Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Fukushima ke Muria...

Kompas.com - 25/03/2011, 04:14 WIB

Masyarakat Jepang yang biasa patuh kepada otoritas pemerintahnya mulai dilanda krisis kepercayaan terhadap kemampuan pemerintah mengatasi masalah itu. ”Banyak orang Jepang berpikir krisis nuklir ini sangat serius dan mulai meninggalkan Tokyo sekalipun pemerintah berulang kali mengatakan kebocoran radiasi tidak serius,” kata Yamamoto Nobuto, profesor ilmu politik di Keio University, Tokyo.

Sekalipun menuai banyak protes di kalangan warga, di satu sisi kita bisa belajar betapa Pemerintah Jepang sungguh-sungguh melindungi warganya. Jepang juga memiliki perangkat teknologi deteksi radiasi di semua prefekturnya. Lebih penting lagi, pemerintah dituntut transparan memaparkan situasi terbaru dan ancamannya bagi masyarakat.

”Pascatragedi Chernobyl di Ukraina (dulu wilayah Uni Soviet), transparansi menjadi salah satu syarat penting dalam industri nuklir komersial,” kata M Kunta Biddinika, mahasiswa doktoral di Tokyo Institute of Technology. Banyaknya korban Chernobyl disebabkan Pemerintah Soviet berusaha menutupi terjadinya kebocoran radiasi. Kebocoran terdeteksi 10 hari kemudian oleh detektor nuklir Swedia.

Transparansi pula yang membuat realisasi PLTN di Jepang sebenarnya tak juga berjalan mulus. Menurut Kunta, sebagian masyarakat Jepang tegas menolak PLTN. Warga kota Maki di Prefektur Niigata, misalnya, pernah menggelar referendum menolak rencana pembangunan PLTN di wilayah mereka.

Penolakan yang sama sebenarnya terjadi terhadap rencana pembangunan PLTN di Muria, Jawa Tengah. Sejauh ini Pemerintah Indonesia sepertinya yakin, secara teknologi PLTN aman dibangun di Indonesia.

Bukan hanya teknologi

Belajar dari kasus Fukushima Daiichi, masalah terbesar nuklir bukanlah pada kecanggihan dan keamanan teknologi nuklir semata. ”Teknologi nuklir terbaru didesain bisa mengoreksi kesalahan manusia,” kata Kunta, anggota Tim Nuklir Kedutaan Besar Republik Indonesia di Jepang.

Reaktor Fukushima, meski termasuk generasi lama, sudah diperbarui teknologinya untuk langsung padam saat gempa, seperti Jumat dua pekan lalu.

Pemerintah Jepang juga telah menyiapkan tanggul penahan tsunami setinggi 7,5 meter, sebagaimana diperkirakan terjadi dengan kemungkinan 99,9 persen dalam kurun waktu 30 tahun. ”Namun, kekuatan tsunami dan gempa dua pekan lalu ternyata di luar perkiraan kami,” kata ahli gempa dari The University of Tokyo, Teruyuki Kato.

Kekuatan prediksi dan mitigasi memiliki batas dibandingkan dengan gempa dan tsunami. Gempa Sendai, menurut Kato, berpotensi terjadi lagi dengan kekuatan yang tetap menjadi misteri. Sebagaimana Jepang, nyaris tak ada daratan di Indonesia yang aman dari ancaman gempa dan tsunami.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com