Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pilpres "Bunuh Diri" Mesir

Kompas.com - 02/06/2012, 02:04 WIB

Persis seperti disampaikan Adil Abdul Ghafar, Pilpres Mesir putaran kedua menjadi dilema sangat berat bagi kelompok nasionalis-liberal, termasuk di dalamnya pemuda pendukung revolusi. Secara ideologis dan gaya hidup, hampir mustahil mereka memilih Mohammed Mursi yang didukung Ikhwan Muslimin dan kelompok Islamis lain. Ideologi mereka nasionalis dan gaya hidup mereka kebarat-baratan, bertentangan dengan gaya hidup kelompok Islamis dalam cara berpakaian dan pergaulan.

Kelompok Islamis saat ini menguasai Parlemen Mesir hampir mutlak (70 persen). Bila kelompok nasionalis-liberal memilih Mohammed Mursi, makin bulat kekuasaan kelompok Islamis di negeri piramida itu. Sebuah kekuatan yang lebih dari cukup untuk mengatur kembali pola hidup dan pergaulan masyarakat Mesir sesuai dengan nilai, falsafah, dan ideologi yang diyakini kelompok Islamis. Itulah kurang lebih yang dimaksud Adil Abdul Ghafar dengan ”bunuh diri dengan menyerahkan diri dimakan ikan hiu”.

Meski demikian, hampir mustahil (juga) bagi kelompok nasi- onalis-liberal memilih Ahmed Shafik yang jadi bagian dari rezim yang telah mereka tumbangkan secara berdarah-darah. Apa yang harus mereka katakan kepada masyarakat Mesir secara umum yang telah membuat kehidupan mereka porak poranda sampai sekarang? Itulah kurang lebih yang dimaksud Adil Abdul Ghafar dengan ”bunuh diri dengan membakar diri sendiri”.

Secara pragmatis kelompok nasionalis-liberal bisa saja menyelamatkan diri dari ancaman ”bunuh diri” dengan cara golput. Namun, pilihan pragmatis ini tak akan mampu menghentikan laju bahtera demokrasi yang sudah hampir di tujuan ini. Bila semua ini terjadi, kelompok nasionalis- liberal, khususnya para penggerak revolusi, berarti telah memi- lih menyelamatkan diri masing- masing sembari membiarkan orang Mesir secara umum mati di hadapan senjata atau pedang.

Nalar reformis

 Orang Mesir secara umum boleh dibilang sangat membutuhkan apa yang disebut Muhammad Abduh, bapak reformis Arab-Islam modern, sebagai nalar reformis. Nalar reformis meniscayakan adanya konsistensi sikap melampaui semua ”yang sudah terjadi” untuk menciptakan hal ”yang akan terjadi” lebih baik, seburuk apa pun yang sedang atau yang sudah terjadi. Nalar reformis adalah antitesis dari nalar fatalis seperti tecermin dari pernyataan Abdul Ghafar tadi.

Dalam nalar reformis, tak terlalu penting membahas siapa yang akan menang dalam Pilpres Mesir putaran kedua mendatang. Yang jauh lebih penting adalah melanjutkan proses yang sedang berlangsung dan memastikan tuntutan reformasi yang telah disampaikan masyarakat terakomodasi dalam perjalanan pemerintahan ke depan.

Pada hemat saya, nalar inilah yang akan tetap digunakan masyarakat Mesir secara umum dalam menyongsong pilpres putaran kedua. Apalagi, orang Mesir saat ini sedang dimabuk kepayang oleh kebebasan dan memilih pemimpin secara langsung yang baru kali ini terjadi.

Bila ini yang terjadi, pemenang Pilpres Mesir mendatang akan sangat ditentukan oleh kelompok moderat yang sangat mengakar, seperti Al-Azhar. Bukan oleh kelompok Islamis, kelompok loyalis Mubarak, ataupun kelompok revolusi. Orang Mesir selama ini dikenal moderat dengan ciri: terbuka, majemuk, dan menghormati kebebasan.

Hasibullah Satrawi Alumnus Al-Azhar, Kairo, Mesir; Pengamat Politik Timur Tengah pada Moderate Muslim Society (MMS) Jakarta

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com