Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerangka Kerja Ekonomi Baru China Dinilai Tak Menyelesaikan Masalah Deflasi

Kompas.com - 08/03/2024, 11:58 WIB
Paramita Amaranggana,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

CHINA baru saja mencatat rekor penurunan harga konsumen tercepat dalam 15 tahun terakhir pada Januari lalu. Setelah pertama kali memasuki deflasi pada musim panas lalu, harga-harga di China terus mengalami penurunan.

Dibandingkan tahun lalu, indeks harga konsumen China telah mengalami penurunan 0,8 persen. Deflasi ini sekaligus menandai penurunan harga konsumen paling tajam sejak krisis ekonomi pada September 2009.

Hal yang paling memengaruhi deflasi adalah harga pangan. Harga pangan telah turun sebesar 5,9 persen pada Januari. Hal ini dikarenakan menurun drastisnya harga daging babi sebesar 17 persen, sayuran segar sebesar 12,7 persen, dan buah-buahan 9,1 persen.

Baca juga: Ekonomi China Bebani Pergerakan Harga Minyak Dunia

Harga energi di China juga ikut turun akibat kembali pulihnya pasokan global setelah invasi Rusia ke Ukraina tahun 2022.

Setelah Covid-19, harga-harga di negara maju lain seperti Amerika Serikat (AS) mengalami kenaikan drastis karena tingginya permintaan sebagai dampak dari keterbatasan suplai. Berbanding terbalik dengan AS, permintaan pasar di China justru menurun.

Karena permintaan pasar menurun, pabrik-pabrik akhirnya terpaksa memotong produksinya. Pada bulan Januari, indeks harga produsen menurun 2,5 persen  setelah sebelumnya juga sudah turun 2,7 persen di bulan Desember.

Bahaya Dampak Deflasi 

Turunnya harga-harga memang tampaknya membawa keuntungan bagi warga. Namun, penurunan harga akan berdampak buruk ketika terjadi dalam jangka panjang. Ahli memprediksi warga justru akan semakin mengurangi pembelian karena menunggu harga turun lebih jauh lagi.

Jika hal ini terjadi, perekonomian China akan semakin tertekan dan deflasi akan semakin memburuk.

Beberapa ekonom juga mengkhawatirkan rendahnya permintaan pasar di China akan berdampak buruk bagi negara-negara lain karena mungkin saja China akan mulai bergantung pada permintaan pasar dari negara lain untuk memperbaiki kembali perekonomiannya.

Para ekonom berpendapat, untuk memperbaiki deflasi pertama-tama harus terlebih dahulu meningkatkan permintaan pasar untuk barang dan jasa, baik caranya dengan pemerintah secara langsung mengalirkan lebih banyak dana pada sektor ekonomi atau mendorong bank untuk memberikan pinjaman lebih banyak kepada bisnis dan rumah tangga.

Untuk terus meningkatkan kepercayaan konsumen dan mendorong daya beli masyarakat, pemerintah juga perlu fokus dalam mengakhiri kemerosotan properti. Otoritas perlu memastikan agar bank lebih leluasa memberikan pinjaman ke sektor properti.

Strategi Ekonomi Dinilai Tak Selesaikan Masalah

Permasalahannya kini, pemerintah China baru saja mengeluarkan strategi ekonomi baru yang dianggap tidak akan memecahkan masalah deflasi. Perdana Menteri China, Li Qiang, mengumumkan target pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar 5 persen pada tahun 2024. Demi mencapai target ini, pemerintah China membentuk kerangka kerja jangka panjang di bawah slogan “kekuatan produktif baru”.

Baca juga: Xi Jinping Akui Ekonomi China Berada dalam Masalah

Hal itu menekankan pada upaya untuk menaruh perhatian besar pada industri manufaktur dengan produktivitas lebih besar, khususnya pada bidang teknologi ramah lingkungan seperti kendaraan listrik dan panel surya, kecerdasan buatan, dan layanan digital.

Sebagai dampaknya, pinjaman kepada sektor properti akan mengalami penurunan karena  bank justru akan lebih banyak didorong untuk memprioritaskan pinjaman bagi industri manufaktur.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Internasional
Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Internasional
Genosida Armenia, Apa Itu?

Genosida Armenia, Apa Itu?

Internasional
Mengapa Persia Berubah Nama Menjadi Iran

Mengapa Persia Berubah Nama Menjadi Iran

Internasional
Sejarah Panjang Hubungan Korea Utara dan Iran

Sejarah Panjang Hubungan Korea Utara dan Iran

Internasional
Mengapa Ukraina Ingin Bergabung dengan Uni Eropa?

Mengapa Ukraina Ingin Bergabung dengan Uni Eropa?

Internasional
Siapa Kelompok-kelompok Pro-Israel di AS?

Siapa Kelompok-kelompok Pro-Israel di AS?

Internasional
Mengenal Kelompok-kelompok Pro-Palestina di AS

Mengenal Kelompok-kelompok Pro-Palestina di AS

Internasional
Secara Ekonomi, Cukup Kuatkah Iran Menghadapi Perang dengan Israel?

Secara Ekonomi, Cukup Kuatkah Iran Menghadapi Perang dengan Israel?

Internasional
Mengapa Israel Menyerang Kota Isfahan di Iran?

Mengapa Israel Menyerang Kota Isfahan di Iran?

Internasional
Apa Status Palestina di PBB?

Apa Status Palestina di PBB?

Internasional
Alasan Mogok Kerja Para Dokter di Kenya

Alasan Mogok Kerja Para Dokter di Kenya

Internasional
Posisi Yordania Terjepit Setelah Ikut Tembak Jatuh Rudal Iran

Posisi Yordania Terjepit Setelah Ikut Tembak Jatuh Rudal Iran

Internasional
Asia Tenggara Jadi Tujuan Utama Perdagangan Sampah Impor Ilegal

Asia Tenggara Jadi Tujuan Utama Perdagangan Sampah Impor Ilegal

Internasional
Junta Myanmar Dituding Pakai Warga Rohingya sebagai “Perisai Manusia”

Junta Myanmar Dituding Pakai Warga Rohingya sebagai “Perisai Manusia”

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com