Sejauh ini belum ada pihak yang mengklaim bertanggung jawab atas rangkaian serangan tersebut.
Namun para analis menyebutkan, akhir-akhir ini serangan mematikan di Irak sering diklaim dilakukan oleh kelompok yang mengatasnamakan Negara Islam Irak (ISI), yang diduga masih berafiliasi dengan jaringan Al Qaeda. Selain itu, ada juga sisa-sisa kelompok loyalis Partai Baath yang berkuasa pada era Saddam Hussein.
Situasi keamanan yang sangat labil ini juga membuat pemerintah pusat Irak menunda pelaksanaan pemilihan umum di Provinsi Anbar dan Nineveh di Irak utara.
Dua provinsi dengan mayoritas penduduk dari kelompok Sunni itu selama tiga bulan terakhir menjadi pusat demonstrasi antipemerintah yang dikuasai kelompok Syiah.
Ali Moussawi, juru bicara Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki, mengatakan, Selasa, keputusan penundaan pemilu itu diambil setelah ada permintaan dari berbagai kubu politik di dua provinsi itu. Menurut dia, beberapa kandidat dalam pemilu itu telah diancam atau bahkan dibunuh.
Krisis politik di Irak saat ini dipicu oleh tuduhan PM Maliki bahwa Wakil Presiden Irak Tareq Hashemi berada di balik rangkaian aksi kekerasan di Irak.
Pengadilan pidana Irak telah menjatuhkan vonis hukuman mati in absentia terhadap Hashemi, yang kini tinggal dalam pengasingan di Turki.
Krisis hubungan Maliki, yang berasal dari Syiah, dengan kelompok elite politik Sunni semakin parah dengan tindakannya menangkap para pengawal Menteri Keuangan Rafi al-Essawi yang berasal dari kubu Sunni, 21 Desember lalu. Maliki menuduh para pengawal Essawi terlibat aksi kekerasan. Essawi mengundurkan diri dari kabinet dua pekan lalu.
Setelah era Saddam Hussein berakhir, setiap kali terjadi krisis hubungan antar-elite politik di Irak selalu disusul peningkatan aksi kekerasan.
Berbagai milisi bersenjata yang diduga kuat dari kelompok Sunni akhir-akhir ini meningkatkan serangan untuk menggoyang pemerintahan PM Maliki.
Sejak awal Maret ini, tercatat sudah 167 korban tewas dalam berbagai aksi kekerasan di seantero Irak.(AP/AFP/Reuters/DHF)