JAKARTA, KOMPAS.com - Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (Kasum) menyesalkan pernyataan Juru Bicara Kepresidenan, Julian Pasha, yang menyatakan jika pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib sudah tidak relevan ditayangkan lagi.
Menurut Ketua Kasum, Choriul Anam, hingga saat ini, kasus Munir bukan merupakan kasus besar dalam dunia HAM, dan bukan merupakan tindak pidana biasa.
"Kita kembali mengingatkan bahwa pernah ada temuan Wikileaks yang menyatakan bahwa ada kawat kabel berkode 06JAKARTA9575 yang berisi pertemuan Lynn B Pascoe (Duta Besar AS untuk Indonesia) dengan Kapolri saat itu, Jenderal Sutanto. Pertemuan itu salah satunya membahas kasus pembunuhan munir," tutur Choirul dalam konferensi pers di Kantor Imparsial, Jakarta, Jumat (9/92011).
Laporan kawat tertanggal 28 Juli 2006 yang diperoleh The Sydney Moring Herald dari WikiLeaks tersebut mengindikasikan, diplomat AS, atas informasi dari beberapa pejabat tinggi kepolisian RI, menyakini bahwa Badan Intelijen Negara menyiapkan skenario untuk menghabisi nyawa Munir.
Saat itu BIN dipimpin oleh Hendropriyono. Pada kawat tersebut diplomat AS juga mengungkapkan keraguannya bahwa pemerintah akan mengadili otak di balik pembunuhan tersebut. Keraguan ini didasarkan pada pengakuan seorang pejabat kepolisian Indonesia yang menyebutkan dugaan keterlibatan tingkat tinggi dalam pembunuhan tersebut.
Choirul menilai, Sutanto mempunyai dugaan kuat BIN terlibat dalam pembunuhan Munir, tetapi belum mempunyai bukti-bukti yang otentik. Sutanto, kata Choirul, seharusnya dapat dengan mudah melakukan kebenaran dalam kasus tersebut, karena dirinya saat ini telah menjabat sebagai Kepala BIN.
"Dan seharusnya juga hasil temuan itu bisa menjadi masukan bagi Presiden sehingga tidak tiba-tiba meminta jubir membuat pernyataan yang ahistoris tersebut. Padahal, Presiden sempat menyatakan kasus Munir adalah the test of our history," kata Choirul.
Sementara itu, menurut Peneliti Imparsial, Al Araf, jika seandainya Kepala BIN belum berhasil membuktikan dugaannya sendiri, keterlibatan BIN dalam pembunuhan Munir bisa ditemukan dalam fakta-fakta persidangan, sejak Polycarpus, Indra Setiawan, maupun Muchdi Pr.
Oleh karena itu, ia mengatakan, keberadaan kawat diplomatik yang bocor itu saling memperkuat fakta-fakta persidangan yang sudah memiliki kekuatan hukum.
"Saat ini bola hanya di tangan Presiden. Maka kita tetap menyerukan bahwa kebutuhannya adalah Presiden yang berani menyelesaikan kasus Munir. Presiden tidak boleh melupakan pernyataan sendiri, dan Presiden juga harus meminta Jubirnya meralat pernyataannya itu," kata Al Araf.