Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Idiologi Pemberontak Houthi yang Didukung Iran di Yaman?

Kompas.com - 15/01/2024, 18:14 WIB
Egidius Patnistik

Penulis

Sumber DW, BBC

KOALISI angkatan laut pimpinan AS yang beranggota antara lain Bahrain, Kanada, Prancis, Italia, Belanda, Norwegia, Spanyol, Seychelles, dan Inggris, melancarkan serangan udara terhadap lebih dari selusin sasaran yang dikuasai kelompok Houthi, terutama di dan dekat ibu kota Yaman, Sana'a, pada 12 Januari 2024. Aksi dari koalisi pimpinan AS tersebut untuk merespon serangan terhadap kapal-kapal kargo di Laut Merah oleh kelompok Houthi yang didukung Iran di Yaman.

Hal itu memicu eskalasi konflik di kawasan tersebut setelah serangan selama berminggu-minggu oleh kelompok Houthi terhadap kapal-kapal kargo. Serangan terhadap kapal-kapal kargo itu diklaim sebagai dukungan terhadap perjuangan Palestina dan kelompok Hamas di Gaza.

Baca juga: Sejarah Awal Kelompok Houthi di Yaman

Houthi mengatakan, mereka akan terus menyerang kapal-kapal yang menuju Israel sampai tentara Israel mencabut blokade di Jalur Gaza dan mengizinkan pengiriman makanan dan kebutuhan pokok lainnya.

Tak lama setelah serangan yang dipimpin AS dan Inggris, kelompok Houthi bersumpah akan melakukan pembalasan. “Pertempuran akan menjadi lebih besar dan melampaui imajinasi dan harapan Amerika dan Inggris,” kata pejabat tinggi Houthi, Ali al-Qahoum, sebagaimana dilaporkan kantor berita Associated Press (AP).

Sejarah Houthi dan Perang di Yaman

Kelompok Houthi semula hanya merupakan gerakan politik dan militer yang muncul di Yaman utara tahun 1990-an. Gerakan itu berakar pada komunitas Syiah Zaidi, sebuah cabang dari aliran Islam Syiah di negara itu.

Nama kelompok itu merujuk ke nama pendirinya, yaitu Hussein Badreddin al-Houthi. Hussein Badreddin al-Houthi, yang berasal dari keluarga berpengaruh di Yaman utara, getol mengkritik pemerintah Yaman dan kebijakan asing, terutama kebijakan AS dan Israel. Ia juga menentang penyebaran Wahabisme yang didukung Arab Saudi.

Pada awal 1990-an, sebagai mantan anggota parlemen, al-Houthi mengecam dampak kebijakan asing di Yaman. Dia menggunakan tempat ibadah dan sekolah di Sa'dah, sebuah kota tua di Yaman dan pusat Zaidi, untuk menyebarkan pemikiran dan ajarannya, termasuk ajaran anti AS dan Israel.

Konflik antara kelompok Houthi dan pemerintah Yaman meletus tahun 2004, ketika pemerintah mencoba menekan gerakan itu. Hussein al-Houthi akhirnya tewas pada September 2004.

Namun dia justru menjadi martir bagi pengikutnya, dan gerakannya terus berkembang di bawah kepemimpinan saudaranya, Abdul-Malik al-Houthi. Kelompok itu semakin mendapatkan dukungan dari masyarakat, terutama di Yaman utara, karena kekecewaan mereka terhadap pemerintah negara itu yang korup.

Dengan berkembangnya kekuatan mereka, Houthi mengambil alih wilayah yang lebih luas, termasuk Sana'a, ibu kota Yaman, tahun 2014, yang menandai perubahan besar dalam dinamika politik Yaman (International Journal of Middle East Studies). Langkah itu memperkuat posisi mereka sebagai pemain utama dalam konflik Yaman, yang melibatkan berbagai pihak, termasuk koalisi militer yang dipimpin Arab Saudi.

Baca juga: AS-Inggris dan Houthi Yaman Saling Serang di Laut Merah, Apa Dampaknya bagi Indonesia?

