Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

AS Tanggapi Serius Spionase Siber

Kompas.com - 22/02/2013, 02:35 WIB

WASHINGTON DC, KAMIS - Pemerintah Amerika Serikat menanggapi serius serangan spionase siber, yang menurut hasil penelusuran perusahaan keamanan teknologi informasi, Mandiant, dilakukan dari sebuah gedung milik Tentara Pembebasan Rakyat China di Shanghai.

Sejumlah langkah akan dilakukan Gedung Putih, dari mengupayakan peningkatan tekanan diplomatik hingga menyusun aturan hukum baru yang akan mengurangi ancaman terhadap keamanan dan dunia bisnis negeri itu.

Kepastian itu disampaikan Jaksa Agung Amerika Serikat (AS) Eric Holder, Rabu (20/2) waktu setempat. Holder juga mengungkapkan rencana menggalang kerja sama dengan pemerintah negara lain untuk bersama-sama menekan China dan negara pelaku kejahatan siber lainnya.

Tekanan bisa dilakukan melalui instrumen kebijakan perdagangan dan gugatan hukum. Selain itu, pemerintah juga akan melakukan kajian dalam 120 hari ke depan untuk melihat apakah AS perlu undang-undang baru terkait masalah itu.

”Ketika teknologi baru mampu merobohkan beragam halangan tradisional dalam dunia bisnis internasional serta perdagangan global, pada saat yang sama pula para kriminal memanfaatkan kemudahan yang dihasilkan itu untuk mencuri rahasia dari mana pun di dunia ini,” ujar Holder.

Ia mengatakan itu saat hadir di Gedung Putih dalam sebuah acara pemaparan strategi yang akan dilakukan dalam persoalan itu.

Walau tak menyebut spesifik nama China, banyak kalangan di AS melihat ”Negeri Tirai Bambu” itu sebagai ancaman utama dalam konteks peretasan dan spionase siber.

Pekan lalu, anggota DPR AS dari Partai Demokrat, Dutch Ruppersberger, yang juga anggota Komite Intelijen DPR AS, menyebutkan, sepanjang tahun 2012 saja banyak perusahaan di AS menderita kerugian hingga 300 miliar dolar AS lantaran pencurian rahasia dagang, sebagian besar dilakukan dari China.

Dalam laporan yang dipaparkan pihak Gedung Putih tercatat sebanyak 17 kasus pencurian rahasia dagang dilakukan, baik oleh perusahaan maupun individu di China sejak tahun 2010.

Jumlah itu jauh lebih banyak daripada yang dilakukan oleh perusahaan ataupun individu asal negara lain.

Sejumlah perusahaan besar dunia diketahui menjadi korban peretasan dan mata-mata siber itu. Mereka antara lain General Motors, Ford, DuPont, Dow Chemical, Motorola, Boeing, dan Cargill.

Akibat aktivitas ilegal itu, kebanyakan dari mereka menderita kerugian besar akibat kehilangan posisi pasar, keuntungan kompetitif, dan efisiensi.

”Kami berkali-kali menyampaikan keprihatinan kami terkait aktivitas pencurian rahasia dagang ke otoritas terkait di China. Hal itu akan terus kami lakukan,” ujar Robert Hormats dari Departemen Luar Negeri AS.

Respons beragam

Langkah Pemerintah AS tersebut langsung diapresiasi sejumlah kalangan, terutama dari para pakar keamanan siber dan intelijen.

Meski demikian, mereka menilai upaya itu masih tahap awal dan masih banyak lagi upaya lain yang perlu dilakukan.

”Saat ini yang dihadapi adalah aktivitas (peretasan) yang dilakukan oleh suatu negara terhadap perusahaan-perusahaan swasta. Praktik seperti itu belum pernah terjadi sebelumnya dan kita sama sekali belum mempunyai resolusi soal bagaimana menghadapi hal seperti itu,” ujar mantan Direktur CIA Michael Hayden.

Pihak Kamar Dagang AS juga menawarkan dukungan, sementara kalangan industriawan menunjukkan antusiasme terhadap upaya Pemerintah AS tersebut.

”Kami sangat mendukung fokus pemerintah dalam menangani pencurian rahasia dagang, yang selama ini telah memicu ancaman serius yang terus berkembang, terutama terkait industri perangkat lunak di seluruh dunia,” ujar Presiden Aliansi Bisnis Perangkat Lunak Robert Holleyman.

Tawaran solusi lain adalah mempromosikan ”langkah-langkah terbaik” yang dapat dilakukan perusahaan-perusahaan untuk melindungi diri dari serangan peretas dan spionase siber.

Laporan lain menyebut Biro Investigasi Federal AS (FBI) memperluas upayanya memerangi beragam bentuk peretasan, baik yang dilakukan individu, perusahaan, maupun pemerintah tertentu untuk mencuri rahasia dagang suatu perusahaan.(AFP/REUTERS/BBC/DWA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com