Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Kompas.com - 26/04/2024, 10:42 WIB
Paramita Amaranggana,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

BEKERJA di luar negeri bisa jadi alternatif untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Namun bagi beberapa warga India, hal ini justru berubah jadi malapetaka.

Dalam beberapa bulan terakhir, muncul sejumlah laporan tentang warga India yang “ditipu” untuk masuk ke barisan militer Rusia dan ikut berperang melawan Ukraina.

Para korban awalnya dijanjikan untuk bekerja di Rusia melalui agen atau media sosial. Pekerjaan yang ditawarkan menjanjikan dan tidak mencurigakan, seperti juru masak atau pembantu rumah tangga.

Alih-alih dapat pekerjaan, sesampainya di Rusia para korban justru dilatih untuk berperang dan dikirim ke medan perang di Ukraina.

Baca juga: Ukraina Mulai Gunakan Rudal Balistik Jarak Jauh untuk Serang Rusia

Hingga Maret lalu, Biro Investigasi Pusat India melaporkan telah mencatat setidaknya 35 warga India yang terjebak dalam skema penipuan tersebut. Beberapa terluka parah bahkan ada pula yang tewas.

Pada Februari lalu, hampir selusin laporan terkait kasus serupa. Para korban yang tertipu itu berusia antara 22 sampai 31 tahun. Mereka mengaku mendapat informasi dari agen atau media sosial dan pekerjaan yang dijanjikan adalah “pembantu dalam pengembangan militer di Rusia". Namun, mereka justru dikirim ke medan perang dengan dalih “pelatihan”.

Para korban dan keluarga juga melaporkan bahwa agen yang menawarkan pekerjaan tersebut meminta bayaran 300 ribu rupee di awal dengan jaminan paspor Rusia jika para korban telah melewati beberapa bulan bertugas di militer. Semua korban yang terlibat dalam penipuan tersebut datang dari keluarga kurang mampu yang kebanyakan pekerjaannya sehari-hari adalah pengemudi tuk-tuk atau penjual teh.

Salah satu korban skema penipuan tersebut adalah Hemil Mangukiya dari Gujarat. Hemil dilaporkan tewas terkena serangan misil ketika bertugas. Ayah Hemil, Ashwin mengatakan, anaknya ditempatkan sekitar 20-22 km di dalam perbatasan Ukraina dan hanya bisa meneleponnya setiap beberapa hari sekali karena terbatasnya akses ke jaringan seluler.

Ashwin berkata kepada BBC pada 23 Februari bahwa ia sempat berkomunikasi dengan anaknya tiga hari sebelumnya. Dua hari setelahnya, keluarganya mendapatkan telepon kembali. Bukan suara Hemil, keluarganya justru disambut dengan kabar bahwa Hemil telah tewas.

Pria bernama Imran yang memberikan berita kematian kepada keluarga Hemil berkata, Hemil tewas pada tanggal 21, sehari setelah ia menelepon ayahnya. Imran berkata serangan misil yang membunuh Hemil terjadi saat Hemil sedang menggali bunker.

Pada 14 Desember, orangtua beserta kerabat Hemil pergi ke Mumbai untuk mengantar Hemil ke bandara. Di bandara, terdapat seorang pria dan seorang perempuan yang mengaku sebagai karyawan perusahaan perekrutan yang mempekerjakan Hemil. Keduanya meyakinkan keluarga Hemil bahwa putra mereka akan aman dari pertempuran apapun.

Keluarga Hemil mengatakan, Hemil pertama kali dibawa ke kota Chennai di India selatan, lalu ke Dubai, baru ke Rusia. Seluruh prosesnya tampak menjanjikan sampai Hemil melapor bahwa dia mendapat pelatihan senjata secara paksa. Selanjutnya, Hemil dikerahkan ke garis depan dan ditugaskan menggali bunker dan mengangkut senjata berat untuk tentara Rusia.

BBC juga melakukan wawancara dengan keluarga dari korban lain yang saat itu masih berada di Rusia.

