Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kecerdikan dan Kegigihan Hamas dalam Memperoleh Senjata

Kompas.com - 18/04/2024, 10:45 WIB
Egidius Patnistik

Penulis

SERANGAN mendadak kelompok Hamas terhadap Israel - dengan menerobos perbatasan (hal yang belum pernah terjadi sebelumnya) - pada 7 Oktober 2023 melibatkan ribuan roket dan rudal, drone yang menjatuhkan bahan peledak, serta senjata ringan dan amunisi yang tak terhitung jumlahnya.

Serangan tersebut diluncurkan dari Jalur Gaza, daerah kantong yang dikuasai Hamas. Jalur Gaza merupakan wilayah di pesisir Laut Tengah bagian timur seluas 360 kilometer persegi yang kedua sisinya berbatasan dengan Israel dan satu sisi lagi dengan Mesir.

Gaza daerah miskin, padat penduduk, dan minim sumber daya alam. Wilayah itu hampir sepenuhnya terputus dari dunia luar selama hampir 17 tahun. Ketika Hamas mengambil alih kekuasaan di wilayah itu, Israel dan Mesir segera melakukan pengepungan ketat dan kondisi itu berlangsung hingga saat ini.

Baca juga: Dari Mana Hamas Memperoleh Senjata?

Israel juga mempertahankan blokade udara dan laut di Gaza serta melakukan serangkaian pengawasan.

Dengan kondisi terkepung dan serba terbatas seperti itu, pertanyaannya adalah: Bagaimana Hamas mengumpulkan persenjataan dalam jumlah besar yang memungkinkan mereka melakukan serangan terkoordinasi yang menyebabkan lebih dari 1.200 orang tewas di Israel dan ribuan lainnya terluka? Hamas hingga kini masih eksis dan terus melawan walau digempur habis-habisan oleh militer Israel dalam enam bulan terakhir.

Menurut sejumlah pakar, jawaban atas pertanyaan itu adalah kombinasi tipu muslihat, improvisasi, kegigihan, dan berkat dermawan penting dari luar negeri.

Faktor Iran

“Hamas memperoleh senjata-senjatanya melalui penyelundupan atau produksi lokal dan menerima sejumlah dukungan militer dari Iran,” demikian menurut World Factbook milik CIA (badan intelijen Amerika Serikat/AS).

Meski pemerintah Israel dan AS belum menemukan peran langsung Iran dalam serangan pada Oktober lalu, para ahli mengatakan, Iran telah lama menjadi pendukung utama militer Hamas. Iran menyelundupkan senjata ke wilayah kantong tersebut melalui terowongan rahasia lintas batas atau kapal-kapal yang lolos dari blokade di Laut Tengah.

“Infrastruktur terowongan Hamas masih sangat masif meskipun Israel dan Mesir terus-menerus merusaknya,” kata Bilal Saab, peneliti senior dan direktur Program Pertahanan dan Keamanan di Middle East Institute (MEI) yang berbasis di Washington pada pertengahan Oktober.

“Hamas telah menerima senjata dari Iran yang diselundupkan ke Jalur Gaza melalui terowongan. Hal ini sering kali mencakup sistem jangka panjang,” kata Daniel Byman, peneliti senior di Proyek Ancaman Transnasional di Center for Strategic and International Studies (CSIS).

“Iran juga telah mengirim rudal-rudal balistiknya yang lebih canggih kepada Hamas melalui laut, dalam bentuk komponen untuk kemudian dikontruksi di Gaza,” kata Charles Lister, peneliti senior di MEI.

Namun Iran juga menjadi mentor bagi Hamas, kata sejumlah analis.

“Iran juga membantu Hamas membangun manufaktur dalam negerinya, sehingga memungkinkan Hamas membuat persenjataannya sendiri,” kata Byman dari CSIS.

Seorang pejabat senior Hamas yang berbasis di Lebanon membeberkan rincian tentang pembuatan senjata Hamas dalam wawancara yang telah diedit dengan saluran berita berbahasa Arab dari Russia Today, yaitu RTArabic, yang diterbitkan di situs web mereka Oktober lalu.

