Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Penggali Sumur" untuk Warga Sumba

Kompas.com - 23/09/2011, 02:42 WIB

Graff pun membuat satu unit sumur bagi 127 keluarga di Ledetadu. Merasa puas atas hasilnya, dia lalu menggali sumur dan memasang gorong-gorong beton lain bagi warga sekitar Ledetadu.

Pada 2005-2007, dia berhasil membuat 25 sumur gali bagi 1.250 keluarga yang tersebar di tiga desa. Graff juga mengajarkan warga setempat untuk mencari air, menggali, dan membuat gorong-gorong yang berkualitas. Pengetahuan itu terus dia tularkan kepada desa-desa di sekitar Ledetadu dan Namata.

Berkat air sumur, warga bisa menanam sayur, jagung, buah, dan umbi-umbian di sekitar rumah. Mereka bisa menjual hasil kebunnya ke pasar untuk membeli beras dan kebutuhan lain.

Akhir 2007, ia memutuskan pindah ke Lamboya, Sumba Barat, setelah warga Sabu Raijua bisa membuat sumur sendiri. Ia tinggal dengan Rato (Kepala Suku) Kampung Waru Wora, Desa Patijala Bawa, Lamboya. Di sini, ia membentuk kelompok pemuda beranggota sembilan orang untuk membuat gorong-gorong yang disebut GGWW (Gorong-gorong Waru Wora).

Melihat kualitas dan fungsi gorong-gorong itu, warga kampung dan desa lain di sekitar Patijala pun memesan gorong-gorong kepada GGWW dengan harga Rp 300.000 per potong (sekitar 1 m x 1 m).

Pada 2007-2011, sebanyak 35 sumur berhasil dikerjakan Graff bersama GGWW. Mereka melakukan pencarian air dengan kemampuan khusus yang dimiliki para rato dalam menentukan lokasi sumber air tanah.

”Orang kampung tak memakai alas kaki. Telapak kaki mereka langsung kontak dengan tanah dan mampu merasakan lokasi di mana ada air,” kata Graff.

Tak mandi

Permukiman warga di Sumba dan Sabu umumnya berada di dataran tinggi dengan jarak tempuh ke lembah yang ada sumber airnya 1 km hingga 3 km.

”Setiap pagi, kaum perempuan menghabiskan 2-3 jam untuk mengambil air 20 liter. Air untuk memasak, mencuci alat dapur, dan memberi minum ternak. Anak-anak ke sekolah tak mandi. Warga kampung pun buang hajat di sembarang tempat. Ini membuat sanitasi kampung jadi buruk,” katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com