Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masalah Buruh Migran

Kompas.com - 02/05/2012, 04:27 WIB

Diplomasi tidak tegas

Ini bukan kali pertama polisi Diraja Malaysia bertindak represif terhadap buruh migran Indonesia. Tindakan tersebut adalah kelanjutan dari stigmatisasi Malaysia terhadap buruh migran Indonesia sebagai kriminal dan terus-menerus menyebut buruh migran Indonesia dengan sebutan ”indon”. Sikap Pemerintah Indonesia yang terlalu lembek dan toleran sesungguhnya menjadi akar dari terus berulangnya kejadian yang sama. Menurut catatan Migrant Care, selama pemerintahan SBY terjadi tiga peristiwa penembakan terhadap buruh migran yang proses penegakan hukumnya tidak tuntas.

Pada 9 Maret 2005, polisi Diraja Malaysia menembak empat buruh migran, yakni Gaspar, Dedi, Markus, dan Reni di Sungai Buloh, Selangor, atas dugaan kriminalitas. Lima tahun berikutnya, 16 Maret 2010, tiga buruh migran asal Sampang, yakni Musdi, Abdul Sanu, dan Muklis, ditembak polisi Malaysia di Danau Putri dengan dugaan serupa. Lalu, pada 24 Maret 2012, tiga buruh migran asal NTB, yakni Herman, Abdul Kadir Jaelani, dan Mad Noor juga ditembak.

Peristiwa yang sama bisa saja terjadi lagi selama Pemerintah Indonesia tetap mempertahankan diplomasi lembek menghadapi Malaysia. Kasus ini sudah selayaknya menjadi bahan evaluasi terhadap model diplomasi RI dengan Malaysia.

Penanganan persoalan buruh migran yang masih berlangsung seperti sekarang akan kontraproduktif terhadap komitmen Pemerintah Indonesia yang baru saja meratifikasi International Convention 1990 on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families pada Sidang Paripurna DPR, 12 April 2012.

Konvensi tersebut sangat menjunjung tinggi prinsip-prinsip dasar penegakan HAM buruh migran, yakni tanggung jawab negara, nondiskriminasi, kesamaan di hadapan hukum, dan kesetaraan dalam penerimaan hak. Dengan demikian, tidak relevan mempersoalkan status keimigrasian ketiga buruh migran yang tidak berdokumen.

Tindak lanjuti ratifikasi

Komitmen ratifikasi harus segera ditindaklanjuti dengan implementasi konkret untuk perlindungan hak-hak buruh migran. Setidaknya ada tiga langkah penting yang harus dilakukan pemerintah.

Pertama, mengkaji ulang dan mengevaluasi seluruh kebijakan yang ada di Indonesia terkait perlindungan buruh migran. Kebijakan yang tidak selaras harus diganti kebijakan baru, termasuk UU No 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI. UU adalah regulasi paling utama yang isinya harus disesuaikan dengan konvensi karena UU ini merupakan payung hukum dalam penempatan dan perlindungan buruh migran.

Kedua, meninjau ulang semua kelembagaan yang relevan dengan tugas pokok dan fungsi perlindungan buruh migran, terutama Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI). Salah satu ketentuan dalam konvensi: negara pihak harus membentuk badan-badan yang layak untuk memastikan implementasi konvensi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com