Walau Houthi masuk dalam kelompok Islam Syiah tetapi mereka termasuk dalam cabang tertentu yang disebut Zaidi. Mereka mempunyai keyakinan yang membedakan mereka dari kelompok Syiah arus utama. Misalnya, mereka tidak percaya akan kembalinya sosok mesias, yaitu imam ke-12. Imam ke-12 dianggap sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW, dan imam ke-12 dianggap telah menghilang tetapi diperkirakan akan kembali suatu saat nanti.

Meskipun demikian, fakta bahwa Houthi masuk dalam kategori Islam Syiah penting karena hal ini menghubungkan mereka dengan Iran, negara yang umumnya dianggap mewakili kepentingan Syiah di wilayah tersebut.

Setelah aksi protes rakyat melanda dunia Arab dalam apa yang disebut Musim Semi Arab (Arab Spring) tahun 2011, yang ikut menggulingkan rezim Presiden Yaman saat itu, Ali Abdullah Saleh, kelompok Houthi semakin gencar menuduh pemerintah baru Yaman meminggirkan kelompok Zaidi.

Kelompok tersebut juga percaya bahwa pemerintah pusat terlalu dekat dengan AS dan Israel, dan bahwa orang yang menggantikan Saleh, yaitu Abed Rabbo Mansour Hadi, dari aliran Suni, merupakan antek Arab Saudi.

Kelompok Houthi melawan pemerintahan Hadi pada tahun 2014 dan mulai mengambil alih sebagian besar negara, termasuk Sana'a. Bagi Arab Saudi, yang memang mendukung Hadi, itu adalah masalah besar dan mereka mulai berperang melawan Houthi. Saudi memimpin koalisi internasional melawan Houthi sejak tahun 2015, namun tidak membuahkan hasil.

Tahun 2022, para pihak yang bertikai menegosiasikan gencatan senjata selama enam bulan. Meskipun gencatan senjata itu telah berakhir, situasi di Yaman relatif tenang karena semua pihak tampaknya telah sampai pada kesimpulan bahwa mereka menemui jalan buntu.

Perang di Yaman telah digambarkan sebagai krisis kemanusiaan terburuk di dunia oleh PBB.

Apa yang diyakini Houthi

Ideologi Houthi dapat disimpulkan dari slogan mereka: "Kematian AS, kematian Israel, kutukan terhadap Yahudi, dan kemenangan Islam."

Di wilayah yang dikuasi kelompok itu di Yaman utara, ajaran Islam diterapkan secara kaku dengan kecenderungan anti-Barat dan anti-Israel.

Sejak tahun 1990-an, pemerintahan Yaman secara berturut-turut mendukung seruan pembentukan negara Palestina dan diakhirinya pendudukan Israel. Hal ini serupa dengan keinginan kebanyakan negara di Timur Tengah.

Namun, kelompok Houthi terus meradikalisasi posisinya, dan mendapat dukungan dari banyak penduduk setempat yang bersimpati.

Kelompok Houthi sekarang dianggap sebagai sekutu dekat Iran. Mereka memandang dirinya sebagai bagian dari apa yang disebut Poros Perlawanan, sebuah aliansi regional pimpinan Iran yang juga mencakup Hamas di Gaza, Hezbullah di Lebanon, dan berbagai faksi paramiliter di Irak.

Baca juga: Kronologi AS dan Inggris Serang Houthi di Yaman: Senjata yang Dipakai dan Strategi di Baliknya

Menurut pakar Yaman di Institut Perdamaian Eropa, Hisham Al-Omeisy, hal itulah yang membuat Houthi kini menyerang kapal-kapal yang bertujuan ke Israel di kawasan Teluk.

"Sekarang mereka sebenarnya memerangi imperialis, mereka memerangi musuh-musuh bangsa Islam...  Itu selaras dengan landasan mereka," kata Al-Omeisy sebagaimana dikutip BBC.

Sementara Hamidreza Azizi, peneliti di Institut Urusan Internasional dan Keamanan Jerman, mengatakan bahwa ada perbedaan mencolok antara Houthi dan kelompok-kelompok lainnya, katakanlah Hezbullah. Houthi tidak terlalu bergantung pada Iran sebagaiman Hizbullah. Begitu kata Azizi kepada media Jerman, Deutsche Welle (DW).

