Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Disiplinkan Negara dengan Gerakan

Kompas.com - 22/09/2012, 02:00 WIB

Apa sesungguhnya peran aktor intermediary ini?

Dalam fase pendalaman demokrasi seperti yang terjadi di Indonesia kini, kehadiran mereka diperlukan untuk menembus celah-celah oligarki kekuasaan untuk mencairkan dan memengaruhi proses pengambilan keputusan terkait publik. Dengannya, keterlibatan dan keterwakilan kepentingan publik bisa diperjuangkan, setidaknya disampaikan. Hal ini penting mengingat institusi-institusi politik kerap gagal mewakili kepentingan rakyat. Mirip pembisik, tetapi tulus.

Dalam konteks gerakan sosial baru, aktor inilah yang berperan melakukan mobilisasi sumber daya dan media framing untuk perjuangan politiknya agar konsisten dan berdaya tahan.

Untuk menyambungkan rakyat dan elite, apa syaratnya?

Koneksitas yang konsisten antara rakyat dan elite dapat dijamin keberlangsungannya dan kebermanfaatannya hanya jika dua hal ini terpenuhi. Pertama, kuatnya fondasi ideologi politik tentang apa yang hendak diperjuangkan. Kedua, jejaring sosial yang luas dan komunitas itu mampu memelihara dan memperkuat komitmennya sebagai agensi gerakan sosial.

Dua hal itu adalah sumber kekuatan atau power gerakan sosial ketika hendak berinteraksi dengan elite. Dalam konsep politik gerakan, power merupakan sebuah konsep kolektivitas kekuatan. Potestas in populo (tanpa rakyat, maka tak ada kekuasaan/kekuatan). Fondasi basis sosial yang kuat dan terpelihara serta ideologi perjuangan politik yang jelas dan kuat akan menjadi sumber pendorong gerakan sosial yang konsisten.

Dalam konteks gerakan ini, di mana posisi kaum muda ?

Di tengah apatisme kaum muda dan kelompok menengah, kita melihat keterlibatan mereka sebenarnya nyata untuk urusan-urusan publik. Pemilihan Gubernur DKI Jakarta terakhir menyadarkan kita akan hal ini. Memang, mereka tidak ideologis seperti gerakan kaum muda di masa lalu. Namun, tujuan yang mereka hendak raih sama, memperbaiki keadaan. Di tengah keinginan besar kaum muda terlibat, sayangnya, mereka seperti anak yatim karena tidak diperhatikan negara. Padahal, ada kerinduan besar dari mereka untuk terlibat.

Bagaimana menyalurkan keinginan kaum muda untuk terlibat?

Beri ruang untuk energi mereka, dan kreativitas mereka akan membuahkan hasil yang kerap tak terduga. Anak muda seperti tampak dari pernyataan mereka adalah kelompok yang tak suka struktur meskipun tetap hormat atasnya. Mereka menyukai suasana egaliter, yakni ada kebersamaan dengan basis capaian sebagai sumber kebahagiaan. Dalam Pilkada DKI Jakarta, kebersamaan mereka lakukan dengan cara-cara yang fun (menyenangkan). Dengan kebersamaan, mereka mendapatkan public happiness seperti dikatakan filsuf Hannah Arendt. Dengan cara-cara seperti ini, jangan-jangan memang tidak lagi diperlukan ideologi. Terlebih jika melihat peran partai politik saat ini yang mengecewakan. Parpol tidak mampu menyesuaikan diri dengan kebutuhan rakyat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com