JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah kebudayaan yang sudah mengakar di Indonesia dicaplok negara tetangga. Mulai dari batik, seni reog Ponorogo, lagu Rasa Sayange, hingga yang teranyar, Tari Pendet.
Indonesia selalu tertinggal dalam melindungi kekayaan budayanya secara hukum. Entertainer Sys NS mengatakan, seharusnya ada satu instansi yang mengurus pematenan budaya. Hal itu dikatakan Sys saat bersama sejumlah seniman dan budayawan yang tergabung dalam Mufakat Kebudayaan, bertemu dengan pimpinan MPR, Rabu (2/9).
"Kita selalu ribut soal HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual). Tapi tidak peduli dengan hak paten. Kalau pematung atau seniman kecil-kecil disuruh ngurus paten sendiri, mereka tidak punya dana. Jangan kalau sudah dicolong, baru teriak. Seharusnya ada instansi yang mengurus soal paten," ujar Sys, di Ruang Tamu Pimpinan MPR.
Ia mengatakan, dibukanya pintu bagi pembauran budaya lokal dan budaya asing harus mendapat perhatian. Pembaruan ini, terkadang menimbulkan dampak negatif bagi generasi muda Indonesia. "Tolonglah punya keberpihakan kepada seni budaya Indonesia," ujarnya.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama budayawan Radar Panca Dahana mengkritisi pandangan para politisi terhadap kebudayaan yang berkaca pada masa lalu. Menurut dia, budaya masih dianggap sebagai "gangguan" bagi dunia politik. "Kita harus mendudukkan persoalan bahwa kebudayaan bukan gangguan bagi kehidupan politik," ujar Radar.
Kebudayaan dinilai semakin sulit memunculkan generasi-generasi baru karena ruang gerak yang sempit. Oleh karena itu, para seniman dan budayawan ini menyampaikan beberapa pemikirannya. Pemikiran tersebut diantaranya mengenai pembiayaan negara terhadap aktivitas budaya, membuat infrastruktur yang membangun arsitektur industri kreatif.
"Selama ini pelaku seni ditempatkan sebagai subordinat oleh kekuatan modal. Budaya mengalami gangguan dari luar. Sudah ada suatu usaha mendominasi dan eksploitasi dari kultur yang sudah dibangun saat ini. Kami mengajak semua pihak teruatama pemimpin bangsa agar mengubah cara pandang terhadap kebudayaan," ujar Radar.
Menanggapi pemikiran para seniman dan budayawan ini, Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mendorong langkah Mufakat Kebudayaan untuk melakukan pertemuan dan sharing dengan seluruh stakeholder. "Kalau ada yang menolak menerima untuk membicarakan budaya, sampaikan saja ke media," ujarnya.
Menurut Hidayat, kebudayaan harus ditempatkan pada posisi terhormat. Ia sepakat bahwa negara harus berperan dalam melindungi kebudayaan Tanah Air.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.