Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

G-20 London, Sejarah Mencatat

Kompas.com - 05/04/2009, 04:59 WIB

Simon Saragih

KOMPAS.com - Ketika para pemimpin dunia bertemu, di mana saja, terutama di negara demokrasi sejati, hampir selalu muncul aksi-aksi demonstrasi. Tidak heran jika pertemuan selalu dilakukan di lokasi yang tidak dijangkau umum. Indonesia pun pernah menjadi sasaran demonstrasi, terutama di bawah kepemimpinan almarhum Soeharto pada era Orde Baru, yang sudah tidak lagi baru.

Isu Timor Timur merupakan salah satu aib bagi Indonesia hingga pertemuan APEC di Vancouver, Kanada, tahun 1996. Indonesia bisa saja meredam aspirasi, tetapi dunia tidak buta dan solidaritas universal tak terlumpuhkan dan jadilah Indonesia jadi sasaran aksi protes.

Dekade 1990-an, sasaran lain adalah China, yang sarat dengan pelanggaran hak asasi manusia dan kekejaman Tentara Rakyat China, yang dianggap tidak cinta rakyatnya. Sekeras apa pun China meredam rakyatnya, jeritan pilu warga tetap terdengar.

Terima kasih pada teknologi informasi dan semangat baja rekan sejagat, aib di negara mana saja mereka selalu bawakan. Heboh, seru, hingga fatal, demikian aksi-aksi demonstran terus berlanjut hingga sekarang dengan tensi yang terus meningkat.

Aksi terbaru mereka adalah protes terhadap pada pemimpin G-20, tetapi sasaran utamanya adalah negara-negara markas kapitalis, korporasi global dengan segala reputasi yang menjulang dan demikian harumnya selama 60 tahun terakhir.

Apakah mereka demonstran bayaran seperti yang sering kita dengar di Indonesia, di mana ada demonstran membela yang bayar, bukan membela yang benar?

Rasanya tidak. Dalam dua puluh tahun terakhir, aksi-aksi demonstran umumnya bertemakan anti-neokolonialisme, kapitalisme. Sasaran terbaru adalah kecaman hingga perusakan perusahaan dan rumah eksekutif bisnis, yang selama ini tampil necis dengan dasi berkilau, mobil mewah, tetapi terbukti telah menjadi pemicu krisis terbesar sejak tahun 1929.

Kapitalisme kanibal

Di samping demonstran jalanan, ada banyak kolumnis yang memberontak tatanan dunia baru, yang diwujudkan dengan keberadaan IMF, Bank Dunia, dan WTO, yang juga dianggap sebagai corong kapitalisme. Sejarah akhirnya membuktikan, Bank Dunia, IMF, dan WTO, yang dikuasai Eropa dan AS bukan badan penolong warga lemah, tetapi corong bagi kapitalis dengan payung ”malaikat”.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com