Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ribuan Warga Tasmania Mengungsi

Kompas.com - 06/01/2013, 04:24 WIB

SYDNEY, SABTU - Gelombang panas yang melanda Australia menyebabkan kebakaran besar di Negara Bagian Tasmania, Australia, Jumat hingga Sabtu (5/1). Ribuan warga terpaksa mengungsi untuk menyelamatkan diri dari kobaran api yang terus meluas hampir tak terkendali itu.

Salah satu wilayah terparah terkena amukan api adalah kota Dunalley, sekitar 55 kilometer sebelah timur ibu kota Tasmania, Hobart. Di kota itu, sebanyak 80 bangunan, atau sekitar 30 persen dari total jumlah bangunan yang ada, habis dilalap api. Satu kantor polisi dan satu gedung sekolah turut terbakar.

Di kota tetangganya, Connelly’s Marsh, sekitar 40 persen dari total bangunan yang ada juga musnah terbakar.

Di bagian selatan Pulau Tasmania, tepatnya di Semenanjung Tasman, sekitar 2.000 warga berlindung di kota Nubeena, dan 600 warga memilih mengungsi ke kota Port Arthur.

Diduga tewas

Hingga Sabtu malam, polisi setempat menyatakan belum ditemukan korban jiwa akibat amukan api itu. Namun, sedikitnya seorang pria diduga kuat tewas setelah terkepung api saat berusaha melindungi tempat tinggalnya di Dunalley.

Bahkan, tim pemadam kebakaran yang berusaha mengendalikan api pun sempat terjebak di Dunalley, Jumat. ”Mereka terpaksa berlindung di dalam kendaraan mereka karena lidah api sudah berada di atas mereka. Dari posisi itu, mereka sempat melihat seorang pria berusaha melindungi rumahnya dan mereka tak bisa menolong,” tutur pejabat Komisaris Polisi Scott Tilyard.

Menurut dia, kepastian jumlah korban baru akan diketahui setelah api padam dan petugas penyelamat bisa memeriksa satu demi satu bangunan yang hancur.

Gelombang panas yang memicu kebakaran hutan dan semak-semak lazim terjadi di Australia saat puncak musim panas seperti sekarang ini. Namun, suhu panas tahun ini lebih tinggi daripada biasanya.

Hari Jumat, temperatur di Hobart mencapai 41,8 derajat celsius, yang merupakan suhu tertinggi sejak pencatatan cuaca dilakukan awal dekade 1880-an. (AFP/AP/DHF)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com