Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KTT ASEAN Dimulai

Kompas.com - 24/04/2013, 02:32 WIB

BANDAR SERI BEGAWAN, SELASA - Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN), dipimpin ketuanya tahun ini, Brunei, menggelar pertemuan tingkat tinggi ke-22, yang rencananya berlangsung selama dua hari, 24-25 April.

Dalam siaran persnya, Selasa (23/4), Sekretaris Jenderal ASEAN Le Luong Minh menyebutkan, sejumlah isu dipastikan akan dibahas dalam konferensi tingkat tinggi (KTT) yang akan digelar di Bandar Seri Begawan tersebut.

Beberapa isu yang akan dibicarakan antara lain terkait upaya 10 negara anggota ASEAN mewujudkan cita-cita bersama membentuk Komunitas ASEAN 2015.

Selain itu, pembahasan tentang peran sentral ASEAN dalam arsitektur kawasan dan juga pembahasan persiapan KTT Ke-23 ASEAN pada Oktober mendatang.

”Saat bertemu, para pemimpin (ASEAN) juga akan saling bertukar pandangan seputar isu kawasan dan internasional,” tutur Le dalam siaran persnya.

Kawasan Asia Pasifik, terutama Asia Tenggara (ASEAN), diprediksi menjadi kawasan dengan pertumbuhan ekonomi tercepat dalam dua tahun ke depan.

Menurut data Bank Dunia, tahun ini kawasan-kawasan itu akan mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 7,9 persen, sementara tahun berikutnya mencapai 7,6 persen.

Lebih lanjut dari data yang diperoleh kantor berita AFP, KTT ASEAN kali ini juga akan membahas kelanjutan proses negosiasi inisiatif Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Kawasan (RCEP), yang diluncurkan dalam KTT tahun lalu di Phnom Penh, Kamboja.

Inisiatif tersebut, menurut rencana, dinegosiasikan dengan enam negara lain di Asia Pasifik mulai 9 Mei mendatang, juga di Brunei.

Selain kesepuluh negara anggota ASEAN, inisiatif RCEP juga melibatkan dan diusung enam negara lain, yakni China, Jepang, Korea Selatan, Australia, Selandia Baru, dan India.

Lebih lanjut diakui pula bahwa proses negosiasi inisiatif RCEP tersebut masih bisa terkendala sejumlah persoalan, terutama sengketa kawasan yang terjadi di antara sejumlah negara di kawasan itu.

Beberapa sengketa antara lain antara China, Taiwan, dan empat negara anggota ASEAN, yakni Malaysia, Brunei, Filipina, serta Vietnam, di Laut China Selatan.

Selain itu, sengketa antara China dan Jepang di perairan Laut China Timur, terutama di Kepulauan Senkaku (penamaan versi Jepang) atau Diaoyu (penamaan versi China).

Konsistensi Indonesia

Dari Naypyidaw, Myanmar, kemarin, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan bahwa Indonesia konsisten mendukung proses demokratisasi di Myanmar. Indonesia juga mendorong proses rekonsiliasi etnis secara damai, baik yang terjadi pada konflik etnis di Rohingya maupun di Meiktila.

Presiden Yudhoyono menyampaikan hal itu dalam pertemuan bilateral dengan Presiden Myanmar U Thein Sein, di Naypyidaw.

”Presiden menyampaikan dorongan dan anjuran agar Myanmar melanjutkan rekonsiliasi antar-etnis terkait serta penyelesaian damai,” kata Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, seperti dilaporkan wartawan Kompas, C Wahyu Haryo PS, dari Naypyidaw.

Presiden Yudhoyono tidak hanya menyarankan penyelesaian terkait kewarganegaraan, tetapi juga penyelesaian dengan pembangunan ekonomi. Terkait hal itu, Presiden menyampaikan minat Indonesia untuk turut berkontribusi dalam pembangunan ekonomi di sana dengan mengajak sejumlah badan usaha milik negara berinvestasi di wilayah Rohingya.

Menurut Marty, Presiden Thein Sein mengakui, saat ini masih ada masalah konflik komunal di negaranya. Meski demikian, Pemerintah Myanmar bertekad mengatasinya. Pertemuan itu sekaligus menjadi sarana untuk bertukar pandangan mengenai penyelesaian konflik komunal di sana.

Sebelumnya, Yudhoyono menyatakan, tujuan kedatangannya ke Myanmar adalah mendukung dan mendorong proses demokratisasi serta penegakan hak asasi manusia di sana.

Ia juga akan mendorong dengan bijak tentang penyelesaian konflik komunal di sana. Bahkan, Indonesia siap membantu Myanmar. ”Saya tahu itu konflik komunal, tapi kalau tidak ditangani dengan baik, tentu dampaknya tidak bagus bagi negara lain,” kata Yudhoyono.

Pada kesempatan itu, kedua pemimpin juga menyaksikan penandatanganan nota kesepahaman kemitraan perjanjian kerangka kerja dalam perdagangan dan investasi

Menteri Perdagangan Gita Wirjawan menyampaikan, salah satu kesepakatan itu adalah impor beras sebanyak 500.000 ton per tahun dari Myanmar. (AFP/Reuters/DWA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com