Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Disiplinkan Negara dengan Gerakan

Kompas.com - 22/09/2012, 02:00 WIB

Oleh Wisnu Nugroho

Aristoteles, filsuf klasik Yunani, mengatakan, seorang manusia hanya akan jadi baik dalam sebuah negara yang baik. Namun, negara hanya akan jadi baik hanya jika diawasi, didesak, dan didisiplinkan. Pengawasan, desakan, dan pendisiplinan negara oleh rakyat bisa dilakukan dengan gerakan.

Kesadaran akan keharusan mengawasi, mendesak, dan dan mendisiplinkan negara mengantar Dimas Oky Nugroho, Koordinator Sukarelawan Indonesia untuk Perubahan (SIPerubahan), menggarap kaum muda yang selama ini terabaikan. SIPerubahan adalah gerakan kaum muda Indonesia dengan aktivitas pelatihan, pendampingan, program pertukaran, dan pengembangan kapasitas.

SIPerubahan merupakan gagasan alumni Kader Bangsa Fellowship Program dengan tokoh dan role model Dr Moeslim Abdurrahman (almarhum). Berikut ini petikan wawancara dengan doktor antropologi politik, University of New South Wales, Sydney, Australia, itu, di Jakarta, Jumat (21/9).

Bagaimana mendisiplinkan negara saat sistem politik kita keropos seperti saat ini?

Ketika sistem politik keropos karena korupsi sistemis yang dilakukan elite dan parpol serta arena politik dipenuhi pengkhianat mandat rakyat, gerakan sosial dengan aktor-aktor yang konsisten jadi penting. Intelektual, aktivis, atau agamawan sebaiknya tidak buru-buru masuk partai politik. Harus lebih sabar dan tekun di luar membangun multirelasi dengan elite maupun rakyat agar nyambung.

Untuk gerakan itu, model kepemimpinan macam apa yang dibutuhkan?

Kepemimpinan yang yang berjuang pada spektrum intermediary (di antara). Dia seorang honest broker atau broker yang jujur/tulus. Dalam strategi gerakan sosial, honest broker adalah peran publik yang dimainkan intelektual atau aktivis dalam memediasi elite dan komunitas akar rumput.

Bagaimana memastikan mereka tulus?

Untuk memastikan mereka tidak menjadi komprador dari elite dan mengambil keuntungan atasnya, aktor intermediary harus membangun dan memiliki basis sosial yang jelas dan kuat. Konsistensi dalam memperjuangkan agenda basis sosial yang diwakilinya jadi tuntutan.

Apa sesungguhnya peran aktor intermediary ini?

Dalam fase pendalaman demokrasi seperti yang terjadi di Indonesia kini, kehadiran mereka diperlukan untuk menembus celah-celah oligarki kekuasaan untuk mencairkan dan memengaruhi proses pengambilan keputusan terkait publik. Dengannya, keterlibatan dan keterwakilan kepentingan publik bisa diperjuangkan, setidaknya disampaikan. Hal ini penting mengingat institusi-institusi politik kerap gagal mewakili kepentingan rakyat. Mirip pembisik, tetapi tulus.

Dalam konteks gerakan sosial baru, aktor inilah yang berperan melakukan mobilisasi sumber daya dan media framing untuk perjuangan politiknya agar konsisten dan berdaya tahan.

Untuk menyambungkan rakyat dan elite, apa syaratnya?

Koneksitas yang konsisten antara rakyat dan elite dapat dijamin keberlangsungannya dan kebermanfaatannya hanya jika dua hal ini terpenuhi. Pertama, kuatnya fondasi ideologi politik tentang apa yang hendak diperjuangkan. Kedua, jejaring sosial yang luas dan komunitas itu mampu memelihara dan memperkuat komitmennya sebagai agensi gerakan sosial.