“Putra saya yang berusia 28 tahun bekerja di sebuah perusahaan pengemasan di Dubai. Dia bersama tiga temannya melihat video seorang agen yang menawarkan pekerjaan di Rusia dengan gaji yang dijanjikan sebesar 90.000 hingga 100.000 rupee, dibandingkan dengan penghasilan mereka saat ini sebesar 35.000 hingga 40.000 rupee. Mereka membayar agen tersebut sebesar 300.000 rupee melalui pinjaman. Tolong bantu bawa anak saya kembali,” kata ayah dari salah satu korban lain yang tidak disebutkan namanya itu kepada BBC Hindi melalui telepon.

Seorang korban lain dari Uttar Pradesh sempat mengirim sebuah video yang ia rekam dari lokasi aman di Moskwa. Dalam video tersebut, dia mengaku bahwa dirinya dan beberapa korban lain dibawa ke Rusia oleh sebuah jaringan saluran YouTube Baba Vlogs.

Ia mengaku mereka ditawari gaji 150 ribu rupee sebulan tanpa diberitahu bahwa pekerjaan yang dimaksud adalah menjadi tentara.

Faisal Khan, pemilik dari akun Baba Vlogs yang ikut terseret namanya akibat kasus itu mengatakan, dia tidak sadar bahwa pekerjaan yang ia promosikan itu merupakan “penipuan”. Khan sempat mengunggah sebuah video kepada 300 ribu pengikutnya terkait tawaran pekerjaan di Rusia sebagai pembantu militer.

Baca juga: AS Diam-diam Kirim Rudal Jarak Jauh ATACMS ke Ukraina, Bisa Tempuh 300 Km

Dalam videonya, Khan berkata pekerjaan itu aman dan dapat memberi keuntungan seperti mendapatkan izin tinggal permanen di Rusia. Setelah mengirim 26 orang India ke Rusia, barulah ia sadar bahwa telah “disesatkan” oleh perantara Rusia terkait sifat asli pekerjaan tersebut. Khan berkata kepada The Guardian bahwa ia “tidak menyangka mereka akan dikirim ke zona perang.”

Seorang pria dari Kashmir menelepon dari perbatasan Rusia-Ukraina berkata ia sedang terdampar di Mariupol di Ukraina bersama rekan-rekannya dari India dan sembilan orang dari Nepal dan Kuba. Ia juga menunjukkan kakinya yang terluka saat latihan.

“Komandan saya terus bilang, tembak pakai tangan kanan, tembak pakai tangan kiri, tembak di atas, tembak jatuh,” katanya.

“Saya belum pernah menyentuh pistol. Saat itu sangat dingin, dan dengan pistol di tangan kiri saya, saya akhirnya menembak kaki saya.”

Pada awal Maret dilaporkan bahwa seorang warga India lain tewas saat berperang di garis depan. Mohammad Afsan dilaporkan telah tiba di Moskwa sejak November untuk pekerjaan yang ia kira adalah penjaga keamanan. “Ia tidak tahu bahwa ia sedang dikirim ke zona perang,” kata saudaranya, Mohammad Imran.

Tidak semuanya tewas atau berakhir buruk, ada pula beberapa yang berhasil kabur, contohnya David Moothappan. Pada Oktober lalu, David menemukan sebuah iklan di Facebook yang menawarkan pekerjaan sebagai penjaga keamanan di Rusia. Gaji yang ditawarkan sangat menggiurkan bagi David yang hanya seorang nelayan di Kerala.

Beberapa minggu kemudian, ia justru berada di medan perang di Donetsk. “Kematian dan kehancuran terjadi dimana-mana,” katanya.

Ia dan seorang pria lain dari Kerala berhasil pulang ke rumah pada awal April ini.

Respon Pemerintah India

Beberapa keluarga yang mulai resah akibat kurangnya aksi dari pemerintah India mengatakan mereka merasa tidak punya pilihan lain selain pergi ke Ukraina yang diduduki Rusia untuk menjemput kembali keluarganya.

“Selama berbulan-bulan, keluarga-keluarga tersebut telah menunggu tindakan pemerintah untuk memulangkan warga negara India tersebut. Namun sejauh ini belum ada kemajuan yang dicapai,” kata Raja Begum kepada NBC News.

