Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Para "Penangkap" Kucing Schrodinger

Kompas.com - 10/10/2012, 04:06 WIB

Dahono Fitrianto

Hadiah Nobel Fisika tahun ini dianugerahkan kepada Serge Haroche (68) dari Perancis dan David Wineland (68) dari Amerika Serikat. Dua ilmuwan itu layak menerima Hadiah Nobel atas kerja keras mereka dalam menemukan metode eksperimen untuk mengamati dan mengontrol partikel kuantum.

Haroche mengaku sedang berjalan-jalan bersama istrinya di sebuah ruas jalan di Paris, Perancis, Selasa (9/10), saat telepon selulernya berdering. Saat ia melihat nomor penelepon, terlihat nomor kode negara Swedia, negara asal Hadiah Nobel, di depan sederet angka.

”Waktu itu saya sedang berjalan di dekat bangku di pinggir jalan, jadi bisa langsung duduk,” ujar Haroche kepada para wartawan di Swedia melalui telepon. Begitu namanya resmi disebut sebagai pemenang Hadiah Nobel Fisika tahun ini, dia langsung menelepon anak-anak dan para kolega penelitinya.

Dalam pernyataan resmi, dewan juri dari Akademi Ilmu Pengetahuan Kerajaan Swedia (RSAS) menyebut Haroche dan Wineland telah memelopori metode eksperimen optik untuk ”mengukur dan memanipulasi sistem kuantum tunggal”.

”Para pemenang Hadiah Nobel tersebut telah membuka pintu ke era baru eksperimentasi di bidang fisika kuantum dengan memperagakan pengamatan langsung terhadap partikel-partikel kuantum tunggal tanpa merusak mereka,” ungkap RSAS.

Secara sederhana, hasil kerja Haroche dan Wineland itu dapat dikatakan telah membawa dunia fisika kuantum yang serba misterius dan tak kasatmata ke dunia ”nyata” sehari-hari, tempat segalanya bisa ”dilihat dan disentuh”.

Seperti kita ketahui selama ini, fisika kuantum adalah cabang ilmu fisika yang mempelajari perilaku partikel-partikel dasar penyusun alam semesta pada skala yang lebih kecil dari ukuran atom. Di ranah itu, partikel-partikel tersebut berperilaku tak lazim karena hukum fisika klasik yang kita kenal di kehidupan sehari-hari tak berlaku lagi.

Sebagai gantinya, berlaku hukum-hukum fisika kuantum yang hanya bisa dijabarkan dalam bentuk berbagai persamaan matematika tingkat lanjut. Inilah dunia probabilitas, tempat berbagai paradoks terjadi.

Eksperimen khayalan

Misteri dunia kuantum ini digambarkan dalam kisah ”Kucing Schrödinger” yang legendaris itu. Erwin Schrödinger (1887-1961), salah satu Bapak Fisika Kuantum, pertama kali mengisahkan soal kucing itu sebagai upaya ”eksperimen khayalan” untuk menjelaskan dunia kuantum yang absurd.

Dalam ”eksperimen” itu, seekor kucing diletakkan di sebuah kotak tertutup bersama sebuah botol berisi racun sianida. Racun sianida itu akan terlepas dan membunuh kucing tersebut apabila terkena tembakan partikel dari sebuah unsur radioaktif yang sedang meluruh.

Peluruhan radioaktif itu diatur oleh hukum fisika kuantum yang hanya berisi probabilitas antara meluruh dan tidak meluruh atau disebut dengan kondisi ”superposisi”. Dengan sendirinya, kucing itu pun dalam kondisi superposisi, yakni mengalami keadaan hidup dan mati dalam waktu bersamaan.

Masalahnya, kondisi superposisi ini sangat sensitif terhadap lingkungan luar sehingga setiap usaha mengamati atau mengukur dengan pasti kondisi kucing tersebut akan merusak keadaan kuantumnya. Dengan demikian, saat ada orang yang membuka paksa kotak itu, dia hanya akan menemukan salah satu dari dua kemungkinan kondisi kucing: hidup atau mati.

Itulah kesulitan yang dihadapi para penggelut fisika kuantum. Selama puluhan tahun sejak ilmu ini ditemukan, teori-teori fisika kuantum telah terbukti benar dalam memprediksi berbagai gejala yang ditimbulkan dan bisa diamati di tingkat makro.

Namun, mengamati partikel kuantum tunggal, apalagi kemudian mengendalikan perilakunya, adalah sesuatu yang selama ini dianggap mustahil. ”Partikel-partikel tunggal itu tidak mudah diisolasi dari lingkungan sekitarnya dan mereka akan kehilangan berbagai properti kuantum yang misterius begitu mereka berinteraksi dengan dunia luar,” ungkap panitia Hadiah Nobel 2012.

Mengisolasi partikel

Haroche dan Wineland secara terpisah menemukan metode untuk mengisolasi partikel-partikel itu, yang memungkinkan seseorang mengamati, menghitung, dan bahkan memanipulasi partikel-partikel tersebut. Mereka telah berhasil ”menangkap” Kucing Schrödinger tanpa merusak kondisi kuantumnya!

Metode mereka agak berbeda. Wineland menggunakan tembakan foton sinar laser untuk memperlambat dan mengendalikan atom-atom bermuatan listrik atau ion. Sementara Haroche sebaliknya, ia mengendalikan dan mengukur foton-foton alias partikel cahaya yang dijebak di antara dua cermin khusus dengan menembakkan atom-atom.

Penemuan mereka diyakini akan memungkinkan pembuatan sebuah komputer kuantum, yakni komputer berkecepatan sangat tinggi yang bekerja berdasarkan mekanisme fisika kuantum. Komputer yang kita pakai dewasa ini masih menggunakan kode biner, tempat data disimpan dalam bit yang bernilai 1 atau 0.

Dalam komputer kuantum, satu bit kuantum (quantum bit atau qubit) berada pada kondisi superposisi, yang artinya bisa bernilai 1 dan 0 pada saat bersamaan. Hal itu memungkinkan peningkatan dramatis pada kemampuan memproses dan menyimpan data.

Metode yang ditemukan dua orang itu juga memungkinkan pembuatan jam yang 100 kali lebih akurat mengukur waktu daripada jam-jam sesium yang menjadi patokan saat ini.(AFP/AP/Reuters)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com