Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Orang-orang Indonesia yang Terusir ke China

Kompas.com - 02/02/2011, 04:12 WIB

”Waktu itu banyak sekali bayi-bayi yang dibuang di jalan atau di semak-semak. Ini karena adanya peraturan yang hanya memperbolehkan satu keluarga satu anak. Kira-kira ada 100 bayi yang diangkat anak oleh kami yang berasal dari Indonesia,” kata Wu.

Semua kesulitan-kesulitan itu mereka jalani dengan kesabaran. Kini mereka mengaku sudah hidup enak. Dengan pensiun sebesar 1.000 yuan atau sekitar Rp 1,3 juta per bulan, mereka sudah merasa cukup. Anak-anak mereka pun sudah besar dan sudah bekerja.

Walau telah 50 tahun tinggal di Yingde, ternyata jiwa mereka masih merasa sebagai orang Indonesia. Tidak ada dendam di hati mereka kepada Pemerintah Indonesia. ”Itu bagian dari sejarah hidup. Tidak ada yang perlu disesali. Indonesia tetap berada di hati kami,” kata Gunawan dengan tersenyum.

Bukti mereka masih sangat mencintai Indonesia adalah mereka tetap berbahasa Indonesia kepada anak cucu mereka. Memasak makanan Indonesia, dan yang lebih hebat lagi, mengajarkan anak cucu mereka tarian dan lagu-lagu Indonesia. Bahkan, bermain angklung sudah menjadi kebiasaan anak-anak generasi ketiga mereka.

Ketika Kompas berkunjung ke desa mereka, para remaja putri mempersembahkan tarian Lenggang Nyai Betawi, seudati dari Aceh, dan tari-tari kreasi dari berbagai daerah Nusantara. Lalu mereka juga menyanyikan lagu Potong Bebek Angsa dengan angklung. Mereka tampil dengan sangat antusias walaupun sore itu mereka kedinginan karena suhu menunjukkan nol derajat celsius, sementara angin terus-menerus berembus.

”Inilah kegiatan kami saat ini, terus berusaha mempromosikan budaya Indonesia agar terjalin persahabatan antara China dan Indonesia,” kata Huang Hui Lan, yang juga berasal dari Aceh. Huanglah yang merintis, mengelola, dan mengatur Sanggar Seni Budaya Sukarelawan ini. Bahkan, putri bungsu Huang, Zheng Ying, sekarang sedang berada di Indonesia untuk belajar bahasa Indonesia dan sekaligus belajar menari di Solo.

Huang sendiri kini mampu berbicara bahasa Jawa karena hampir setiap hari dia dikeliling oleh orang-orang yang bercakap-cakap dengan bahasa Jawa. ”Saya belajar bahasa Jawa justru di sini. Almarhum suami saya orang Semarang. Pak Gunawan orang Sukoharjo. Istri Pak Gunawan orang Madiun,” kata Huang sambil tertawa.

Apa yang dilakukan mereka ini, menurut Huang, juga karena didukung oleh Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI), yang ketika itu dijabat oleh Harimawan Sujitno. Hingga kini, KJRI terus mendukung kegiatan mereka dengan mengirimkan pelatih tari, memberikan angklung dan juga kostum-kostum untuk menari.

Dengan dukungan KJRI, mereka sekarang terkenal seantero China. Mereka sering diundang untuk tampil pada acara-acara persahabatan yang berkaitan dengan Indonesia. ”Sebulan bisa tiga-empat kali tampil, keliling China,” kata Huang yang hari itu baru pulang dari Beijing.

Mereka juga sempat tampil di depan Jusuf Kalla yang berkunjung ke China saat beliau menjabat Wakil Presiden. Peristiwa itu sangat membekas dalam diri mereka dan menjadi kebanggaan mereka. ”Indonesia masih tetap di hati kami. Kami selalu rindu untuk kembali ke sana,” kata Gunawan. (ARN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com