Di sisi lain, Biro Investigasi Pusat India mengatakan telah menangkap 35 orang atas kasus yang mereka kategorikan sebagai perdagangan manusia tersebut. Badan tersebut sekaligus juga telah menyita uang tunai sekitar 50 juta rupee.

Kementerian Luar Negeri India mengatakan, pemerintah negara itu sedang berupaya semaksimal mungkin untuk memulangkan para korban selamat sesegera mungkin.

“Kami juga telah mengatakan kepada masyarakat untuk tidak menjelajah zona perang atau terjebak dalam situasi yang sulit,” kata Juru Bicara Kementerian, Randhir Jaiswal, sembari menambahkan bahwa India secara rutin berhubungan dengan pihak berwenang Rusia di New Delhi serta Moskwa dan sangat berkomitmen terhadap “kesejahteraan seluruh orang India”.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Minim Perlindungan, Tahanan di AS yang Jadi Buruh Rawan Kecelakaan Kerja

Minim Perlindungan, Tahanan di AS yang Jadi Buruh Rawan Kecelakaan Kerja

Internasional
Siapa 'Si Lalat' Mohamed Amra, Napi yang Kabur dalam Penyergapan Mobil Penjara di Prancis?

Siapa "Si Lalat" Mohamed Amra, Napi yang Kabur dalam Penyergapan Mobil Penjara di Prancis?

Internasional
Pemungutan Suara di Paris Bikin Pulau Milik Perancis di Pasifik Mencekam, Mengapa?

Pemungutan Suara di Paris Bikin Pulau Milik Perancis di Pasifik Mencekam, Mengapa?

Internasional
Perjalanan Hubungan Rusia-China dari Era Soviet sampai Saat Ini

Perjalanan Hubungan Rusia-China dari Era Soviet sampai Saat Ini

Internasional
Pertemanan Rusia-China Makin Erat di Tengah Tekanan Barat

Pertemanan Rusia-China Makin Erat di Tengah Tekanan Barat

Internasional
Praktik 'Deepfake' di China Marak, Youtuber Asal Ukraina Jadi Korban

Praktik "Deepfake" di China Marak, Youtuber Asal Ukraina Jadi Korban

Internasional
Mengenal Peristiwa Nakba, Hilangnya Tanah Air Palestina

Mengenal Peristiwa Nakba, Hilangnya Tanah Air Palestina

Internasional
Apa Itu UU ‘Agen Asing’ Georgia dan Mengapa Eropa Sangat Khawatir?

Apa Itu UU ‘Agen Asing’ Georgia dan Mengapa Eropa Sangat Khawatir?

Internasional
Mengapa Presiden Putin Ganti Menteri Pertahanannya?

Mengapa Presiden Putin Ganti Menteri Pertahanannya?

Internasional
Lebanon Cemas di Tengah Meningkatnya Ketegangan Hezbollah-Israel

Lebanon Cemas di Tengah Meningkatnya Ketegangan Hezbollah-Israel

Internasional
Ramai soal Pengguna Media Sosial Blokir Artis-artis Ternama, Ada Apa?

Ramai soal Pengguna Media Sosial Blokir Artis-artis Ternama, Ada Apa?

Internasional
Jutaan Migran Tak Bisa Memilih dalam Pemilu Terbesar di Dunia

Jutaan Migran Tak Bisa Memilih dalam Pemilu Terbesar di Dunia

Internasional
Nasib Migran dan Pengungsi Afrika Sub-Sahara yang Terjebak di Tunisia

Nasib Migran dan Pengungsi Afrika Sub-Sahara yang Terjebak di Tunisia

Internasional
9 Mei, Hari Rusia Memperingati Kemenangan Soviet atas Nazi Jerman

9 Mei, Hari Rusia Memperingati Kemenangan Soviet atas Nazi Jerman

Internasional
Gelombang Panas Mengakibatkan Kesenjangan Pendidikan

Gelombang Panas Mengakibatkan Kesenjangan Pendidikan

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com