Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WikiLeaks dan SBY

Kompas.com - 15/03/2011, 03:08 WIB

Penulis pernah memperingatkan pemerintah untuk mengambil langkah antisipatif terhadap informasi WikiLeaks ketika Wakil Menteri Luar Negeri tidak ingin berkomentar atas informasi yang ada di tangan WikiLeaks karena belum diketahui isinya. Penulis meminta pemerintah proaktif berkomunikasi dengan Kedubes AS terkait isi informasi yang dikirim oleh para diplomat AS. Tentu caranya harus dilakukan secara tertutup.

Selanjutnya, pemerintah perlu mendewasakan publik sehingga bila ada kebocoran kawat para diplomat AS yang tak enak didengar, seperti saat ini, publik dan para pejabat tak akan reaktif. Memang harus dipahami oleh publik, termasuk pejabat dan jurnalis, para diplomat, tak hanya yang dari AS, dalam menyampaikan laporan ke negara asal mendasarkan diri pada dua kategori informasi.

Pertama adalah apa yang dibaca di media massa atau pidato tertulis para pejabat negara. Kedua adalah hasil percakapan dengan narasumber yang berlatar belakang aktivis, akademisi, politisi, dan pejabat setempat. Dalam konteks perolehan informasi dari narasumber, informasi yang didapat lebih banyak bukan informasi yang didasarkan pada bukti kuat atau informasi yang belum disaring karena masih berupa gosip jalanan ataupun informasi yang diberikan untuk keuntungan bagi informan. Langkah lanjutan yang perlu dilakukan pemerintah agar kerusakan di dalam negeri tidak lebih berdampak adalah melakukan pendekatan dengan media massa Australia. Pendekatan bisa dilakukan dengan difasilitasi oleh Pemerintah atau Kedubes Australia.

Pendekatan ini penting karena ada dua alasan mendasar. Pertama, karena media Australia mendapat bocoran kawat Per- wakilan AS di Indonesia dari WikiLeaks secara eksklusif. Kedua, media Australia sebenarnya hanya dimanfaatkan oleh WikiLeaks sebagai medium. Besar kemungkinan WikiLeaks telah mengubah strategi dalam penayangan bocoran kawat yang sebelumnya mengandalkan situs web dan koran Inggris, The Guardian.

Agar memiliki daya tekan terhadap AS, kini WikiLeaks memberikan secara eksklusif bocoran ke media massa pilihannya. Bisa jadi ini merupakan serangan balik terhadap upaya AS menghancurkan operasi WikiLeaks. WikiLeaks dalam konteks itu telah berhasil. Hanya, Indonesia secara internal menjadi korban. Bahkan bukan tidak mungkin hubungan Indonesia dan Australia akan terkena dampak.

Oleh karena itu, media Australia diupayakan mengakhiri penayangan isi kawat yang dibocorkan. Dikhawatirkan penayangan oleh media massa Australia dipersepsi publik Indonesia sebagai serangan Australia terhadap Indonesia.

Langkah lanjut lain, pemerintah perlu membentuk tim investigasi yang independen dan kredibel untuk mengungkap siapa saja pejabat yang memberikan informasi kepada diplomat AS dan apa motivasi mereka. Ini penting mengingat laporan diplomat AS ke Washington tak mungkin hasil rekayasa mereka sendiri.

Mental pejabat dalam mengumbar informasi kepada diplomat asing agar diakui dekat dengan kekuasaan harus diakhiri. Para pejabat harus paham, di mata para diplomat asing, informasi dari pejabat bernilai sangat tinggi dibandingkan dari aktivis, akademisi, atau wartawan.

Baik pejabat maupun politisi harus menghentikan penyampaian informasi kepada diplomat asing yang bertujuan politis. Tujuan politis dimaksud adalah meminjam tangan negara asing untuk melawan rival politiknya, bahkan melawan atasan pejabat yang menyampaikan informasi. Hasil tim investigasi perlu diungkap untuk menepis kecurigaan publik. Kecurigaan publik tidak boleh dibiarkan. Jangan sampai kecurigaan atas bocornya kawat Perwakilan AS di Indonesia menjadi pemicu ketidakpercayaan publik kepada elite dan para penyelenggara negara.

Hikmahanto Juwana Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com