“Kami memiliki pabrik lokal untuk segala hal, untuk roket-roket dengan jangkauan 250 km, 160 km, 80 km, dan 10 km. Kami memiliki pabrik mortir dan pelurunya. Kami memiliki pabrik untuk Kalashnikov (senapan) dan pelurunya. Kami memproduksi peluru tersebut dengan izin Rusia. Kami sedang membangunnya di Gaza,” kata Ali Baraka, kepala Hubungan Nasional Hamas di Luar Negeri, sebagaimana dikutip situs itu.

Mendaur Ulang Rongsongkan

Untuk item-item yang lebih besar, Lister dari MEI mengatakan, Korps Garda Revolusi Islam Iran, sebuah cabang dari militer Iran yang bertanggung jawab langsung kepada pemimpin tertinggi negara itu, telah memberikan pelatihan persenjataan kepada para insinyur Hamas selama hampir dua dekade.

“Bertahun-tahun memiliki akses ke sistem yang lebih maju telah memberi para insinyur Hamas pengetahuan yang diperlukan untuk secara signifikan meningkatkan kapasitas produksi dalam negerinya,” kata Lister.

Menurut dia, Teheran terus memperbarui pelatihan bagi para pembuat senjata Hamas.

“Para insinyur roket dan rudal Hamas merupakan bagian dari jaringan regional Iran, sehingga seringnya pelatihan dan pertukaran di Iran merupakan bagian tak terpisahkan dari upaya Iran untuk menjadi pasukan proksinya di seluruh wilayah menjadi lebih profesional,” kata Lister.

Namun cara Hamas mendapatkan bahan mentah untuk senjata buatan dalam negeri juga menunjukkan kecerdikan dan kemampauan adaptasi kelompok itu.

Baca juga: Persenjataan Hamas Semakin Banyak yang Justru Bersumber dari Israel

Gaza tidak memiliki industri berat yang dapat mendukung produksi senjata. Menurut CIA Factbook, industri utamanya adalah tekstil, pengolahan makanan, dan furnitur.

Namun salah satu ekspor utama Gaza adalah besi tua, yang dapat menjadi bahan pembuatan senjata di jaringan terowongan bawah tanah di wilayah kantong tersebut.

Logam-logam tersebut dalam banyak kasus berasal dari pertempuran destruktif sebelumnya di Gaza. Ahmed Fouad Alkhatib menulis tentang hal tersebut untuk Forum Fikra di Washington Institute for Near East Policy pada tahun 2021.

Alkhatib menulis, ketika infrastruktur Gaza hancur akibat serangan udara Israel, barang rongsongkan yang tersisa – seperti lempengan logam dan pipa logam, besi baja, kabel listrik – masuk ke bengkel-bengkel senjata Hamas dan kemudian muncul dalam bentuk tabung roket atau alat peledak lainnya.

Dia juga menulis, mendaur ulang amunisi Israel yang tidak meledak untuk dijadikan bahan peledak dan komponen lainnya menambah rantai pasokan Hamas.

“Operasi militer Israel (IDF) secara tidak langsung memberi Hamas material-material yang justru diawasi ketat atau dilarang sama sekali di Gaza,” tulisnya.

Pihak Israel kini menyadari hal itu. New York Times pertengah April ini melaporkan, informasi intelijen Isarel menunjukkan, Hamas mampu membuat banyak roket dan persenjataan anti-tank dari ribuan amunisi yang gagal meledak yang ditembakan Israel ke Gaza. Bahan peledak milik militer Israel memungkinkan Hamas menghujani Israel dengan roket dan, untuk pertama kalinya, menyerang kota-kota Israel dari Gaza.

“Persenjataan yang tidak meledak adalah sumber utama bahan peledak bagi Hamas,” kata Michael Cardash, mantan wakil kepala Divisi Penjinak Bom Polisi Nasional Israel dan seorang konsultan polisi Israel kepada New York Times.

“Mereka membongkar bom-bom (yang ditembakkan dan gagal meledak) dari Israel, bom-bom artileri dari Israel, dan banyak dari bom-bom tersebut yang digunakan dan diolah kembali untuk menjadi bahan peledak dan roket mereka.”

