Salah satu masalah yang terpolarisasi liar di Timur Tengah dan memicu kekhawatiran internasional saat ini ialah program nuklir Iran. Jika Teheran bersikeras meneruskan programnya, hanya ada dua kemungkinan terakhir, yakni aksi militer Israel-AS untuk memusnahkan situs nuklir, dan perang jika Iran siap menghadang aksi militer itu.
Dialog belum pernah berakhir dengan kesepakatan yang jelas. Pertemuan antara Iran dan enam kekuatan dunia di Baghdad, Irak, akhir Mei lalu, gagal mencapai kesepakatan. Dialog terbaru dengan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) di Wina, Austria, Jumat (8/6), pun bernasib sama. IAEA meminta Iran memberi mereka akses masuk ke situs tempat Teheran diduga membuat bom atom, khususnya di basis militer di Parchin, dekat ibu kota Teheran. Iran tetap membatu, tidak mau mengizinkan IAEA masuk ke lokasi.
Kekuatan dunia kini gamang karena solusi-solusi nonmiliter yang ditawarkan tidak membuat Iran gentar. Mereka masih berharap pada pertemuan Moskwa, Rusia, 18-19 Juni ini. Akankah Teheran melunak, atau malah tetap tak mau mengizinkan IAEA masuk ke situs nuklirnya yang dicurigai sedang membangun senjata nuklir atau senjata pemusnah massal lainnya?
Iran dan Barat telah berselisih bertahun-tahun atas program nuklir Teheran itu. Program nuklir ini sudah dimulai sejak tahun 1960-an pada era Syah Iran. Pemerintahan Mohammad Khatami tahun 2003 setuju menghentikan pekerjaan pengayaan uranium setelah ada tekanan internasional.
Setelah tokoh yang relatif moderat itu digantikan oleh Mahmoud Ahmadinejad, tokoh konservatif garis keras, pada Agustus 2005, Teheran melanjutkan pengayaan uranium hingga lebih dari 20 persen. Inilah awal perbedaan pendapat yang melelahkan untuk mencari penyelesaian masalah nuklir Iran.
Enam kekuatan dunia, yang dikenal sebagai kelompok P5+1, yakni lima anggota Dewan Keamanan PBB: Inggris, AS, China, Rusia, dan Perancis; ditambah Jerman terus menekan Iran agar menghentikan program nuklirnya.
Setelah lebih dari satu tahun perundingan terhenti, perdebatan memanas lagi sejak November 2011. Saat itu pengawas nuklir PBB menemukan peningkatan program nuklir di Parchin. Temuan itu menjadi bukti ”sangat meyakinkan” bahwa Iran telah meningkatkan pengayaan uraniumnya.
Topik perdebatan selama ini adalah kecurigaan Barat bahwa Iran sedang memproduksi senjata nuklir. Teheran menyangkal dan mengklaim programnya untuk tujuan damai, menghasilkan listrik, dan penelitian medis. Namun, jika Iran benar, mengapa Teheran melarang tim IAEA mengunjungi situs nuklirnya untuk mengonfirmasi kebenaran klaim itu?
Jumat lalu, dalam kunjungannya ke Beijing, Ahmadinejad diminta oleh sekutunya, Presiden China Hu Jintao, untuk bersikap ”fleksibel dan pragmatis” menghadapi pembicaraan soal program nuklir di Moskwa nanti.
Sekalipun banyak saran dan tekanan, keputusan akhir tetap di tangan Ahmadinejad. Jika Teheran tetap menolak mengurangi pengayaan uranium hingga di bawah 20 persen dan menolak tim IAEA masuk ke situs nuklirnya, mulai 1 Juli Iran akan dikenai sanksi internasional. (PASCAL S BIN SAJU)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.