakan untuk memudahkan hidup dan membuat nyaman manusia pada suatu ketika bisa berbalik menjadi bencana yang mematikan. Masih ingat gempa bumi dan tsunami, 11 Maret 2011, di Sendai, Jepang? Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima rusak akibat gempa. Lebih dari 200.000 warga yang tinggal pada radius sekitar 30 kilometer dievakuasi.

Bukan itu saja. Menjelang akhir tahun lalu, Badai Sandy menghantam AS. Sebanyak 17 negara bagian, nyaris 30 persen dari jumlah negara bagian AS, terkena terjang. Sekitar 8,5 juta orang, sekitar 7 persen penduduk AS, mengalami pemadaman listrik. Kerugian ekonomi tak terelakkan karena banyaknya aktivitas ekonomi yang terhenti. Kerugian material mencapai 50 miliar dollar AS—setara Rp 480 triliun dengan kurs 1 dollar AS sama dengan Rp 9.600—Kompas, 3/11/2012.

Badai Sandy adalah salah satu indikasi perubahan iklim yang terjadi akibat eksploitasi Bumi secara cepat, besar-besaran, dan mengalami percepatan berlipat sejalan dengan kemajuan teknologi. Teknologi pun menjadi ”arak” yang memabukkan.

Inilah buah dari sejarah peradaban manusia modern yang berawal di Mesopotamia dan Mesir—disebut Timur Dekat—sekitar 5.000 tahun lalu. Ketika itu terjadi ”lompatan” teknologi dari zaman batu tua atau zaman Paleoliti—sekitar tiga juta tahun mundur dari sekarang—saat manusia mulai mengenal peralatan primitif.

Awal peradaban ditandai bertumbuhnya kota dan meningkatnya teknik-teknik pertanian. Manusia zaman itu mulai mengenal api dan mampu mengendalikannya. Mereka memiliki pengetahuan sistem pemerintahan yang lebih terorganisasi, mengenal hukum, dan mengatur perbatasan mereka.

Puncak peradaban

Bahasa dan tulisan bisa dikatakan merupakan puncak perkembangan peradaban. Adanya bahasa dan tulisan memungkinkan pendokumentasian dan pencatatan yang sekaligus berfungsi sebagai alat memperluas ilmu pengetahuan serta menyebarluaskan teknologi. Bahasa, ilmu pengetahuan, dan teknologi bersinergi secara positif.

Pada perkembangan pemikiran akan alam, lahirlah cara pandang baru terhadap alam semesta. Alam semesta yang semula dikonsepkan terdiri dari dunia bawah dan dunia yang lebih tinggi kemudian berubah. Alam semesta kemudian dipandang sebagai mesin raksasa yang beroperasi mengikuti hukum-hukum universal yang dapat diungkapkan secara matematis. Konsep itu melahirkan pandangan baru, alam dapat dikuasai (Sejarah Peradaban, Marvin Perry, 2012). Teknologi memungkinkan manusia menguasai alam dengan cara terburuk: eksploitasi dan ekstraksi.

Dari Nairobi, sejumlah bangsa dari berbagai belahan Bumi berkutat, berupaya mencari ”peradaban alternatif”, dan UNEP jadi ujung tombak membawa dunia melakukan ”lompatan peradaban”. Disebut ”lompatan” karena meski teknologi tersedia, ciri peradaban yang eksploitatif-ekstraktif masih harus dibelokkan menjadi sikap keberadaban baru yang mengedepankan relasi manusia-alam demi kelangsungan Bumi. Namun, siapkah kita meninggalkan keserakahan?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com