Para pakar senjata mengatakan, sekitar 10 persen amunisi biasanya gagal meledak. Namun dalam kasus Israel, angkanya bisa lebih tinggi. Pasalnya, persenjataan Israel mencakup rudal-rudal dari era Vietnam, yang sudah lama dihentikan produksinya oleh AS dan kekuatan militer lainnya. Tingkat kegagalan beberapa rudal itu bisa mencapai 15 persen, kata seorang perwira intelijen Israel, yang tidak ingin namanya disebutkan, kepada New York Times.

Berdasarkan perhitungan itu, pengeboman sporadis selama bertahun-tahun dan pengeboman baru-baru ini di Gaza telah "memenuhi" wilayah itu dengan ribuan ton persenjataan yang belum meledak dan menunggu untuk digunakan kembali. Satu bom seberat 344 kg yang gagal meledak bisa menjadi ratusan rudal atau roket.

Hamas dulunya mengandalkan bahan-bahan seperti pupuk dan gula bubuk untuk membuat roket. Namun sejak tahun 2007, Israel memberlakukan blokade ketat, membatasi impor barang-barang, termasuk peralatan elektronik dan komputer, yang dapat digunakan untuk membuat senjata. Blokade itu dan penertiban terhadap terowongan yang dipakai untuk penyelundupan barang menuju dan keluar Gaza memaksa Hamas menjadi lebih kreatif.

Kemampuan manufakturnya sekarang cukup canggih untuk membuat hulu ledak bom yang beratnya mencapai 907 kg, untuk mendapatkan bahan peledak, dan menggunakannya kembali.

Baca juga: Seberapa Dekat Israel Singkirkan Hamas?

“Mereka memiliki industri militer di Gaza. Ada yang berada di atas permukaan tanah, ada yang di bawah tanah, dan mereka mampu memproduksi banyak barang yang mereka butuhkan,” kata Eyal Hulata, yang menjabat sebagai penasihat keamanan nasional Israel dan kepala Dewan Keamanan Nasional sebelum mengundurkan diri tahun lalu.

Seorang pejabat militer Barat mengatakan, sebagian besar bahan peledak yang digunakan Hamas dalam perangnya dengan Israel tampaknya dibuat dengan menggunakan amunisi yang tidak meledak yang diluncurkan Israel. Salah satu contohnya, kata pejabat itu, adalah jebakan berbahan peledak yang menewaskan 10 tentara Israel pada Desember lalu.

Sayap militer Hamas, Brigade Qassam, telah memamerkan kemampuan manufakturnya selama bertahun-tahun. Setelah perang dengan Israel tahun 2014, mereka membentuk tim teknik untuk mengumpulkan amunisi yang belum meledak seperti peluru howitzer dan bom MK-84 buatan AS.

Tim-tim itu bekerja sama dengan unit penjinak bom milik polisi, agar masyarakat dapat kembali ke rumah mereka dengan selamat. Mereka juga membantu Hamas bersiap menghadapi perang berikutnya.

“Strategi kami bertujuan untuk memanfaatkan kembali benda-benda ini, mengubah krisis ini menjadi sebuah peluang,” kata seorang komandan Brigade Qassam kepada Al Jazeera tahun 2020. Cabang media Qassam dalam beberapa tahun terakhir merilis video yang menunjukkan dengan tepat apa yang mereka lakukan: menggergaji hulu ledak, mengambil bahan peledak – biasanya berupa bubuk –, dan melelehkannya untuk digunakan kembali.

Tentu saja, semua itu tidak terjadi dalam semalam. Untuk menembakkan amunisi sebanyak yang mereka lakukan pada 7 Oktober lalu berarti Hamas telah membangun persenjataannya, baik melalui penyelundupan maupun manufaktur, dalam jangka panjang, kata Aaron Pilkington, seorang analis Angkatan Udara AS untuk urusan Timur Tengah.

Baraka, pejabat Hamas di Lebanon, mengatakan bahwa Hamas telah mempersiapkan serangan pada Oktober lalu selama dua tahun. Dia tidak menyebutkan keterlibatan pihak luar dalam perencanaan serangan tersebut, dan hanya mengatakan dalam laporan media Rusia bahwa sekutu Hamas “mendukung kami dengan senjata dan uang. Yang pertama dan terpenting, Iranlah yang memberi kami uang dan senjata.”