Tidak mungkin mengetahui secara pasti seberapa besar dukungan yang diperoleh Houthi dari Iran, atau seberapa besar respons mereka terhadap perintah dari Teheran. Fabian Hinz, peneliti analisis pertahanan dan militer di Institut Internasional untuk Studi Strategis, mengatakan bahwa diragukan Iran berperan dalam serangan belakangan ini terhadap kapal-kapal di Laut Merah.

Para pengamat berpendapat, serangan Houthi tidak menimbulkan banyak bahaya militer bagi Israel. Roket-roket yang ditembakkan ke arah Israel telah berhasil dihalau atau ditembak jatuh.

Menurut Farea al-Muslimi, peneliti di program Timur Tengah dan Afrika Utara di lembaga pemikir Inggris, Chatham House, serangan-serangan itu justru lebih merupakan pesan politik untuk khalayak domestik.

“Perang ini adalah kesempatan emas bagi kelompok Houthi untuk menunjukkan posisi mereka yang pro-Palestina, anti-Israel, dan anti-Amerika kepada penduduk setempat,” kata al-Muslimi seperti dilaporkan DW

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Minim Perlindungan, Tahanan di AS yang Jadi Buruh Rawan Kecelakaan Kerja

Minim Perlindungan, Tahanan di AS yang Jadi Buruh Rawan Kecelakaan Kerja

Internasional
Siapa 'Si Lalat' Mohamed Amra, Napi yang Kabur dalam Penyergapan Mobil Penjara di Prancis?

Siapa "Si Lalat" Mohamed Amra, Napi yang Kabur dalam Penyergapan Mobil Penjara di Prancis?

Internasional
Pemungutan Suara di Paris Bikin Pulau Milik Perancis di Pasifik Mencekam, Mengapa?

Pemungutan Suara di Paris Bikin Pulau Milik Perancis di Pasifik Mencekam, Mengapa?

Internasional
Perjalanan Hubungan Rusia-China dari Era Soviet sampai Saat Ini

Perjalanan Hubungan Rusia-China dari Era Soviet sampai Saat Ini

Internasional
Pertemanan Rusia-China Makin Erat di Tengah Tekanan Barat

Pertemanan Rusia-China Makin Erat di Tengah Tekanan Barat

Internasional
Praktik 'Deepfake' di China Marak, Youtuber Asal Ukraina Jadi Korban

Praktik "Deepfake" di China Marak, Youtuber Asal Ukraina Jadi Korban

Internasional
Mengenal Peristiwa Nakba, Hilangnya Tanah Air Palestina

Mengenal Peristiwa Nakba, Hilangnya Tanah Air Palestina

Internasional
Apa Itu UU ‘Agen Asing’ Georgia dan Mengapa Eropa Sangat Khawatir?

Apa Itu UU ‘Agen Asing’ Georgia dan Mengapa Eropa Sangat Khawatir?

Internasional
Mengapa Presiden Putin Ganti Menteri Pertahanannya?

Mengapa Presiden Putin Ganti Menteri Pertahanannya?

Internasional
Lebanon Cemas di Tengah Meningkatnya Ketegangan Hezbollah-Israel

Lebanon Cemas di Tengah Meningkatnya Ketegangan Hezbollah-Israel

Internasional
Ramai soal Pengguna Media Sosial Blokir Artis-artis Ternama, Ada Apa?

Ramai soal Pengguna Media Sosial Blokir Artis-artis Ternama, Ada Apa?

Internasional
Jutaan Migran Tak Bisa Memilih dalam Pemilu Terbesar di Dunia

Jutaan Migran Tak Bisa Memilih dalam Pemilu Terbesar di Dunia

Internasional
Nasib Migran dan Pengungsi Afrika Sub-Sahara yang Terjebak di Tunisia

Nasib Migran dan Pengungsi Afrika Sub-Sahara yang Terjebak di Tunisia

Internasional
9 Mei, Hari Rusia Memperingati Kemenangan Soviet atas Nazi Jerman

9 Mei, Hari Rusia Memperingati Kemenangan Soviet atas Nazi Jerman

Internasional
Gelombang Panas Mengakibatkan Kesenjangan Pendidikan

Gelombang Panas Mengakibatkan Kesenjangan Pendidikan

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com