Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Euforia China: Dinamisasi Asia Timur

Kompas.com - 19/11/2012, 02:18 WIB

ASEAN sendiri belakangan belum mampu membuktikan bahwa institusi ini dapat melakukan konsolidasi politik internal dengan baik. Hubungan antarnegara anggota ASEAN mengalami keretakan pasca-Pertemuan Tingkat Menteri (AMM) ke-45 di Kamboja, Juli lalu. Untuk pertama kalinya ASEAN gagal merumuskan sebuah pernyataan sikap bersama (joint communiqué) atas sengketa di Laut China Selatan.

Dari berbagai laporan media, muncul dugaan bahwa Kamboja mendapatkan masukan dari China untuk menolak rumusan pernyataan sikap bersama yang dalam pertemuan pendahulu (preliminary meeting) sebenarnya sudah berhasil dicapai kesepakatan di antara semua anggota, terkecuali Kamboja. Alasan Kamboja dianggap tidak cukup adaptif dengan tidak menyetujui elemen-elemen bilateral yang muncul dalam klausul pernyataan bersama itu.

Tiga skenario

Peristiwa ini setidaknya memunculkan tiga skenario dalam percaturan politik di Asia Tenggara. Skenario pertama, jika benar China secara sengaja memecah kesepahaman negara-negara yang tergabung di ASEAN, semangat integrasi ASEAN yang rencananya mencapai tahapan integrasi lebih lanjut pada 2015 terancam jadi mimpi belaka.

Kedua, jika benar Kamboja telah berkiblat ke China, dengan sendirinya membuka pintu bagi Filipina dan Vietnam untuk bersekutu dengan negara yang dianggap mampu mengimbangi China dan memiliki kepentingan sama di Laut China Selatan, yakni Amerika Serikat. Keadaan ini akan menciptakan polarisasi dan memastikan pelemahan modal sosial negara anggota ASEAN.

Ketiga, jika tensi politik internal China terus memanas, diikuti dengan munculnya sentimen nasionalisme publik, tentu meningkatkan ancaman pada kinerja ekonomi dan keuangan atas gelombang nasionalisasi yang bisa muncul kapan saja. Tentu saja ini kabar buruk bagi para pebisnis yang sudah mapan di China. Gencarnya Pemerintah China menutup kantong-kantong aspirasi yang tak sejalan dengan pemerintah juga menandakan bahwa gerakan radikal untuk menentang rezim Partai Komunis China (PKC) tengah berkembang secara sporadik. Ancaman destabilisasi internal inilah yang jadi momok paling menakutkan bagi Pemerintah China, begitu pula kinerja ekonomi negara.

Pada saat China tersihir dengan euforianya, tentu saat yang tepat bagi para investor untuk mempersiapkan alternatif pasar yang dapat memfasilitasi dan menyerap modal. Ini jugalah saat yang tepat bagi Asia Tenggara, khususnya Indonesia yang dianggap sebagai salah satu pasar terkuat di kawasan, untuk berkonsolidasi mempersiapkan infrastruktur ekonomi dan sosial yang ramah investasi.

Pemerintah perlu merapatkan barisan untuk mengevaluasi segala kebijakan yang merugikan iklim bisnis dan penciptaan kesejahteraan sesegera mungkin. Konflik lintas institusi penegak hukum yang tidak diikuti dengan berkurangnya korupsi, distribusi anggaran yang tidak berpihak pada peningkatan pendidikan dan kemudahan berusaha, harus segera dipecahkan untuk menyambut kemungkinan instabilitas internal China.

Pamungkas Ayudhaning Dewanto Mahasiswa Graduate School of International Relations, Ritsumeikan University, Kyoto

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com