Para analis juga mengatakan, besaran dan cakupan serangan Hamas terhadap Israel mengejutkan mereka dan badan intelijen Israel dan negara-negara lain.

“Penting untuk diingat bahwa menembakkan sejumlah roket sebenarnya sangat mudah,” kata Pilkington. “Apa yang mengejutkan... adalah bagaimana Anda bisa menimbun, memindahkan, menyiapkan, dan menembakkan ribuan roket sambil menghindari intelijen Israel, Mesir, Saudi, dan lain-lain. Sulit untuk melihat bagaimana militan Palestina bisa melakukan hal ini tanpa panduan Iran."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sosok Jacob Zuma, Mantan Presiden Afrika Selatan yang Didiskualifikasi dari Pemilu Parlemen

Sosok Jacob Zuma, Mantan Presiden Afrika Selatan yang Didiskualifikasi dari Pemilu Parlemen

Internasional
Iran Setelah Presiden Ebrahim Raisi Tewas, Apa yang Akan Berubah?

Iran Setelah Presiden Ebrahim Raisi Tewas, Apa yang Akan Berubah?

Internasional
Apa Itu Mahkamah Pidana Internasional (ICC) dan Mengapa ICC Mempertimbangkan Surat Perintah Penangkapan bagi Pemimpin Israel dan Hamas?

Apa Itu Mahkamah Pidana Internasional (ICC) dan Mengapa ICC Mempertimbangkan Surat Perintah Penangkapan bagi Pemimpin Israel dan Hamas?

Internasional
Tsai Ing-wen, Mantan Presiden Taiwan yang Dicintai Rakyat

Tsai Ing-wen, Mantan Presiden Taiwan yang Dicintai Rakyat

Internasional
Apa Tujuan Asli Putin Menginvasi Ukraina?

Apa Tujuan Asli Putin Menginvasi Ukraina?

Internasional
Siapa Ebrahim Raisi, Presiden Iran yang Tewas dalam Kecelakaan Helikopter?

Siapa Ebrahim Raisi, Presiden Iran yang Tewas dalam Kecelakaan Helikopter?

Internasional
Hubungan Israel-Mesir Memburuk Setelah Israel Duduki Perbatasan Rafah

Hubungan Israel-Mesir Memburuk Setelah Israel Duduki Perbatasan Rafah

Internasional
Minim Perlindungan, Tahanan di AS yang Jadi Buruh Rawan Kecelakaan Kerja

Minim Perlindungan, Tahanan di AS yang Jadi Buruh Rawan Kecelakaan Kerja

Internasional
Siapa 'Si Lalat' Mohamed Amra, Napi yang Kabur dalam Penyergapan Mobil Penjara di Prancis?

Siapa "Si Lalat" Mohamed Amra, Napi yang Kabur dalam Penyergapan Mobil Penjara di Prancis?

Internasional
Pemungutan Suara di Paris Bikin Pulau Milik Perancis di Pasifik Mencekam, Mengapa?

Pemungutan Suara di Paris Bikin Pulau Milik Perancis di Pasifik Mencekam, Mengapa?

Internasional
Perjalanan Hubungan Rusia-China dari Era Soviet sampai Saat Ini

Perjalanan Hubungan Rusia-China dari Era Soviet sampai Saat Ini

Internasional
Pertemanan Rusia-China Makin Erat di Tengah Tekanan Barat

Pertemanan Rusia-China Makin Erat di Tengah Tekanan Barat

Internasional
Praktik 'Deepfake' di China Marak, Youtuber Asal Ukraina Jadi Korban

Praktik "Deepfake" di China Marak, Youtuber Asal Ukraina Jadi Korban

Internasional
Mengenal Peristiwa Nakba, Hilangnya Tanah Air Palestina

Mengenal Peristiwa Nakba, Hilangnya Tanah Air Palestina

Internasional
Apa Itu UU ‘Agen Asing’ Georgia dan Mengapa Eropa Sangat Khawatir?

Apa Itu UU ‘Agen Asing’ Georgia dan Mengapa Eropa Sangat Khawatir?

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com