Jakarta, Kompas
Kedatangan pengajar dari University of Western Australia (UWA) itu ke Indonesia dalam rangkaian acara festival Science for Our Future yang diselenggarakan Kedutaan Besar Australia, 8-12 Oktober 2012, di Jakarta. Marshall mendapat penghargaan Nobel atas hasil risetnya yang menemukan bahwa
Dalam kegiatan itu, Marshall bersama ilmuwan lain mengadakan pertemuan meja bundar dengan para peneliti dari Lembaga Eijkman Jakarta. Mereka terlibat dalam festival berisi pameran interaktif, eksperimen, dan presentasi dari para ilmuwan Australia bagi ratusan pelajar. Sejumlah murid sekolah diundang untuk ikut makan siang dan berbincang dengan para ilmuwan.
Ketika ditemui, Selasa (9/10), Marshall mengatakan, ia tengah menjajaki kerja sama dengan para peneliti Lembaga Eijkman Jakarta terkait riset dasar genetika
Marshall mengungkapkan, generasi baru peneliti dapat tumbuh jika diberi ruang dan waktu. ”Peneliti perlu diberi kapasitas, waktu, dan ruang untuk meneliti. Tidak bisa mereka semata mengajar mahasiswa. Dengan demikian, peneliti dapat terus membuat prototipe yang dapat dikembangkan,” ujarnya.
Carmen Lawrence menyatakan, pengenalan sains sebaiknya paling tidak sejak usia sekolah lanjutan tingkat pertama. ”Agar menarik dan tidak membosankan, sains harus dikaitkan dengan cerita kehidupan dan pengalaman nyata anak dalam berelasi dengan lingkungannya,” kata Lawrence.
Hal senada dikemukakan Kadambot Siddique. ”Bidang pertanian, misalnya, agar menarik bisa dikaitkan dengan isu keamanan pangan dan perubahan iklim,” tuturnya. Semangat mendalami sains bisa ditumbuhkan dengan menghubungkannya dengan humanisme. Harapannya, generasi muda yang tertarik sains melihat ruang untuk berkontribusi bagi kemanusiaan.