Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suharsono, Berkubang di Kolam Gurami

Kompas.com - 30/08/2008, 15:56 WIB

Pasar batu bata sangat tergantung pada musim. Misalnya, saat banyak kegiatan pembangunan fisik, kebutuhan batu bata pun melonjak. Sebaliknya, kalau proyek fisik sepi, penjualan batu bata akan menurun. Hal itu berbeda dengan ikan gurami yang pasarnya selalu ada dan tidak perlu mencari-cari karena pembeli datang dengan sendirinya. ”Kebutuhan ikan gurami untuk wilayah DIY sangat tinggi dan belum bisa dicukupi oleh petani ikan lokal. Sebagian pengusaha restoran masih mendatangkan (gurami) dari luar daerah. Kalau peluang itu bisa dibaca petani ikan, semangat mereka pasti tergugah,” katanya.

Prediksi Suharsono tidak meleset. Setelah usahanya sukses, warga dengan sendirinya mengikuti jejaknya. Suharsono pun lebih antusias mengembangkan usaha budidaya ikan di desanya. Begitu memasuki masa pensiun dari Hotel Inna Garuda Yogyakarta, dia membentuk kelompok petani ikan bernama Minoraharjo.

Pengalaman Suharsono sebagai pegawai hotel pun tidak disia-siakan. Ia bersama dengan kelompok Minoraharjo membentuk usaha pemancingan dan restoran. Selain untuk fungsi komersial, pondok pemancingan itu sekaligus menjadi sekretariat kelompok.

Berdiskusi

Kecintaan Suharsono pada dunia perikanan berawal dari kebiasaannya berdiskusi dengan kawan-kawan. Sejak awal ia menyukai bisnis karena sifatnya lebih menantang dibandingkan dengan kerja kantoran yang relatif monoton. ”Dari perbincangan dengan teman-teman, saya menyadari usaha perikanan sangat menguntungkan bila dilihat dari analisa ekonomi. Risikonya memang besar, tetapi untungnya juga besar,” katanya.

Jasa Suharsono dalam menyulap kubangan menjadi kolam gurami, membuat pemandangan di Desa Jambidan berubah. Belakangan, nyaris tak ada lagi kubangan yang dibiarkan terbengkalai. Semuanya dimanfaatkan untuk pembibitan dan budidaya gurami. Untuk pembibitan dibutuhkan kedalaman kurang dari 1 meter dan guna budidaya minimal 1 meter. Kesejahteraan warga desa juga meningkat sehingga pekerjaan menggali tanah liat untuk batu bata mulai ditinggalkan.

Pascagempa, para petani ikan sempat tergiur untuk memproduksi batu bata kembali. Pasalnya, kebutuhan batu bata waktu itu sangat tinggi. Sejumlah warga kembali menekuni ”profesi” lama. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi pengurus kelompok. ”Kami sempat kesulitan meyakinkan mereka untuk kembali ke perikanan. Namun, berkat usaha keras, mereka percaya dengan argumentasi kami,” tuturnya.

Keseriusan para petani dalam mengembangkan pembibitan dan budidaya ikan juga mendapat dukungan pemerintah desa setempat, dengan memberikan lahan kas desa seluas 2,5 hektar untuk dikelola menjadi kolam. Lahan itu bisa dibuat menjadi 150 buah kolam, tetapi sampai sekarang belum ada investor yang tertarik. ”Saya berharap ada investor yang tertarik menanamkan investasi untuk budidaya gurami di sini. Selama ini kami masih kewalahan memenuhi permintaan pasar karena keterbatasan modal,” kata Suharsono.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads

Copyright 2008 - 2023 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com