Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Status Palestina di PBB?

Kompas.com - 22/04/2024, 11:18 WIB
Paramita Amaranggana,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

AMERIKA Serikat (AS) memveto rancangan resolusi Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang akan memberikan Palestina keanggotaan penuh di PBB. Veto tersebut, yang terjadi saat pemungutan suara pada 18 April 2024, menghalangi proses pengakuan dari PBB atas negara Palestina.

Sebanyak 12 dari 15 anggota dalam DK PBB mendukung resolusi tersebut, sedangkan dua lainnya, Swiss dan Inggris memilih untuk abstain. Karena AS memilih untuk memveto resolusi tersebut, maka dengan resmi rancangan resolusi tersebut batal untuk diteruskan.

Para petinggi AS sebenarnya berharap dapat menghindari penggunaan hak vetonya. Namun, para petinggi AS ini mengatakan bahwa pada akhirnya mereka harus pasrah dan menggunakan hak vetonya ini sekali lagi untuk mendukung Israel.

Baca juga: Alasan AS Tolak Palestina Jadi Anggota PBB

Menurut Washington, munculnya negara Palestina harus merupakan hasil dari perundingan terkait seluruh aspek usaha perdamaian di Timur Tengah.

“Amerika Serikat terus mendukung solusi dua negara. Pemungutan suara ini tidak mencerminkan penolakan terhadap negara Palestina, namun merupakan pengakuan bahwa hal tersebut hanya akan terjadi melalui perundingan langsung antar pihak,” kata wakil duta besar AS untuk PBB, Robert Wood, kepada dewan tersebut.

Ini bukan kali pertama AS menggunakan veto di PBB dalam kasus Israel-Palestina. AS dikenal banyak menggunakan veto dalam kasus Israel-Palestina, lebih jelasnya untuk mendukung Israel. Di bulan Maret, AS telah menggunakan veto terhadap draf resolusi menuntut gencatan senjata di Gaza. Itu pun bukan yang pertama, melainkan ketiga kalinya AS memveto draf resolusi gencatan senjata.

Presiden Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas, dengan tajam mengkritik veto AS itu. Dalam sebuah pernyataan, ia berkata veto AS tersebut “tidak adil, tidak bermoral, dan tidak dapat dibenarkan, serta bertentangan dengan keinginan komunitas internasional, yang sangat mendukung negara Palestina untuk memperoleh keanggotaan penuh di PBB.”

Di sisi lain, menteri luar negeri Israel, Israel Katz, memuji AS atas keputusan veto tersebut sembari menyebut proposal resolusi DK PBB itu “memalukan”.

“Usulan untuk mengakui negara Palestina, lebih dari enam bulan setelah pembantaian terbesar terhadap orang Yahudi sejak Holocaust dan setelah kejahatan seksual dan kekejaman lainnya yang dilakukan oleh teroris Hamas adalah hadiah untuk terorisme,” tulis Katz di akun X-nya setelah veto AS.

Status Palestina di PBB

Upaya Palestina untuk mendapatkan status keanggotaan tetap di PBB dimulai tahun 2011. Namun, dewan keamanan tidak pernah menindaklanjuti permintaan Palestina  karena AS menyatakan akan memveto pengajuan tersebut.

Alih-alih keanggotan tetap seperti yang mereka inginkan, mereka diberikan status Negara Pengamat Permanen non anggota oleh Majelis Umum pada tahun 2012.

Berdasarkan keterangan di laman UN News, status tersebut memberikan kepada Palestina hak untuk berpartisipasi dalam proses di PBB. Namun, Palestina tidak memiliki hak untuk memberikan suara pada rancangan resolusi dan keputusan di organ maupun badan utama, mulai dari dewan keamanan hingga Majelis Umum beserta enam komite utamanya.

Baca juga: Arab Saudi dan Beberapa Negara Menyesal Upaya Palestina Jadi Anggota PBB Gagal

Jika ingin mengajukan status keanggotaan penuh sekaligus hak untuk memberikan suara, Palestina diharuskan untuk mendapatkan persetujuan dari dewan keamanan dan dua pertiga dari majelis umum.

Pada 2 April, Palestina meminta dewan keamanan untuk mempertimbangkan kembali permintaan keanggotaan penuhnya di tahun 2011. Namun karena AS baru saja memveto, ini berarti perjuangan Palestina untuk mendapatkan keanggotaan penuh di PBB masih cukup panjang.

Apakah Palestina adalah Negara?

Terdapat dua teori kenegaraan. Pertama yaitu teori deklaratif. Penganut teori deklaratif mengatakan bahwa suatu negara dapat dianggap demikian jika memenuhi kriteria kenegaraan sebagaimana dinyatakan dalam Konvensi Montevideo tahun 1933 yang menjelaskan bahwa untuk menjadi sebuah negara, suatu wilayah harus mempunyai penduduk tetap, wilayah yang ditentukan, pemerintahannya sendiri, dan kemampuan untuk menjalin hubungan dengan negara lain.

Dalam konvensi tersebut juga dijelaskan bahwa keberadaan politik suatu negara “tidak tergantung pada pengakuan negara lain.”