Dua hal itu adalah sumber kekuatan atau power gerakan sosial ketika hendak berinteraksi dengan elite. Dalam konsep politik gerakan, power merupakan sebuah konsep kolektivitas kekuatan. Potestas in populo (tanpa rakyat, maka tak ada kekuasaan/kekuatan). Fondasi basis sosial yang kuat dan terpelihara serta ideologi perjuangan politik yang jelas dan kuat akan menjadi sumber pendorong gerakan sosial yang konsisten.

Dalam konteks gerakan ini, di mana posisi kaum muda ?

Di tengah apatisme kaum muda dan kelompok menengah, kita melihat keterlibatan mereka sebenarnya nyata untuk urusan-urusan publik. Pemilihan Gubernur DKI Jakarta terakhir menyadarkan kita akan hal ini. Memang, mereka tidak ideologis seperti gerakan kaum muda di masa lalu. Namun, tujuan yang mereka hendak raih sama, memperbaiki keadaan. Di tengah keinginan besar kaum muda terlibat, sayangnya, mereka seperti anak yatim karena tidak diperhatikan negara. Padahal, ada kerinduan besar dari mereka untuk terlibat.

Bagaimana menyalurkan keinginan kaum muda untuk terlibat?

Beri ruang untuk energi mereka, dan kreativitas mereka akan membuahkan hasil yang kerap tak terduga. Anak muda seperti tampak dari pernyataan mereka adalah kelompok yang tak suka struktur meskipun tetap hormat atasnya. Mereka menyukai suasana egaliter, yakni ada kebersamaan dengan basis capaian sebagai sumber kebahagiaan. Dalam Pilkada DKI Jakarta, kebersamaan mereka lakukan dengan cara-cara yang fun (menyenangkan). Dengan kebersamaan, mereka mendapatkan public happiness seperti dikatakan filsuf Hannah Arendt. Dengan cara-cara seperti ini, jangan-jangan memang tidak lagi diperlukan ideologi. Terlebih jika melihat peran partai politik saat ini yang mengecewakan. Parpol tidak mampu menyesuaikan diri dengan kebutuhan rakyat.

Dengan cara-cara fun itukah, kelompok ini akan mendisiplinkan negara?

Ya. Mendisiplinkan dalam arti menghukum pemimpin yang menurut mereka tidak lagi memuaskan. Mereka melakukan perlawanan lewat cara-cara fun dengan tidak memilihnya lagi misalnya. Mereka juga akan terus menggunakan cara-cara perlawanan itu untuk mengawasi pemimpin yang sudah mereka pilih. Ciri lain kaum muda saat ini, selain mudah masuk dalam suasana gembira, juga mudah kecewa karena kerap tidak sabar. Tidak akan lama, kelompok yang sama akan mengkritik pemimpin yang sebelumnya mereka pilih. Untuk ini, Joko Widodo misalnya, harus siap juga. Dalam konteks yang kurang lebih sama, Barack Obama mengalami juga setelah terpilih secara gemilang tahun 2008.

Di sinikah peran aktor intermediary?

Persis. Pertama dengan memobilisasi pemahaman tentang kewarganegaraan dan penguatan jaringan. Kedua, melakukan strategi resistensi rakyat untuk mendisiplinkan negara yang lalai. Di era sekarang, media sosial menjadi sangat penting. Namun, gerakan sosial ini harus dengan frame ”ideologis” yang kuat. Tanpa itu, gerakan akan mudah terhapus, dilupakan, dan dengan mudah ditepis penguasa. Terakhir, tahap ketiga, setelah dua tahap sebelumnya kokoh, barulah aktor itu masuk terlibat pada wilayah politik formal antara lain menjadi anggota parpol.

Dengan ini, nantinya akan kita saksikan kepemimpinan yang betul-betul lahir dari rakyat dan mengakar kuat pada basis konstituen yang

yang diwakili. Tidak instan seperti saat ini yang nyata-nyata terbukti kosong.

Adakah waktu kita untuk mendisiplinkan mereka yang ternyata kosong?

Ada dan kita melihat kaum muda sudah mulai terlibat dengan cara mereka yang khas. Kalau negara dan parpol tidak menyadari peran dan memberi ruang untuk mereka, siap-siaplah didisiplinkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com