Pada awalnya, juga dijadwalkan pertemuan segitiga antara Mursi, Abbas, dan Meshaal. Namun, rencana tersebut dibatalkan pada saat-saat terakhir atas permintaan Sahata karena Abbas dan Meshaal gagal sepakat soal prioritas isu-isu yang harus dilaksanakan lebih dulu.
Di Jalur Gaza, salah satu pemimpin Hamas, Yusuf Rizq, mengatakan, sikap keras Abbas agar pemilu dilaksanakan dulu berdampak negatif terhadap proses rekonsiliasi Hamas-Fatah.
Rizq menegaskan bahwa semua butir dalam kesepakatan rekonsiliasi di Kairo harus dilaksanakan secara bersamaan. Ia berharap pertemuan mendatang antara pimpinan Hamas dan Fatah dapat membuahkan hasil lebih baik.
Juru Bicara Hamas, Sami Abu Zuhri, juga menyatakan, jangan terlalu menaruh harapan terlalu tinggi terhadap pertemuan Abbas dan Meshaal di Kairo tersebut. Pasalnya, pertemuan itu baru bersifat sebagai pendahuluan, untuk mengetahui sikap terakhir masing-masing pihak.
Salah satu pemimpin Fatah, Azzam Ahmad, mengatakan, komite pemilu di Jalur Gaza harus dihidupkan lagi sebelum kemudian dibentuk pemerintah persatuan nasional dan lalu digelar pemilu nasional.
Ia mengungkapkan, salah satu pejabat tinggi Hamas telah berjanji akan membenahi dulu internal Hamas, kemudian baru akan menggelar pemilu.
Azzam Ahmad juga mengungkapkan, pertemuan Abbas dan Mursi baru membahas situasi politik Palestina secara umum. Khususnya setelah Palestina mendapat pengakuan Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa sebagai negara peninjau non-anggota, akhir November tahun lalu.
Selain itu, kata Azzam Ahmad, Mursi dan Abbas membahas tentang pentingnya Palestina segera mengakhiri perpecahan dan segera melaksanakan butir-bu-
Mursi disebutkan telah berjanji membantu Palestina terbebas dari blokade Israel, baik
Perpecahan internal di Palestina meledak pada 2007 setelah pasukan Hamas merebut secara paksa kendali kekuasaan di Jalur Gaza. Hal itu terjadi hanya satu tahun setelah Hamas menang besar dalam pemilu nasional di Palestina.