Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

TAJUK RENCANA

Kompas.com - 29/12/2010, 04:21 WIB

Spiral Kekerasan di Nigeria

Spiral kekerasan yang bersifat kesukuan dan keagamaan telah melilit semakin keras dan menyiksa Nigeria, negara berpenduduk terbesar di Afrika.

Aksi peledakan menjelang Natal 2010 yang menewaskan 32 orang dan mencederai 100 orang lainnya hanya memperlihatkan kekerasan tidak pernah surut. Upaya melepaskan diri dari perangkap kekerasan dan sikap saling curiga tampak masih sulit.

Sebagaimana lazimnya, konflik yang bersifat kesukuan dan agama sangat mudah dimulai, tetapi sungguh sulit dihentikan. Kerumitan itulah yang dialami Nigeria, negeri berpenduduk 150 juta jiwa, sejak merdeka dari Inggris tahun 1960. Pemerintahan Presiden Nigeria Goodluck Jonathan berusaha keras mengakhiri konflik kesukuan dan keagamaan, tetapi belum berhasil.

Kerusuhan keagamaan telah menewaskan paling tidak 500 orang tahun ini. Nigeria merupakan bangsa majemuk yang terdiri dari sekitar 250 suku dengan agama utama Islam, Kristen, dan animisme. Konflik yang bersifat keagamaan bertambah sensitif karena tumpang tindih dengan pertarungan kepentingan politik dan ekonomi.

Sekalipun Nigeria sudah merdeka 50 tahun, rasa kebangsaan belum berkembang. Sebagian besar penduduk lebih merasa sebagai anggota sebuah suku atau umat sebuah agama ketimbang sebagai warga negara, yang sama kedudukannya di depan hukum. Masyarakat Nigeria pun terkotak-kotak dalam isu kesukuan dan keagamaan.

Ikatan kesatuan Nigeria sebagai bangsa masih rapuh. Kesatuan Nigeria bahkan terancam pecah oleh gerakan separatis tahun 1967, atau tujuh tahun setelah merdeka, di wilayah timur yang kaya minyak. Sebelum gerakan pemberontakan dipadamkan 30 bulan kemudian, konflik berdarah itu menewaskan sedikitnya satu juta orang.

Sudah pasti, konflik kesukuan dan keagamaan tidaklah berdiri sendiri. Para pengamat cenderung berpendapat, akar terdalam dari pergolakan di Nigeria terletak pada masalah kemiskinan, korupsi, dan kesenjangan sosial yang sangat lebar. Jika tingkat kesejahteraan dan keadilan ekonomi tercipta untuk seluruh lapisan, frustrasi sosial diyakini tidak terjadi. Dalam situasi yang tertekan itu, suku dan agama dijadikan sebagai pegangan satu-satunya.

Masyarakat semakin jauh masuk ke dalam sentimen dan fanatisme kesukuan dan keagamaan karena tidak berdaya menghadapi jebakan kemiskinan. Sekalipun Nigeria kaya minyak, hal itu tidak memberikan kesejahteraan bagi masyarakat dan negara. Sebagian besar hasil minyak dan kekayaan alam lainnya dikorupsi.

Hanya segelintir orang, terutama pejabat dan kroninya, menjadi kaya raya, sementara mayoritas rakyat hidup menderita dalam kemiskinan. Uang minyak juga tidak terlihat pada pembangunan infrastruktur. Tantangan yang dihadapi Nigeria tidaklah kecil.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com