Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kalla: Persoalan Rohingya Tak Sebesar Ambon

Kompas.com - 15/08/2012, 12:31 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Umum PMI Jusuf Kalla menilai persoalan Rohingya di Myanmar tak sebesar yang pernah terjadi di Ambon dari perbandingan skala akibat-akibatnya sehingga penyelesaiannya diharapkan lebih mudah.
       
"Tentu kita tak ingin seorangpun meninggal, tetapi dari jumlah korban meninggal di Rakhine 80 orang dibanding waktu di Ambon yang sampai 5.000 orang. Di Ambon semua orang bersenjata, di sana tidak," kata Jusuf Kala kepada berbagai organisasi Islam dan kemanusiaan di Jakarta, Rabu, saat menjelaskan hasil kunjungannya ke Rakhine, Myanmar, pekan lalu.
       
Dalam penjelasannya selama dua jam, Jusuf Kalla secara rinci menyampaikan berbagai aspek dan isu menyangkut apa yang terjadi di Rakhine. Ditegaskannya, banyak hal yang dilaporkan media selama ini, dan juga berbagai organisasi internasional, tidak menggambarkan kenyataan yang ada.

Jusuf Kalla mengatakan, peristiwa di Rakhine, Provinsi di Myanmar selatan dan berpenduduk mayoritas Muslim, di mulai dari orang per orang. Kemudian berkembang menjadi antarkelompok, antarkomunitas, dan akhirnya masuk ke agama.

Dari informasi resmi setempat, peristiwa terjadi setelah kasus perkosaan dengan pelakunya Rohingya yang kemudian dibalas keesokan harinya dengan pembunuhan 10 Muslim (Jemaah Tabligh) yang sedang menumpang sebuah bis. Dari sini, situasi berkembang meluas.

PMI

Jusuf Kalla mengungkapkan, semula Pemerintah Myanmar tidak bersedia menerima masuk pihak asing, dari manapun untuk mendatangi tempat terjadinya peristiwa pada 8-9 Juni 2012 itu. Bahkan, sampai Sekjen ASEAN Surin Pitsuwan tidak diberi visa masuk sampai kini.

Namun, untuk PMI, Pemerintah Myanmar akhirnya memberi izin masuk dan bahkan Presiden Shein Thein memerintahkan aparatnya untuk memberi pengamanan bagi rombongan PMI ke manapun dan tanpa batasan untuk wilayah yang bisa dikunjungi.

Dijelaskannya, suku Rohingya memang berasal dari kawasan yang berbatasan dengan Banglades dan beragama Islam. Secara demografis, jumlah total mereka berkisar 4 persen dari total populasi penduduk Myanmar yang tercatat 60 juta. Warga Rohingya, meski minoritas, sama sekali bukan orang-orang tanpa kewarganegaraan (stateless).

Jusuf Kalla juga menilai keputusan Pemerintah Banglades untuk menutup perbatasan sebagai kebijakan yang tepat karena, jika tidak, akan terjadi gelombang pengungsian besar-besaran Rohingya ke Banglades sehingga meninggalkan tanah kelahiran mereka selamanya.

Koordinasi

Kepada organisasi-organisasi Islam dan kemanusiaan yang akan membantu, Jusuf Kalla mengingatkan mereka agar berkoordinasi sehingga bantuan bisa sesuai dengan kebutuhan mereka. Juga, masuk ke Myanmar harus dengan satu payung hukum jelas, dalam hal ini PMI yang sudah diberi izin untuk memberi bantuan.

"Kami dari PMI berprinsip memberi bantuan ke semua pihak yang menjadi korban, baik Islam maupun yang Buddha," kata Jusuf Kalla, mengingatkan agar pendekatan yang digunakan ialah pendekatan konstruktif (constructive engagement) terhadap Pemerintah Myanmar sehingga diharapkan hasilnya lebih positif.

Selain itu, cara-cara yang emosional tidak akan menjadi solusi karena Pemerintah Myanmar sudah 30 tahun hidup dalam embargo Barat sehingga menjadikan negara ini tough (kuat) dalam menghadapi setiap tindakan permusuhan.

Secara garis besar, pemberian bantuan bisa melalui cara yang dikoordinasikan PMI atau yang lewat Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang masih menunggu hasil sidang darurat OKI di Mekkah, 14-16 Agustus.

Pertemuan di Markas Besar PMI itu dihadiri antara lain oleh Dompet Dhuafa, Majelis Muslimin (Hiszubllah), Medical Emergency-Committee (Mer-C), dan PKPU.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

Nasional
BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

Nasional
Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

Nasional
Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Nasional
Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com