”Jika situasi terus seperti itu, kami khawatir apa yang ditakutkan akan jadi kenyataan,” ujar Kim Hyung-suk, juru bicara Kementerian Unifikasi Korea, yang membawahi urusan ini.
Sejak mulai berproduksi tahun 2004, kawasan itu menjadi tempat bagi sedikitnya 120 perusahaan asal Korsel beroperasi dan mempekerjakan 53.000 warga Korut.
Setiap tahun, perusahaan-perusahaan Korsel di Kaesong membayar upah senilai 80 juta dollar AS kepada pekerja warga Korut. Pendapatan itu diyakini sangat vital bagi negeri dengan ekonomi salah urus dan banyak warganya yang kelaparan.
Penutupan Kaesong sebelumnya juga didahului dengan ancaman Korut yang lain, sehari sebelumnya, yang menyatakan akan membuka kembali fasilitas nuklir lamanya. Rencana Korut membuka kembali fasilitas nuklirnya itu memicu kritik tajam, bahkan dari sekutu terdekatnya, China.
Wakil Menteri Luar Negeri China Zhang Yesui bahkan sampai menggelar pertemuan dengan para duta besar AS dan kedua Korea di Beijing, Rabu (3/4), untuk menyampaikan kekhawatiran China.
Sementara itu, dari Paris, Perancis, Menteri Luar Negeri