Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Penggunaan Nama Palestina: Digunakan Romawi untuk Hina Bangsa Yahudi

Kompas.com - 17/01/2024, 14:01 WIB
Egidius Patnistik

Editor

Sumber Britannica

Setelah beberapa kali pemberontakan gagal bangsa Yahudi terhadap Romawi pada abad kedua Masehi, Kaisar Hadrianus kesal. Dia lalu memutuskan untuk menghapus nama Yudea dari wilayah tersebut. Dia menggantinya dengan Syria Palaestina. Itu terjadi tahun 135 M.

Perubahan itu sebagai bagian dari upaya Romawi meminimalisir identitas Yahudi dari wilayah tersebut (E. Mary Smallwood, "The Jews Under Roman Rule", 1976). Penggunaan nama Palestina itu merupakan bentuk pelecehan terhadap bangsa Yahudi. Nama Yudea tidak lagi dipakai. Nama yang justru digunakan adalah nama dari suku bangsa yang merupakan musuh bebuyutan mereka.

Setelah jatuhnya Kekaisaran Romawi Barat, Bizantium (Romawi Timur) mempertahankan penggunaan nama Palestina untuk wilayah tersebut. Mereka memainkan peran penting dalam memelihara warisan budaya dan sejarah di Palestina.

Pada abad ke-7, Kekhalifahan Arab menduduki wilayah itu dan memperkenalkan Islam. Meskipun mereka tidak mengubah nama Palestina, mereka memberikan pengaruh signifikan pada budaya dan sejarah wilayah tersebut.

Pada abad ke-16, Kesultanan Utsmaniyah (Ottoman) mengambil alih Palestina dan menggantinya dengan nama "Filistin" dalam bahasa Arab. Selama pemerintahan Ottoman, nama Palestina kurang digunakan. Wilayah tersebut terbagi menjadi beberapa distrik yang dikelola secara terpisah.

Namun, adanya kepentingan strategis dan religius wilayah ini tetap membuatnya menjadi pusat perhatian, baik bagi penguasa Ottoman maupun bagi kekuatan-kekuatan Eropa yang mulai menunjukkan ketertarikan mereka. Meskipun demikian, konsep Palestina sebagai sebuah entitas teritorial bersejarah tetap hidup dalam kesadaran kolektif berbagai kelompok etnis dan agama yang tinggal di wilayah tersebut.

Saat Mandat Britania dan Pembentukan Israel

Setelah jatuhnya Kesultanan Ottoman, Britania Raya menduduki Palestina dan menggunakan nama Palestina dalam konsep negara Mandat Britania atas Palestina. Nama ini terus digunakan hingga proklamasi Negara Israel pada tahun 1948.

Dalam periode Mandat Britania, nama Palestina resmi digunakan dalam konteks administrasi dan politik. Pada masa ini, upaya-upaya untuk mendirikan sebuah "tanah air" bagi bangsa Yahudi sesuai dengan Deklarasi Balfour 1917, berjalan beriringan dengan keinginan penduduk Arab untuk merdeka.

Kebijakan-kebijakan Inggris sering kali menimbulkan ketegangan antarkomunitas, yang memuncak dalam kekerasan pada tahun-tahun menjelang berakhirnya mandat.

Tahun 1948 menjadi titik krusial dalam sejarah Palestina dengan deklarasi kemerdekaan Negara Israel, yang diakui oleh komunitas internasional tetapi menimbulkan perang dengan negara-negara Arab tetangga.

Benny Morris, dalam "1948: A History of the First Arab-Israeli War" (2008), menggambarkan bagaimana pembentukan Israel mengubah peta geopolitik dan demografi wilayah tersebut secara dramatis.

Bagi komunitas Yahudi, ini adalah pemenuhan hasrat berabad-abad untuk kembali ke tanah leluhur, sedangkan bagi penduduk Arab Palestina, ini adalah awal dari periode panjang perjuangan dan diaspora, yang berujung pada konflik yang berkepanjangan dan belum terselesaikan hingga saat ini.

Nama Palestina, sejak itu lekat dengan konflik dan aspirasi untuk pembentukan sebuah negara Palestina merdeka yang diakui secara internasional. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Siapa Ebrahim Raisi, Presiden Iran yang Tewas dalam Kecelakaan Helikopter?

Siapa Ebrahim Raisi, Presiden Iran yang Tewas dalam Kecelakaan Helikopter?

Internasional
Hubungan Israel-Mesir Memburuk Setelah Israel Duduki Perbatasan Rafah

Hubungan Israel-Mesir Memburuk Setelah Israel Duduki Perbatasan Rafah

Internasional
Minim Perlindungan, Tahanan di AS yang Jadi Buruh Rawan Kecelakaan Kerja

Minim Perlindungan, Tahanan di AS yang Jadi Buruh Rawan Kecelakaan Kerja

Internasional
Siapa 'Si Lalat' Mohamed Amra, Napi yang Kabur dalam Penyergapan Mobil Penjara di Prancis?

Siapa "Si Lalat" Mohamed Amra, Napi yang Kabur dalam Penyergapan Mobil Penjara di Prancis?

Internasional
Pemungutan Suara di Paris Bikin Pulau Milik Perancis di Pasifik Mencekam, Mengapa?

Pemungutan Suara di Paris Bikin Pulau Milik Perancis di Pasifik Mencekam, Mengapa?

Internasional
Perjalanan Hubungan Rusia-China dari Era Soviet sampai Saat Ini

Perjalanan Hubungan Rusia-China dari Era Soviet sampai Saat Ini

Internasional
Pertemanan Rusia-China Makin Erat di Tengah Tekanan Barat

Pertemanan Rusia-China Makin Erat di Tengah Tekanan Barat

Internasional
Praktik 'Deepfake' di China Marak, Youtuber Asal Ukraina Jadi Korban

Praktik "Deepfake" di China Marak, Youtuber Asal Ukraina Jadi Korban

Internasional
Mengenal Peristiwa Nakba, Hilangnya Tanah Air Palestina

Mengenal Peristiwa Nakba, Hilangnya Tanah Air Palestina

Internasional
Apa Itu UU ‘Agen Asing’ Georgia dan Mengapa Eropa Sangat Khawatir?

Apa Itu UU ‘Agen Asing’ Georgia dan Mengapa Eropa Sangat Khawatir?

Internasional
Mengapa Presiden Putin Ganti Menteri Pertahanannya?

Mengapa Presiden Putin Ganti Menteri Pertahanannya?

Internasional
Lebanon Cemas di Tengah Meningkatnya Ketegangan Hezbollah-Israel

Lebanon Cemas di Tengah Meningkatnya Ketegangan Hezbollah-Israel

Internasional
Ramai soal Pengguna Media Sosial Blokir Artis-artis Ternama, Ada Apa?

Ramai soal Pengguna Media Sosial Blokir Artis-artis Ternama, Ada Apa?

Internasional
Jutaan Migran Tak Bisa Memilih dalam Pemilu Terbesar di Dunia

Jutaan Migran Tak Bisa Memilih dalam Pemilu Terbesar di Dunia

Internasional
Nasib Migran dan Pengungsi Afrika Sub-Sahara yang Terjebak di Tunisia

Nasib Migran dan Pengungsi Afrika Sub-Sahara yang Terjebak di Tunisia

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com