“Bahkan sebelum adanya pengakuan, negara mempunyai hak untuk mempertahankan integritas dan independensinya, untuk menjamin konservasi dan kesejahteraannya, dan sebagai konsekuensinya untuk mengatur dirinya sendiri sesuai dengan keinginannya, untuk membuat undang-undang mengenai kepentingannya, mengatur pelayanannya, dan untuk menentukan yurisdiksi dan kompetensi pengadilannya,” demikian menurut konvensi tersebut.

Berbeda dengan Konvensi Montevideo, teori konstitutif menjelaskan bahwa suatu negara hanya dapat dianggap sebagai negara jika seluruh dunia mengakuinya. Teori ini singkatnya menganggap kenegaraan modern sebagai masalah hukum internasional dan diplomasi.

Sebenarnya, sebuah negara tetap dapat diakui sebagai negara walaupun bukan anggota PBB. Contohnya seperti Swiss yang baru saja bergabung dengan PBB sebagai negara anggota pada tahun 2002. Sebelum masuk jadi anggota, Swiss sudah diakui sebagai negara secara internasional.

Meski begitu, pada Palestina kasusnya cukup berbeda. Hingga saat ini, pandangan apakah Palestina layak disebut negara atau tidak,  masih sangat beragam.

Mereka yang bersandar pada Konvensi Montevideo berkata Palestina belum memenuhi syarat untuk disebut negara. Di sisi lain, yang menentang Konvensi Montevideo berkata bahwa Palestina dapat bergantung pada pengakuan internasional untuk mendapatkan statusnya sebagai negara.

Sampai dengan tahun 2023, sebanyak 139 dari 193 anggota PBB telah mengakui Palestina sebagai negara. Di Uni Eropa, sembilan dari 27 negara anggotanya telah mengakui negara Palestina.

Beberapa yang menolak Palestina adalah negara seperti AS, Prancis, dan Inggris. Ketiga negara tersebut menyatakan mereka tidak akan mengakui negara Palestina sampai konfliknya dengan Israel diselesaikan secara damai.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Amelia Earhart, Perempuan Pertama yang Melintasi Atlantik

Amelia Earhart, Perempuan Pertama yang Melintasi Atlantik

Internasional
Sosok Jacob Zuma, Mantan Presiden Afrika Selatan yang Didiskualifikasi dari Pemilu Parlemen

Sosok Jacob Zuma, Mantan Presiden Afrika Selatan yang Didiskualifikasi dari Pemilu Parlemen

Internasional
Iran Setelah Presiden Ebrahim Raisi Tewas, Apa yang Akan Berubah?

Iran Setelah Presiden Ebrahim Raisi Tewas, Apa yang Akan Berubah?

Internasional
Apa Itu Mahkamah Pidana Internasional (ICC) dan Mengapa ICC Mempertimbangkan Surat Perintah Penangkapan bagi Pemimpin Israel dan Hamas?

Apa Itu Mahkamah Pidana Internasional (ICC) dan Mengapa ICC Mempertimbangkan Surat Perintah Penangkapan bagi Pemimpin Israel dan Hamas?

Internasional
Tsai Ing-wen, Mantan Presiden Taiwan yang Dicintai Rakyat

Tsai Ing-wen, Mantan Presiden Taiwan yang Dicintai Rakyat

Internasional
Apa Tujuan Asli Putin Menginvasi Ukraina?

Apa Tujuan Asli Putin Menginvasi Ukraina?

Internasional
Siapa Ebrahim Raisi, Presiden Iran yang Tewas dalam Kecelakaan Helikopter?

Siapa Ebrahim Raisi, Presiden Iran yang Tewas dalam Kecelakaan Helikopter?

Internasional
Hubungan Israel-Mesir Memburuk Setelah Israel Duduki Perbatasan Rafah

Hubungan Israel-Mesir Memburuk Setelah Israel Duduki Perbatasan Rafah

Internasional
Minim Perlindungan, Tahanan di AS yang Jadi Buruh Rawan Kecelakaan Kerja

Minim Perlindungan, Tahanan di AS yang Jadi Buruh Rawan Kecelakaan Kerja

Internasional
Siapa 'Si Lalat' Mohamed Amra, Napi yang Kabur dalam Penyergapan Mobil Penjara di Prancis?

Siapa "Si Lalat" Mohamed Amra, Napi yang Kabur dalam Penyergapan Mobil Penjara di Prancis?

Internasional
Pemungutan Suara di Paris Bikin Pulau Milik Perancis di Pasifik Mencekam, Mengapa?

Pemungutan Suara di Paris Bikin Pulau Milik Perancis di Pasifik Mencekam, Mengapa?

Internasional
Perjalanan Hubungan Rusia-China dari Era Soviet sampai Saat Ini

Perjalanan Hubungan Rusia-China dari Era Soviet sampai Saat Ini

Internasional
Pertemanan Rusia-China Makin Erat di Tengah Tekanan Barat

Pertemanan Rusia-China Makin Erat di Tengah Tekanan Barat

Internasional
Praktik 'Deepfake' di China Marak, Youtuber Asal Ukraina Jadi Korban

Praktik "Deepfake" di China Marak, Youtuber Asal Ukraina Jadi Korban

Internasional
Mengenal Peristiwa Nakba, Hilangnya Tanah Air Palestina

Mengenal Peristiwa Nakba, Hilangnya Tanah Air Palestina

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com